Suarakampus.com- Mengingat permasalahan yang sering muncul di beberapa universitas, yakni kegiatan menjiplak milik orang lain tanpa mencantumkan keterangan nama atau lebih dikenal dengan plagiarisme, timbulkan keprihatinan dari Kaukus Indonesia Kebebasan Akademik (KIKA).
Memandang permasalahan tersebut, Tim Akademika KIKA, Hani Yulindrasari menyebutkan bagaimana mahasiswa melihat kasus ini secara umum di kampus, terkait permasalahan kejujuran dalam akademik.
“Tidak menutup kemungkinan dalam akademik itu sendiri, bisa mengambil data orang lain. Namun, harus ada keterangan kita mengambil dari mana dan harus ada tercantum nama orangnya,” ucapnya saat Diskusi bertajuk Plagiarisme di Mata Mahasiswa yang disiarkan langsung via Youtube, Jumat (05/02).
Hani melihat saat ini telah adanya penjamin mutu, seperti akreditasi dan standar International Organization for Standardization (ISO) atau yang lebih dikenal dengan Organisasi Standar Internasional. Hal inilah yang menjadi alasan mahasiswa sangat rentan untuk dieksploitasi.
“Karena adanya standar mutu ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh mahasiswa,” pandang Dosen Universitas Pendidikan Indonesia Bandung itu.
Tidak mengherankan, menurut Hani banyak dosen yang melakukan free rider tulisan mahasiswanya yang kemudian diwajibkan untuk memiliki publikasi lulus. Hal ini disebabkan terlalu banyaknya Satuan Kredit Semester (SKS) yang diemban dosen.
Hani melanjutkan, dosen bisa memiliki sampai 44 SKS per minggu. Sehingga ia tidak bisa menulis dengan baik, ditambah dengan sistem shot-cut yang dilakukan universitas untuk mendapatkan jumlah publikasi yang banyak dalam waktu singkat.
“Berupa adanya calo-calo scopus, predatory journal, predatoris yang di approach oleh universitas serta fenomena ghost writer dan berkaitan dengan syarat profesor. Hal inilah yang memicu adanya kecurangan, di akademik karena beberapa syarat tersebut, ” lanjut Hani.
Ia menjelaskan, kelangsungan hidup mahasiswa di kampus sangat tergantung dengan dosen, serta mindset mahasiswa selalu menuruti apa yang ditugaskan oleh dosen agar tidak terjaring masalah.” Sangat jarang mahasiswa menolak, ketika dosennya meminta untuk memakai datanya. Jawabannya hampir pasti boleh,” jelasnya.
Dengan berbagai masalah tersebut, Hani menginginkan adanya lembaga khusus yang dapat menjaga integritas akademik. “Lembaga juga harus bisa melindungi orang-orang yang melaporkan plagiarisme atau kecurangan akademik,” harapnya. (ulf)
Wartawan: Yosi