Akademisi UIN IB Nilai SKB tentang Seragam di Sekolah Paradoks

Foto: Ilustrasi blokpojok.com

Suarakampus.com- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas terbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) terkait penggunaan seragam dan atribut di lingkungan sekolah. Keputusan tersebut tertuang dalam SKB Nomor 02/KB/2021, Nomor 025-199 Tahun 2021 dan Nomor 219 Tahun 2021.

Menanggapi hal tersebut, Dosen Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol, Muliono mengatakan, SKB ini dikeluarkan berkaitan dengan rangkaian dari video yang beredar di Padang.

“SKB ini diterbitkan mungkin karena salah satu sekolah memberlakukan kebijakan berjilbab bagi semua siswi (muslim dan non muslim),” katanya saat diwawancarai wartawan suarakampus.com, Jumat (05/02).

Lanjutnya, secara substantif hak untuk memilih menggunakan seragam dan atribut tanpa kekhasan agama tertentu sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, dan dapat diterima sebagai suatu yang rasional.

“Bahkan memang harus karena pendidikan itu mesti bersifat membebaskan, tidak satu memaksakan keyakinan tertentu untuk dianut,” ujarnya.

Keputusan yang dikeluarkan tiga menteri dapat menimbulkan paradoks di masyarakat. “Jika seandainya seorang siswi muslim memilih untuk tidak memakai jilbab dengan alasan berhak untuk memilih, di sini kita menemukan letak paradoksnya aturan itu,” tuturnya.

“Kita harus menempatkan bahwa kebebasan yang dimaksud bukan tanpa nilai, melainkan kebebasan yang tetap menempatkan nilai kebaikan, moral dan agama yang luhur sebagai pondasi kebebasan,” tutupnya.

Selain itu, Guru Besar Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) UIN Imam, Duski Samad mengungkapkan, setuju dengan SKB tersebut kalau pengaturannya sebatas tidak boleh ada pemaksaan menggunakan seragam dan atribut keagamaan.

“Selama aturannya masih dalam batas mengatur pakaian sesuai agama tidak masalah, kalau ada pemaksaan baru jadi persoalan,” ungkapnya.

Lanjutnya, hal terpenting adalah bagaimana memberikan makna terhadap aturan tersebut, karena memaksakan atribut agama kepada orang lain itu tidak boleh. “Adanya kebebasan berpakaian di sekolah itu kondisional saja, kalau dia muslim ikuti cara berpakaian muslim,” pungkasnya. (gfr)

Wartawan: Padila Yusra, Rinta Farianti

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Post

Tim Akademika KIKA, Hani: Cukup Memprihatinkan Lihat Kebiasaan Plagiarisme di Perguruan Tinggi

Next Post

Menuntut Keadilan Buruh Perempuan

Related Posts
Total
0
Share