Tradisi Unik Pariaman, dalam Istilah Bajapuik dan Hakikat Maknanya

Sumber: Pixabay com

Oleh: Zalmesi Zulmar

Mahasiswa Sejarah Peradaban Islam (SPI) UIN Imam Bonjol Padang

Dalam masyarakat Pariaman, terdapat sebuah tradisi unik yaitu dalam pernikahannya di mana pihak perempuan memberikan uang kepada pihak laki-laki atau lebih dikenal dengan istilah Uang Japuik. Hakikat uang Japuik adalah sebuah bentuk saling menghargai pihak perempuan kepada pihak laki-laki. 

Pihak perempuan memberikan uang Japuik dan pihak perempuan nanti akan diberikan uang manjalang di rumah mertuanya, biasanya berupa gelang emas, kalung, dan cincin yang mungkin memenuhi jari anak daro. Arti yang terkandung dalam uang Japuik adalah sebuah bentuk penghargaan calon istri kepada calon suaminya. Laki-laki yang akan menjadi imam dan pemimpin di rumah tangganya, sekaligus jadi seorang niniak mamak dalam kaumnya. Hal ini merupakan dua buah peran yang akan diemban oleh laki-laki setelah berumahtangga nantinya.

Anggapan fatal yang dilontarkan oleh orang-orang yang tidak paham dengan uang japuik adalah beranggapan bahwa laki-laki Pariaman dibeli oleh pihak wanita. Contohnya pada zaman Rasulullah Saw, yang mana saat itu Siti Khadijah, janda kaya raya yang mengutus seorang wanita bernama Nafisah untuk datang langsung menanyakan kepada Rasulullah Saw apakah beliau ada keinginan untuk memiliki istri atau tidak. 

Rasullullah Saw menjawab, “Keinginan ada, namun belum sanggup”. Lantas, Nafisah menanyakan kembali, “Bagaimana kalau seandainya ada yang hendak menyediakan nafkah? Lalu engkau mendapat seorang isteri yang baik, cantik, berharta, berbangsa dan sekufu (sepadan) pula denganmu, apakah engkau akan menolaknya?”. Lalu, Rasulullah Saw menjawab, “Siapakah dia?” Nafisah berkata, “Khadijah!” Kemudian Nafisah berterus terang, “Asalkan engkau bersedia, sempurnalah segalanya. Urusannya serahkan kepadaku.”

Dari sejarah ini, dapat dilihat bahwa pemberian dari pihak perempuan kepada laki-laki adalah sebagai bentuk penghargaan atau menghormati. Bahkan, semua harta yang diberikan oleh Siti Khadijah menjadi bekal bagi Rasulullah Saw dalam mensyiarkan agama Islam kala itu.  

Nilai-nilai yang dimiliki dalam sejarah Rasulullah Saw tersebut kemudian diterapkan oleh masyarakat Pariaman khususnya dalam tradisi bajapuik. Bajapuik adalah tradisi Minangkabau yang ada di Pariaman dimana prosesi pernikahannya melibatkan barang bernilai seperti emas dan uang. Uang merupakan simbol garis keturunan  yang pasti, penghargaan kepada keluarga laki-laki yang telah membesarkan  calon menantunya dengan baik. Tradisi ini disebut Uang Japuik. Uang Japuik merupakan sejumlah uang yang diberikan pihak wanita kepada pihak pria.

Selanjutnya, berdasarkan video yang beredar di media sosial baru-baru ini mengenai seorang perempuan yang bunuh diri karena uang Japuik adalah berita hoax sekaligus membuat buruk citra adat Yang Japuik di Pariaman. Calon suaminya yang jelas-jelas bukan orang Pariaman asli mengaku-ngaku orang Pariaman agar wanita tersebut memberikan uang japuik kepadanya. 

Hal ini jelas pembohongan adat, seharusnya kita teliti dulu seluk-beluk laki-laki yang akan dijadikan marapulai. Jika ia mengaku orang Pariaman, maka harus diketahui dari Nagari manakah dia, apa sukunya, dan siapa niniak mamak atau Datuak di kaum/nagarinya tersebut. Beberapa kejadian yang ditemui, sudah banyak orang yang bukan berasal dari Pariaman mengakui dirinya orang Pariaman dan tentu saja ia tidak paham secara keseluruhan bagaimana sebenarnya adat yang japuik ini. Pepatah mengatakan, “Panjang kuku, Jan jari dikarek” artinya jika ada suatu persoalan, maka selesaikan dulu sepatutnya. Itulah bahayanya berbicara sesuatu tanpa mengetahui secara mendalam, atau yang biasa disebut asbun/asal bunyi. 

Jadi Uang Japuik adalah sebuah kesepakatan antara niniak mamak dari pihak perempuan dan laki-laki. Selama ini belum pernah terdengar cekcok dan perselisihan mengenai hal ini. Jika kedua belah pihak memang sudah merestui hubungan mereka, berkemungkinan akan lebih mudah dalam proses duduak Niniak mamak nantinya dalam menentukan uang Japuik itu.

Pada penentuan besar/kecilnya uang japuik biasanya ditentukan dari gelar yang dimiliki oleh orang yang akan dinikahi. Oleh karena itu, gelar dianggap hal penting bagi masyarakat Pariaman. Penamaan gelar pada masyarakat Pariaman ini terbagi atas beberapa gelar yaitu: Sidi (Penghulu), Bagindo (Raja-raja), Sultan (Kaum Bangsawan), Uwo (Pendatang yang tidak mendapat simpati dari masyarakat Pariaman). Namun, pada zaman sekarang ini dilihat dari tinggi atau tidaknya pendidikan laki-laki dan bagus atau tidaknya pangkat pekerjaan yang dimilikinya.

Oleh: Zalmesi Zulmar

Mahasiswa Sejarah Peradaban Islam (SPI) UIN Imam Bonjol Padang

Dalam masyarakat Pariaman, terdapat sebuah tradisi unik yaitu dalam pernikahannya di mana pihak perempuan memberikan uang kepada pihak laki-laki atau lebih dikenal dengan istilah Uang Japuik. Hakikat uang Japuik adalah sebuah bentuk saling menghargai pihak perempuan kepada pihak laki-laki. 

Pihak perempuan memberikan uang Japuik dan pihak perempuan nanti akan diberikan uang manjalang di rumah mertuanya, biasanya berupa gelang emas, kalung, dan cincin yang mungkin memenuhi jari anak daro. Arti yang terkandung dalam uang Japuik adalah sebuah bentuk penghargaan calon istri kepada calon suaminya. Laki-laki yang akan menjadi imam dan pemimpin di rumah tangganya, sekaligus jadi seorang niniak mamak dalam kaumnya. Hal ini merupakan dua buah peran yang akan diemban oleh laki-laki setelah berumahtangga nantinya.

Anggapan fatal yang dilontarkan oleh orang-orang yang tidak paham dengan uang japuik adalah beranggapan bahwa laki-laki Pariaman dibeli oleh pihak wanita. Contohnya pada zaman Rasulullah Saw, yang mana saat itu Siti Khadijah, janda kaya raya yang mengutus seorang wanita bernama Nafisah untuk datang langsung menanyakan kepada Rasulullah Saw apakah beliau ada keinginan untuk memiliki istri atau tidak. 

Rasullullah Saw menjawab, “Keinginan ada, namun belum sanggup”. Lantas, Nafisah menanyakan kembali, “Bagaimana kalau seandainya ada yang hendak menyediakan nafkah? Lalu engkau mendapat seorang isteri yang baik, cantik, berharta, berbangsa dan sekufu (sepadan) pula denganmu, apakah engkau akan menolaknya?”. Lalu, Rasulullah Saw menjawab, “Siapakah dia?” Nafisah berkata, “Khadijah!” Kemudian Nafisah berterus terang, “Asalkan engkau bersedia, sempurnalah segalanya. Urusannya serahkan kepadaku.”

Dari sejarah ini, dapat dilihat bahwa pemberian dari pihak perempuan kepada laki-laki adalah sebagai bentuk penghargaan atau menghormati. Bahkan, semua harta yang diberikan oleh Siti Khadijah menjadi bekal bagi Rasulullah Saw dalam mensyiarkan agama Islam kala itu.  

Nilai-nilai yang dimiliki dalam sejarah Rasulullah Saw tersebut kemudian diterapkan oleh masyarakat Pariaman khususnya dalam tradisi bajapuik. Bajapuik adalah tradisi Minangkabau yang ada di Pariaman dimana prosesi pernikahannya melibatkan barang bernilai seperti emas dan uang. Uang merupakan simbol garis keturunan  yang pasti, penghargaan kepada keluarga laki-laki yang telah membesarkan  calon menantunya dengan baik. Tradisi ini disebut Uang Japuik. Uang Japuik merupakan sejumlah uang yang diberikan pihak wanita kepada pihak pria.

Selanjutnya, berdasarkan video yang beredar di media sosial baru-baru ini mengenai seorang perempuan yang bunuh diri karena uang Japuik adalah berita hoax sekaligus membuat buruk citra adat Yang Japuik di Pariaman. Calon suaminya yang jelas-jelas bukan orang Pariaman asli mengaku-ngaku orang Pariaman agar wanita tersebut memberikan uang japuik kepadanya. 

Hal ini jelas pembohongan adat, seharusnya kita teliti dulu seluk-beluk laki-laki yang akan dijadikan marapulai. Jika ia mengaku orang Pariaman, maka harus diketahui dari Nagari manakah dia, apa sukunya, dan siapa niniak mamak atau Datuak di kaum/nagarinya tersebut. Beberapa kejadian yang ditemui, sudah banyak orang yang bukan berasal dari Pariaman mengakui dirinya orang Pariaman dan tentu saja ia tidak paham secara keseluruhan bagaimana sebenarnya adat yang japuik ini. Pepatah mengatakan, “Panjang kuku, Jan jari dikarek” artinya jika ada suatu persoalan, maka selesaikan dulu sepatutnya. Itulah bahayanya berbicara sesuatu tanpa mengetahui secara mendalam, atau yang biasa disebut asbun/asal bunyi. 

Jadi Uang Japuik adalah sebuah kesepakatan antara niniak mamak dari pihak perempuan dan laki-laki. Selama ini belum pernah terdengar cekcok dan perselisihan mengenai hal ini. Jika kedua belah pihak memang sudah merestui hubungan mereka, berkemungkinan akan lebih mudah dalam proses duduak Niniak mamak nantinya dalam menentukan uang Japuik itu.

Pada penentuan besar/kecilnya uang japuik biasanya ditentukan dari gelar yang dimiliki oleh orang yang akan dinikahi. Oleh karena itu, gelar dianggap hal penting bagi masyarakat Pariaman. Penamaan gelar pada masyarakat Pariaman ini terbagi atas beberapa gelar yaitu: Sidi (Penghulu), Bagindo (Raja-raja), Sultan (Kaum Bangsawan), Uwo (Pendatang yang tidak mendapat simpati dari masyarakat Pariaman). Namun, pada zaman sekarang ini dilihat dari tinggi atau tidaknya pendidikan laki-laki dan bagus atau tidaknya pangkat pekerjaan yang dimilikinya.

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Post

Uang Japuik dan Adat Istiadat di Pariaman

Next Post

Wujudkan Kemerdekaan Pers, LPM Suara Kampus Adakan Rapat Akhir Tahun 

Related Posts
Total
0
Share