Oleh: Azaria Thahira
Mahasiswa Sejarah Peradaban Islam (SPI) UIN Imam Bonjol Padang
Pernikahan merupakan suatu ikatan yang suci dak sakral yang bermakna ibadah kepada Allah SWT. Pernikahan merupakan salah satu sunnah rasul yang dilaksanakan atas dasar keikhlasan dan tanggung jawab, serta mengikuti aturan dan ketentuan yang sudah berlaku. Dalam melakukan pernikahan terdapat tradisi-tradisi yang beraneka ragam, salah satunya tradisi pernikahan di Minangkabau yaitu tradisi Bajapuik yang terdapat di daerah Pariaman.
Tradisi Bajapuik adalah tradisi perkawinan di mana pihak keluarga calon mempelai perempuan atau anak daro menjemput calon mempelai laki-laki atau marapulai dengan membawa sejumlah uang yang sudah disepakati dan diberikan kepada pihak keluarga calon mempelai laki-laki. Uang jemputan tersebut tergantung kesepakatan yang dibangun oleh kedua keluarga. Umumnya besaran nominal yang diberikan sesuai dengan tingkat pendidikan atau pekerjaan calon marapulai.
Kehadiran uang japuik ini tidak terlepas dari adanya falsafah adat minangkabau yang memandang bahwa seorang suami adalah pendatang atau urang sumando di rumah istrinya. Dalam pepatah Minangkabau dikenal dengan “datang karano dipanggia, tibo karano dijapuik” (datang karena di panggil, tiba karena di jemput). Oleh karena itu, suami harus dihormati dan diberlakukan sebaik-baiknya.
Sebenarnya tidak ada sumber jelas yang menerangkan tentang asal usul tradisi uang japuik ini. Dikarenakan pada zaman dahulu uang japuik ini merupakan cerita lama yang di publikasikan dari mulut ke mulut. Zaman dahulu, tradisi bajapuik ini dilakukan bagi keluarga bangsawan. Tetapi pada masa kini sudah bergeser kepada setiap pemuda pariaman yang bergelar kesarjanaan. Yang paling tinggi nilainya ialah para sarjana yang mempunyai penghasilan tinggi seperti dokter, PNS, tentara dan lainnya.
Ketika orang Pariaman ini ingin mencari menantu untuk anak perempuannya, maka harus betul-betul dilihat garis keturunannya dari suku manakah dia, atau dari paruik manakah dia berasal dan tidak hanya itu agama dan pekerjaannya juga perlu dilihat. Hal tersebut harus diketahui agar anaknya bisa mendapatkan garis keturunan yang sangat mulia bukan berasal dari sembarang orang. Makna dari uang jemputan itu sebenarnya adalah untuk mengangkat derajat laki-laki Pariaman dan juga bentuk penyambutan dari kaluarga calon istrinya karena calon suaminya ini akan menjadi tulang punggung keluarga nantinya.
Dilansir dari berita yang sedang viral di media sosial saat ini, banyak terjadi kesalahpahaman tentang uang jemputan. Banyak yang mengatakan bahwa laki-laki Pariaman itu dibeli dan ada juga yang mengatakan bahwa laki-laki Pariaman adalah laki-laki termahal di dunia. Sebenarnya hal itu tidak benar. Menurut klarifikasi dari Mamak Priyaldi (sekretaris LKAAM Pariaman), uang jemputan itu bukan untuk pambali (pembeli) laki-laki, tapi adaik diisi limbago di tuang yang artinya dimanapun kita tinggal atau menetap, kita harus menghormati adat istiadat dan kebiasaan yang ada di sana. Tradisi yang sudah turun-temurun yang berlaku untuk orang pariaman, tidak berlaku untuk orang yang bukan Pariaman.
Yang harus melaksanakan adat bajapuik itu adalah perempuan dan laki-laki yang berasal dari Pariaman supaya mereka tau antara hak dan kewajiban masing-masing. Jika laki-lakinya bukan berasal dari pariaman, dan perempuannya orang pariaman, tetapi pihak laki-laki tetap meminta uang jemputan maka sebenarnya itu dibolehkan. Tergantung kesepakatan dengan keluarga pihak perempuan. Hal semacam ini juga pernah terjadi di Pariaman.
Ada pula yang mengatakan bahwa bajapuik ini merugikan pihak keluarga perempuan. Hal itu sebenarnya juga tidak benar. Jika pihak laki-laki menerima uang jemputan yang banyak, dia juga harus memikirkan berapa yang akan di pulangkan ke pihak mempelai perempuan. Dalam adatnya di saat manjalang mintuo ada namanya malam badantam, pada saat itu dihitung semua pemberian dari keluarga si laki-laki dan hasilnya harus diberikan ke mempelai perempuan dalam bentuk emas atau barang lainnya seperti bahan pakaian, seprai atau peralatan-peralatan rumah tangga.
Pihak laki-laki harus memberikan setengah dari nilai uang japuik yang diberikan pihak perempuan. Contohnya jika pihak perempuan memberikan uang japuik sebanyak 10 juta, maka pihak laki-laki harus memulangkan dua atau tiga emas ke mempelai wanita. Jadi, sebenarnya imbang antara apa yang diberikan pihak perempuan dan apa yang diberikan pihak laki-laki. Jika pihak keluarga laki-laki tidak memberikan apa-apa ke anak daro, maka bisa dikatakan pihak keluarga laki-laki ini tidak mengetahui tentang adat yang berlaku dalam tradisi bajapuik ini.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa tradisi japuik ini sebenarnya tidak perlu dipermasalahkan. Karena, menurut adatnya tradisi ini tidak merugikan pihak manapun. Yang paling penting dalam tradisi ini adalah kesepakatan antara kedua belah pihak keluarga. Uang jemputan mengandung makna yang sangat dalam yaitu rasa saling menghargai antara pihak laki-laki dan pihak perempuan. Ketika pihak laki-laki melebihi dalam mengembalikan uang jemputan, maka pihak laki-laki akan lebih dihargai. Begitu pula dengan pihak perempuan akan lebih dihargai dengan uang dan emas yang dilebihkan nilainya dari uang jemputan.