24 Awak Redaksi Narasi Terkena Perentasan, Polri Diminta Proaktif

Ilustrasi by Pixabay

Suarakampus.com- Sejumlah organisasi mendesak kepolisian untuk segera menuntaskan kasus perentasan yang dialami awak Media Narasi. Sebelumnya, Sabtu 24 September 2022 sudah ada 24 awak redaksi Narasi terkena perentasan.

Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia Sasmito Madrim mengatakan, serangan digital yang menghambat kebebasan pers tersebut harus segera diselesaikan oleh pihak Polri secara aktif. Selain itu, dirinya juga meminta Dewan Pers untuk mendesak aparat kepolisian mencari bukti, dan mengungkapkan fakta kasus peretasan terhadap Narasi.

“Kepolisian harus melakukan penyelidikan dan penyidikan secara tuntas kasus peretasan terhadap sekitar 24 awak redaksi Narasi. Pembiaran atas serangan kepada jurnalis dan perusahaan, akan semakin menguatkan pemerintah memiliki keterkaitan dengan serangan ini,” katanya dalam siaran pers, Senin (26/09).

Hal yang sama juga dilakukan pengacara publik sekaligus peneliti padaLembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Ahmad Fathanah mendesak agar kepolisian segera melakukan pemeriksaan terkait kasus yang menimpa awak redaksi Narasi. “Seharusnya mereka bisa langsung bertindak tanpa ada pelaporan,” kata Fathanah menegaskan.

Sambungnya, untuk pelaporan hukum dalam kasus Narasi pihaknya masih berkoordinasi dan melihat langkah hukum apa yang tepat. Dirinya juga tengah merujuk pada kasus peretasan situs yang dialami Tirto.id dan Tempo sebelumnya. “Dua laporan itu belum ada tindak lanjutnya (dari polisi),” tuturnya.

Kasus ini, kata Perwakilan Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ), Nenden Sekar Arum sangat menghawatirkan. Pasalnya menurut penilaiannya peretasan terhadap awak media Narasi sebagai tren yang marak belakangan terjadi saat media bersikap kritis dalam laporan jurnalistiknya. “Hal seperti ini bisa jadi teror,” tuturnya.

Sementara itu, untuk meminimalisir hal serupa terjadi lagi, Tim Reaksi Cepat Teguh Aprianto mengidentifikasi peretasan yang terjadi menggunakan pola pembajakan akun dengan mencegat One Time Password (OTP) berupa SMS.

Kata dia, kondisi ini mirip dengan aksi-aksi peretasan atau pengambilalihan akun oleh pihak lain dengan pola duplikasi SIM card. “Misal pada kasus kawan-kawan eks KPK,” ujar Teguh.

Sehingga, ia meminta jurnalis untuk selalu melakukan mitigasi dengan mengaktifkan verifikasi dua langkah atau 2 factor authentication pada aplikasi percakapan serta media sosialnya masing-masing. Untuk verifikasi dua langkah pada aplikasi WA, pengguna diminta mengaktifkan PIN alih-alih SMS. Pada akun Telegram, pengguna bisa memanfaatkan password.

“Pada medsos Facebook, Twitter, Instagram jangan gunakan SMS untuk 2FA tapi dengan menggunakan aplikasi pihak ke-tiga. Jika tidak dilakukan, maka (peretasan) bisa terus terjadi karena ada yang mengambil OTP,” katanya, (red)

Wartawan: Redaksi

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Post

Sosok Prof. Azyumardi Azra di Mata Orang Terdekat

Next Post

Sssstttt

Related Posts
Total
0
Share