Budaya Konsumtif Generasi Z dan Ambang Tertinggalnya Pasar Tradisional

Ilustrasi Anak Muda Yang Memanfaatkan Smarphone Untuk Berbelanja Online (Sumber: Pixabay)

Oleh: Rindang Sabhita Najmi

(Mahasiswa Pengembangan Masyarakat Islam, UIN Imam Bonjol Padang)

Generasi Z lahir sebagai generasi yang dikenal up to date terhadap segala hal, mulai dari penggunaan elektronik, internet, hingga social media. Gen-Z dinilai sebagai generasi dengan perilaku konsumtif yang begitu tinggi. Budaya konsumtif yang melekat pada diri Gen-z memberikan dampak positif dan negatif terhadap kehidupan sehari-hari.

Menurut pengamat digital lifestyle, Ben Soebiakto, menyatakan resiko terjadinya perilaku konsumtif disebabkan karena pengaruh peer pressure dari komunitas atau lingkaran pertemanan, lingkungan dan lainnya. Namun, sisi positifnya dari perilaku konsumtif yang disebabkan oleh Gen-Z yaitu, adanya pergerakan cepat ke arah dunia maya guna menghilangkan hambatan dan limitasi yang muncul saat berinteraksi secara fisik.

Fenomena yang terjadi dari Gen-Z adalah, ketika mereka beraksi dengan gaya dan pola hidup yang kebiasaan berbelanja secara online. Seorang anak milenial akan merasa tertekan apabila lingkungannya tidak sesuai dengan keinginannya, maka mereka akan mengikuti gaya dari lingkungannya dengan mengikuti tren berbelanja online.


Di dalam dunia bisnis, perkembangan pesat teknologi sedikit banyaknya memberikan peluang bagi pelaku usaha. Dimana e-commerce hadir di tengah-tengah generasi yang hari ini melek akan teknologi. E-commerce sendiri adalah sebuah proses penjualan dan pembelian barang secara elektronik oleh konsumen kepada produsen. Ia memfasilitasi sebuah perusahaan untuk menjual produk dan jasanya secara online.

Menurut CNN Indonesia pada tahun 2020 silam terdapat 129 juta penduduk Indonesia menggunakan layanan e-commerce dengan jumlah transaksi mencapai Rp 266 Triliun Rupiah. Survei We Are Social tahun 2021 pun menyatakan bahwa Indonesia menduduki peringkat pertama sebagai pengguna layanan e-commerce.


Kehadiran e-commerce ini sebenarnya tidak luput dari peran Gen-Z yang mempunyai karakteristik unik sebagai salah satu target pasar yang potensial dan cenderung ingin diakui keberadaannya. Gen-Z dimanfaatkan oleh para marketer dengan tujuan menaikkan keeksistensian perusahaan dengan produk atau jasa yang telah disediakannya.

Kaum milenial yang menuntut semua hal serba instan, membuat pasar tradisonal kehilangan bentuk fisik dan kemudian digantikan oleh pasar online. Hal itu dibuktikan kurangnya interaksi langsung oleh penjual dan pembeli maupun kepada produk ataupun jasa yang dibutuhkannya.

Meski banyaknya penggunaan e-commerce melalui layanan pasar online tersebut, kenyataannya ada beberapa fakta buruk yang harus ditekankan oleh kaum milenial. Banyak kasus yang ditemukan ketika menggunakan layanan tersebut, seperti kualitas barang yang tidak sesuai, pembajakan akun, penipuan oleh perusahaan, dan lain sebagainya.

Namun tidak bisa dipungkiri bahwa pasar online memberikan keunggulan-keunggulan yang tidak kita temui pada pasar tradisonal. Selain menghemat waktu, harga yang disuguhi pun jauh lebih murah ketimbang berbelanja di pasar tradisional. Belum lagi promosi-promosi yang ditawarkan membuat Gen-Z semakin tergiur sehingga berusaha mendapatkan promosi tersebut.


Lain halnya dengan beberapa Gen- Z yang lebih memanfaatkan kehadiran e-commerce dengan sangat positif. Purwandi menyatakan bahwa salah satu ciri generasi milenial adalah “connected” yang diartikan sebagai generasi yang aktif dalam penggunaan internet dan media sosial. Internet dan media sosial merupakan suatu hal yang tidak bisa dipisahkan dari generasi milenial saat ini. Pemanfaatan media sosial oleh generasi milenial dalam dunia bisnis atau peluang usaha memberikan dampak dan pengaruh yang positif.

Ide-ide bisnis dengan pemanfataan layanan internet yang bernilai jual tinggi menjadikan sebagian kaum milenial sebagai seorang influencer yang kreatif dan ekonomis. Sebagai seorang influencer, mereka dituntut mampu memberikan dan meyakinkan konsumen dengan produk ataupun jasa yang ditawarkan memiliki kualitas yang tinggi.


Layanan e-commerce yang begitu gesit dan mudah ditemukan di internet menjadikannya sebuah layanan terbanyak yang dikonsusmsi oleh generasi milenial saat ini. Sehingga kehadiran e-commerce pun menuai pro kontra di beberapa kalangan masyarakat.

Lalu bagaimana nasib dari pasar tradisional saat ini ? Menurut laporan Redseer, Gross Marketing Value (GMV) e-commerce di Indonesia mengakibatkan kegiatan jual beli pada pasar tradisional menurun drastis menjadi 30 persen dari sebelumnya sebanyak 52 persen. Hal ini menunjukkan bahwa e-commerce menjadikan pasar tradisional mengalami penurunan jumlah pembeli secara drastis. Hal ini pun tidak menutup kemungkinan bahwa perilaku ini disebabkan kaum milenial yang begitu antusias menggunakan layanan e-commerce.

Hal ini pun memberikan pengaruh terhadap perdagangan tradisional, seperti menurunnya kegiatan ekonomi di pasar tradisional yang disebabkan oleh banyaknya e-commerce yang muncul dengan berbagai jenis dan nama. Sehingga kecenderungan masyarakat yang lebih banyak menggunakan e-commerce sebagai layanan berbelanja online ketimbang berbelanja secara langsung di pasar tradisonal.

Ada banyak tantangan usaha pasar tradisional di Era sosial media, seperti keinginan atau kebutuhan para konsumen yang berubah-ubah sehingga menuntut pelaku bisnis untuk lebih kreatif menghasilkan sesuatu. Tingginya angka persaingan membuat para penjual harus beradaptasi dengan cepat dengan teknologi sehingga bisa membuka peluang bisnis tanpa batas ruang, juga pengenalan produk dengan memberikan testimoni agar konsumen lebih yakin terhadap produk yang ditawarkan.

Selain itu, efek yang ditimbulkan dengan adanya e-commerce pada proses bisnis dari pelaku usaha pasar tradisional adalah memenuhi kebutuhan konsumen yang mudah berubah dan cenderung serba instan. Dengan e-commerce pelaku usaha tradisional bisa memasarkan produknya lebih luas dengan pemanfaatan layanan tersebut.

E-commerce pun dianggap sebagai sebuah layanan yang mudah, karena transaksinya pun jauh lebih gampang dan hemat waktu dibandingkan transaksi pada pasar tradisional. Maka dari itu setiap pelaku usaha harus mampu memanfaatkan berbagai layanan yang bisa meningkatkan nilai jual terhadap produk yang di pasarkan.

Padang, 09 Februari 2023

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Post

Menteri Pendidikan Arab Saudi Bakal Kunjungi UIN IB, WR III Adakan Pertemuan

Next Post

HPN 2023, Informasi Hoax Media Pers Perlu Dibenahi

Related Posts
Total
0
Share