Suarakampus.com- Proses penjaringan bakal calon ketua Senat di Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama (FUSA) UIN Imam Bonjol Padang dinilai melanggar SK Dirjen Pendis Nomor 4961 tahun 2016 tentang Organisasi Mahasiswa (Ormawa) pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI). Salah satu ketentuan SK Dirjen Pendis itu mengatur ihwal persyaratan pencalonan ketua organisasi mahasiswa.
Salah satu ketentuan yang diatur dalam SK tersebut adalah ihwal syarat menjadi ketua Ormawa. Dalam poin I nomor 1 aturan itu tercantum salah satu persyaratan menjadi Ketua Senat yakni mahasiswa semester lima hingga semester tujuh.
Namun demikian, berdasarkan dokumen yang diperoleh suarakampus.com, panitia penyelenggara Musyawarah Senat Mahasiswa (Musema) FUSA hanya membuka pendaftaran bagi mahasiswa semester tujuh.
Salah seorang mahasiswa FUSA yang tidak ingin namanya disebutkan menilai pelaksanaan Musema tidak terbuka dan diskriminatif terhadap mahasiswa semester lima. “Tidak ada transparansi antara ketua penyelenggara Musema dengan anggota,” kata dia.
Ia mengatakan, alasan panitia Musema menetapkan persyaratan tersebut karena menilai mahasiswa semester lima tidak berpengalaman memimpin Senat. Kata dia, alasan tersebut merupakan bentuk politik transaksional antara panita dan calon yang mengajukan diri.
Ia menilai hal tersebut tidak etis lantaran Sema FUSA telah vakum sejak 2016. Sementara mahasiswa semester tujuh merupakan angkatan 2018. “Pengalaman tidak bisa dijadikan patokan, karena sama-sama tidak pernah mengurus Sema ataupun Dema. Ini menyalahi aturan. Belum tentu mahasiswa semester tujuh lebih berpengalaman,” katanya.
Sebelum persyaratan pendaftaran ketua Senat itu ditetapkan, dia mengatakan Himpunan Mahasiswa Prodi (HMP) se-FUSA melakukan audiensi dengan panitia penyelenggara Musema. Namun, masukan dari HMP tidak diterima oleh panitia.
“Persyaratan pencalonan tidak merujuk pada SK Dirjen Pendis ataupun SK Rektor dan tidak mendapatkan persetujuan dari ketua HMP se-fakultas,” kata dia.
Mahasiswa Prodi IAT, Muhammad Yusri merasa dirugikan oleh peraturan yang ditetapkan panita Musema tersebut. “Saya memenuhi syarat untuk maju sebagai calon, tapi semester menjadikan tolok ukur pemilihannya,” ucap dia.
Suarakampus.com turut mengklarifikasi persoalan ini kepada pihak panita Musema, Rahbi. Namun ia tidak memberi jawaban. Kami juga telah berupaya menelpon pihak terkait berulang kali, tapi tidak digubris.
Menanggapi hal ini, Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan dan Kerja sama FUSA, Eliana mengatakan pihaknya telah mengarahkan penyelenggaraan acara sesuai dengan SK Dirjen Pendis. Katanya, tidak ada larangan mahasiswa semester lima menjadi ketua Sema.
“Saya telah membimbing penyelenggaraan acara sesuai dengan regulasi yang telah ada,” katanya.
Kendati demikian, ia menjelaskan ketua pemilihan diberikan wewenang untuk menciptakan situasi yang kondusif selama penyelenggaraan acara. “Sejauh ini penyelenggaraan acara berjalan dengan lancar,” katanya.
Eliana menuturkan Musema tersebut merupakan langkah awal yang dilakukan untuk mengaktifkan kembali lembaga mahasiswa di FUSA. “Kita harus segera membentuk Sema, semoga Musema ini dapat menghidupkan kembali lembaga mahasiswa yang telah lama mati,” harapnya.(Red)
Wartawan : Firga Ries Afdalia
Mohon di perbaiki itu berita karna tahun 2017 sampai 2019 SEMA FUSA ada yang menjabat. Terima kasih
Terima kasih telah menanggapi, Buyuang. vakum artinya bukan berarti kosong jabatan. ada yang menjabat, tapi tersendat. Informasi ini kami dapat dari narasumber. Bukan pernyataan redaksi.
Siapa yang bilang kalau dari tahun 2016 SEMA FUSA Fakum?
Membuat berita tolong yang benar jangan mengada”.
Halo Buyuang. terima kasih telah menanggapi pemberitaan kami. Sebelumnya pernyataan tersebut dikeluarkan oleh narasumber. Kami juga telah mengonfirmasi ke beberapa pihak, dan jawabannya sama. Jika Anda berkenan, silakan tulis surat/atau argumen soal status Sema-F dari 2016-2019. Kami tidak mengada-ngada. Anda bisa lihat kalau itu adalah pernyataan dari narasumber.
Salam!