Celana Abu Memudar

(Sumber: Aryansyah/suarakampus.com)

Oleh: Aryansyah Prasetya

(Mahasiswa Manajemen Bisnis Syariah UIN IB)

Di SMAN 1 Margaasih, ada beberapa siswa yang seolah tak terpisahkan. Namun, saya sendiri memilih untuk memisahkan diri dari teman-teman saya karena harus melanjutkan kuliah di luar kota. Di antara teman-teman saya, ada Raihan, Dimas, dan Bagas. Kami mulai berteman di kelas sebelas karena di kelas sepuluh kami belum saling mengenal. Saat itu, kami belajar secara daring akibat pandemi COVID-19 yang melanda dunia, termasuk sekolah kami.

Sebenarnya, teman saya di SMA bukan hanya mereka saja. Namun, yang saya anggap sebagai sahabat hanyalah mereka bertiga. Awal pertemuan saya dengan teman-teman ini berawal dari perkenalan dengan Dimas. Sebelum masuk SMA, saya dan Dimas bersekolah di SMP yang sama. Kami kemudian bertemu lagi di kelas 11 SMA. Meskipun tidak sekelas, hubungan kami tetap dekat. Solidaritas kami pun tidak perlu diragukan lagi. Saat itu, saya dan Dimas berada di kelas MIPA 4, sementara Bagas di MIPA 2, dan Raihan di IPS 3.

Di awal pertemanan kami, kami sering pergi duduk di warung dekat sekolah. Di situlah awal mula kami saling mengenal lebih dekat. Saat itu, lingkaran pertemanan saya juga semakin luas, meskipun banyak dari mereka berasal dari kelas IPS. Namun, kami tidak pernah membeda-bedakan satu sama lain, baik yang dari IPS maupun IPA.

Yang membuat kami tidak terpisahkan adalah kebiasaan kami sering keluar kelas. Meskipun ada guru di dalam kelas, kami memilih untuk keluar, tergantung pada guru yang mengajar. Biasanya, saya dan Dimas keluar kelas saat pelajaran fisika. Alasannya bukan hanya karena pelajaran tersebut sulit, tetapi juga karena kami tidak menyukai gurunya. Setiap kali guru itu mengajar, kami sering dibuat mengantuk di kelas. Sebenarnya, saya tertarik dengan pelajaran fisika. Namun, gurunya jarang masuk, dan ketika masuk, ia tidak mengajarkan fisika dengan baik. Alih-alih mengajar, ia lebih sering bercerita hal-hal yang membuat siswa-siswinya mengantuk. Bahkan, bapak guru itu memperbolehkan kami tidur di kelas.

Biasanya, kami bolos ke kantin atau masjid. Setelah pulang sekolah, kami juga tidak langsung pulang ke rumah masing-masing, melainkan duduk-duduk dulu di warung sekitar sekolah. Warung itu kami beri nama “Wakden” karena pemiliknya bernama Pak Aden. Sepulang sekolah, kami terbiasa pergi ke Wakden dan menghabiskan waktu hingga sore. Di sana, kami selalu berbagi sama rata. Pemilik warungnya, Pak Aden, sangat baik kepada kami. Meskipun kami tidak pernah berhutang, Pak Aden sering memberikan gorengan gratis jika hari sudah mulai malam. Oh ya, kami tidak duduk di Wakden dari pulang sekolah sampai malam. Biasanya, setelah sholat Isya, kami kembali ke Wakden untuk sekadar nongkrong.

Jadi, Arya dan Dimas lebih sering bergabung dengan anak-anak IPS daripada dengan anak-anak MIPA. Alasannya, kebanyakan siswa MIPA di SMA kami cenderung pendiam. Meskipun ada beberapa yang gaul, mereka terbilang cukup nakal dan sulit diajak berteman.

Ketika ada acara festival di sekolah kami, kami tampil dan berhasil mencuri perhatian semua orang. Melalui penampilan musik, kami memberikan yang terbaik dan meraih tepuk tangan meriah dari penonton. Kemenangan itu bukan hanya milik kami sebagai individu, tetapi juga sebagai tim yang solid dan penuh keragaman. Persahabatan kami terus berkembang, menginspirasi teman-teman sekolah untuk menghargai keberagaman dan bekerja sama meraih tujuan bersama.

Ketika ada acara festival di sekolah kami, kami tampil dan berhasil mencuri perhatian semua orang. Melalui penampilan musik, kami memberikan yang terbaik dan meraih tepuk tangan meriah dari penonton. Kemenangan itu bukan hanya milik kami sebagai individu, tetapi juga sebagai tim yang solid dan penuh keragaman. Persahabatan kami terus berkembang, menginspirasi teman-teman sekolah untuk menghargai keberagaman dan bekerja sama meraih tujuan bersama.

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Post

Februari Mengabur Senja

Next Post

Abadi dalam Aksara

Related Posts

Manusia

Oleh: Nailul Rahmi(Mahasiswi Prodi Tadris Matematika UIN IB Padang) ManusiaMakhluk terindah ciptaan TuhanYang lekat dengan kekuranganYang jauh dari…
Selengkapnya
Total
0
Share