Oleh: Verlandi Putra
(Mahasiswa Program Studi Tadris Bahasa Inggris UIN IB)
Lelaki berkhotbah di atas mimbar
Mengurai syariat bagai penguasa
Tangan menunjuk menuntut sabar
Sebab poligami jalan ke surga
Bibir bergetar menata dalil
Menjunjung ayat serupa mahkota
Namun tatkala istri menggigil
Dibilang kufur berbalut cela
Kain dihias seribu petuah
“Lelaki berhak menjalankan sunnah”
Namun bila istri meminta cerai
“Durhaka kau! Tak tahu arah”
Siapa menakar siapa menilai
Jika dua perkara diperbolehkan
Namun lelaki memetik semaunya
Dan perempuan dicekik aturan
Jika poligami disebut ibadah
Haruskah tangis menjadi saksi
Jika cerai dikata aib nista
Mengapa syariat turut merestui
Mulut berbuih menjunjung hukum
Namun hukum terpilih dengan sesat
Satu disulam dalam ketenangan
Satu diikat di ranah sesat
Jika suami membawa perempuan
Dikatakan taat pada syariat
Namun bila istri pergi berjalan
Dituduh kufur tanpa rahmat
Mereka berkata ini ujian
Untuk perempuan berhati baja
Namun tatkala lelaki diuji
Katanya wanita harus terima
Adil katanya di atas tinta
Namun di lidah penuh bias
Lelaki menakar suka semata
Dan perempuan tertinggal di batas
Bukan ayat yang dipermainkan
Bukan syariat yang diselewengkan
Namun nafsu berbalut iman
Dihias suci seakan ajaran
Dalil diucap untuk pembelaan
Namun hanya satu sisi terang
Lalu perempuan diminta diam
Mengunyah luka menahan pedang
Sungguh indah segala syariat
Jika nafsu tak mengatur suara
Jika hukum tak berat sebelah
Dan tak dipilih yang menguntungkan saja
Namun biarlah dunia menilai
Kelak sejarah yang berbicara
Siapa yang benar-benar taat
Dan siapa yang bersembunyi di balik kata