Filsafat Politik dan Kotak Pandora Abad ke-21

Judul buku: Filsafat Politik dan Kotak Pandora Abad ke-21
Penulis: Budiono Kusumohamidjojo
Genre: Ilmiah
Penerbit: Yrama Widya
Tanggal Terbit: Agustus 2020
Jumlah halaman: 390 halaman
ISBN: 978-623-205-209-3
Resensiator: Hary Elta Pratama

Buku yang berjudul Filsafat Politik dan Kotak Pandora Abad ke-21 ini merupakan edisi kedua dari pembahasan soal substansi politik dan konteksnya terhadap perkembangan zaman karangan Budiono Kusumohamidjojo. Buku ini merupakan kelanjutan dari edisi pertamanya yang lebih menfokuskan kepada refleksi politik tanpa dipengaruhi stereotip ideologis maupun prasangka non-rasional.

Buku yang terdiri dari 11 bab pembahasan ini hendak menjelaskan substansi yang sedalam-dalamnya dari politik dalam konteks zaman yang semakin sarat, dengan ketidakpastian dan kontradiksi. Manusia dengan berbagai keberagamannya berupaya membangun kehidupan bersama yang seimbang dan memelihara harmoni yang berkelanjutan di antara berbagai kepentingan manusia, yang kompleks dan sering kali diametral.

Pada bagian pendahuluan, pembaca diarahkan kepada orientasi mengenai definisi dari filsafat dan politik yang saling terkait. Sehingga memperoleh wacana teori politik disebabkan oleh dua faktor yaitu teori politik secara bidang studi jauh dari kehidupan sehari-hari, tetapi selalu potensial berimbas dalam keseharian orang banyak.

Dari teori politik yang dilahirkan tawaran kerangka besar untuk menyelenggarakan politik dalam keseharian orang banyak. Buku ini menampilkan subjektivitas dari pelaku politik yaitu manusia. Manusia secara konseptual dan aksentuasi merupakan pelaku politik yang terorganisasi secara kompleksitas sehingga dari pemberdayaan tersebut lahirlah warga negara yang secara terpilih, dapat menonjolkan sisi mutu politiknya di khalayak banyak.

Hal itu juga berkesinambungan terhadap waktu dulu yang terarah saat Aristokrat, Klerus dan melahirkan para filosof sehingga tidak mengherankan kenapa pergejolakan saat revolusi industri memunculkan pers dan partai politik, serta pada ujung ceritanya imbas dari semua itu adalah civil society.

Negara sebagai wadah kekuasaan yang berdaulat dan memiliki tatanan hukum tertentu mengekspresikan tujuan bersamanya secara konstitutif dalam rangka evolusi paradigma negara. Konseptual negara yang lebih akuntabel bisa menjawab tentang faktor konstitutif dan relevansi negara abad ke-21, kerap kali sarat dengan kemelut sosial dan pertarungan kekuasaan untuk memperebutkan mekanisme menuju kehidupan yang lebih baik.

Buku ini juga memberikan bandingan tentang hakikat kekuasaan, kekuatan dan kekerasan. Politik yang sesungguhnya cuma relevan dengan kekuasaan yang bersifat memaksa dan diwujudkan sebagai tindakan alternatif terhadap kekuasaan bukanlah kekuatan yang tidak berdaya, terhadap kekuasaan melainkan kekuatan. Bukan hanya soal legalitas dan legitimitas kekuasaan, akan tetapi juga menggali soal kekuasaan dan moral suatu negara yang dibatasi oleh hukum serta mengindikasikan penanggungjawaban terhadap kepemimpinan suatu negara.

Dalam wacana sejarah dunia, aktualisasi baru dalam kehidupan sosial-politik pada awal abad ke-20 mengonsepkan kerangka filsafat antara Utopia, Ideologi dan Realisme yang justru memperlihatkan inkongruensi antara ideologi dan utopia disatu sisi, dengan kenyataan yang ada. “Sekarang dan di sini,” di sisi lain. Kemudian pandangan ideal mengenai negara, realisme politik memandang kehidupan bersama itu pada akhirnya tunduk kepada kaidah-kaidah objektif yang berakar dalam watak manusia.

Dari pikiran utopis yang telah mengalami reifikasi sebagai ideologi berlangsung dalam abad ke-19 dan abad ke-20 sehingga munculah ideologi yang berpengaruh di dunia dalam perkembangan historinya seperti: liberalisme, libertarianisme, konservatisme, utilitarianisme, nasionalisme, sosialisme, marxisme, komunitarian, fasisme, pancasila dan lainnya.

Akhir abad ke-18, sistem politik tersebut memperlihatkan tanda-tanda besar menuju pembakuan paradigma konstitusional sebagai bentuk dan cara penyelenggaraan pemerintah yang baik dalam sejarah. Seiring waktu, mulai abad ke-20 istilah “konstitusi” menjadi jimat yang meraup keuntungan penggunaannya bagi bermacam tujuan.

Pada akhirnya, pada abad ke-21 konstitusi lebih menekankan tugas kepada yang memerintah untuk tidak saja menghormati hak hidup dan martabat rakyat sebagai kolektif maupun sebagai individu. Namun, juga menggunakan kekayaan negara untuk menyelenggarakan kehidupan yang lebih baik ketimbang kehidupan dalam abad-abad yang lalu.

Dalam perkembangan sistem politik selanjutnya, penerapan konsep representasi saja dalam demokrasi modern belumlah cukup untuk mencegah disalahgunakannya kekuasaan pemerintahan. Kombinasi pemerintahan dapat diamati dalam dua kecendrungan besar, yang pertama bentuk pemerintahan yang melibatkan rakyat (demokratis) dan bentuk pemerintahan, yang tidak melibatkan rakyat (otoriter).

Perdebatan dalam politik maupun filsafat masih belum menemukan ujung pangkalnya, apalagi mengenai Hak Asasi Manusia (HAM). Jika manusia adalah realitas maka HAM adalah suatu konsep yang sarat nilai dan karenanya bisa saja tidak niscaya merupakan suatu realitas. Dan akhirnya pada awal abad ke-21 perjuangan untuk menegakkan hak asasi manusia sebagai realitas malahan menjadi semakin kontroversial.

Bukan hanya soal sistem politik tetapi buku ini juga menampilkan kepentingan politik khususnya pada abad ke-21. Dapat dirumuskan dalam suatu kerangka pendekatan yang bersegi tiga di antaranya manusia sendiri, alam yang dihadapinya, dan kebudayaan yang dihasilkannya sebagai siasat untuk mengurus dirinya maupun alam yang dihadapinya.

Dalam penutupannya, buku ini menggambarkan isu-isu globalisasi dari awalnya sampai dengan tata dunia selanjutnya. Abad ke-21 sebagai kerangka pengamatan menampakkan bahwa revolusi sains dan teknologi telah membuat perbatasan kekuasaan negara itu dirembesi oleh arus barang, gagasan, sistem-sistem, elemen-elemen kebudayaan dan teror yang dipertukarkan secara global. Kekuatan anti-globalisasi mungkin akan menuntut bagian kekuasaan yang lebih besar dalam tata dunia yang selama ini ditentukan oleh kekuatan-kekuatan kapitalis, sejak berakhirnya perang dunia dua pada tahun 1945.

Buku ini membawa arah pandangan kita bahwa relevansi antara cara berfikir (filsafat) dengan pengaturan sistem kekuasaan (politik) harus saling berkesinambungan dan adanya penyetaraan dengan segala macam riuh piuh pada era globalisasi sekarang ini. Pembahasan mengenai sub babnya juga saling berkorelasi antara satu sama lainnya sehingga membuat pembaca untuk berhenti atau bosan untuk membacanya.

Cover bukunya juga didesain sangat simple tetapi tidak meninggalkan unsur estetika keindahan didalamnya dan dibawakan dengan nuansa ketenangan. Sehingga pembaca bisa berfikir jernih ketika saat membaca atau memahaminya.

Namun, bagi yang pembaca yang masih awal-awal untuk membaca buku sekitar filsafat ataupun politik mungkin untuk memahami beberapa diksi katanya barangkali agak sulit karena di dalamnya terdapat istilah-istilah politik ataupun istilah-istilah ilmiah yang membuat buku ini sangat kaya akan kandungan penguatan keilmiahan sebuah buku.

Selain itu, pembaca harus lebih fokus terhadap substansi pemahaman yang hendak disampaikan di dalam buku tersebut, karena kalau sekali kita tidak paham akan wacananya maka untuk pembahasan selanjutnya mungkin akan sulit untuk menguraikannya.

Walaupun demikian, secara keseluruhan buku ini sangat bermanfaat dalam bekal akademisi dan pengembangan pola pikir. Lebih membuka cakrawala dan pandangan bahwa hal yang justru kita abaikan selama ini, justru menjadi bumerang tersendiri dalam menangani gejolak yang terjadi pada abad ke-21, dalam konsepsi ruang lingkup filsafat politik.

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Post

Menuntut Keadilan Buruh Perempuan

Next Post

Mimpi yang Tak Akan Jadi Kenangan

Related Posts
Total
0
Share