Suarakampus.com- Kampus sejatinya bebas mengeluarkan pendapat yang mengkritik pemerintah atau siapa pun, namun tidak terealisasikan dengan baik. Untuk menilik keadaan demokrasi di kampus, Nalar Tv menghelat diskusi virtual bertema Kampus Merdeka: Kritis Kok Ga Boleh.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati memandang kualitas demokrasi di Indonesia alami penurunan. “Setiap tahunnya, setiap kali indeks demokrasi diterbitkan, Indonesia selalu mendapati penurunan,” ujarnya, Kamis (01/07).
Ia mengungkapkan kemerosotan demokrasi juga diperparah dengan adanya penangkapan warga sipil, mahasiswa atau aktivis oleh pihak-pihak berwajib. Karena dinilai anarkis, padahal yang dilakukan adalah bentuk penyampaian kritik kepada pemerintah.
“Kita bisa ambil contoh dari kasus terdekat, seperti demo omnibus law,” ungkapnya.
Proyek kampus merdeka dan tuntutan pemeritah agar masyarakat berani mengkritiknya, dalam pratiknya tidak sejalan menurut Koordinator Pusat Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM-SI), Wahyu Suryono Pratama. Karena pemerintah berusaha membubarkan aksi demo masyarakat sipil.
“Kita melihat masyarakat sudah mengantongi instrumen perlawanan terhadap pemerintah, namun tetap tidak dapat menyampaikannya karena dibubarkan aparat kepolisian,” ucapnya.
Wahyu Suryono mengatakan masyarakat juga terpolarisasi oleh pemerintah, sehingga sulit bersatu untuk menyampaikan kritik. “Kalau hari buruh yang boleh demo hanya buruh, begitu juga hari guru, jadi seakan-akan masyarakat sipil tidak boleh bersuara,” katanya.
Ketika ditanya bagaimana kondisi mahasiswa, ia menjelaskan mahasiswa dalam keadaan yang resah terhadap pemerintah. “Beberapa teman-teman hari ini juga sedang turun ke jalan menyuarakan keresahannya,” jelasnya.
Sementara itu, Dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Herlambang Perdana Wiratraman menilai dunia kampus tidak pernah steril dari kendali kekuasaan. Pasalnya kampus berelasi dengan produksi pengetahuan, yang berfungsi sebagai simbol dan material untuk melegitimasi kekuasaan.
“Jadi di kampus relasi kekuasaan bekerja, sehingga organ kekuasaan mudah ditemui,” pandangnya.
Lanjutnya, dunia kampus juga dilema dalam memposisikan dirinya, yang seharusnya kampus harus bersifat terbuka dan terjamin kebebasannya dalam menyampaikan pendapat. “Saya berharap kampus tidak terlibat dengan konflik kepentingan,” harapnya. (ulf)
Wartawan: Randa Bima Asra (Mg)