Suarakampus.com- Pada hari pertama Pengenalan Budaya Akademik Kemahasiswaan (PBAK), UIN Imam Bonjol Padang membekali mahasiswa baru dengan pembahasan moderasi beragama. Dalam kesempatan ini, moderasi beragama disebut dapat mencegah konflik, radikalisme dan menciptakan kedamaian dalam negara.
“Sebab moderasi beragama dapat menciptakan iklim kondusif di tengah masyarakat tanpa adanya pertikaian akibat perbedaan latar belakang,” sebut Kepala Seksi Kemahasiswaan Direktoran Jenderal Pendidikan Islam (Ditjen Pendis), Amiruddin Kuba, Senin (16/08).
Kendati demikian, berdasarkan penilitian dari UIN Syarif Hidayatullah terkait peta opini radikalisme pelajar, Provinsi Nanggroe Aceh Darusallam dan Sumatra Barat dikategorikan sebagai daerah yang most intoleran (paling tidak intoleran). “Sedangkan Provinsi Jakarta dan Jambi masuk kategori daerah intoleran,” katanya.
Amiruddin juga mengungkapkan dunia pendidikan berpotensi menjadi tempat berkembangnya radikalisme. “Temuan lainnya juga menyebutkan bahwa 39% mahasiswa tertarik untuk masuk organisasi radikal yang mengancam ideologi negara,” ucapnya.
“Selain itu, generasi muda (Gen-Z) juga mudah terprovokasi lantaran sering mengakses dan mendapatkan informasi di media sosial,” pungkasnya.
Untuk itu, ia mengajak setiap mahasiswa untuk menjadi agen pengawal tegaknya moderasi beragama dan berani keluar dari kelompok radikalisme. Hal tersebut bisa dilakukan dengan menjadi mahasiswa yang berprestasi, ataupun tidak mudah termakan isu-isu tidak benar.
“Mahasiswa Islam mesti kritis dan serius belajar dari ahli maupun sumber yang otoritatif,” sambung Amiruddin.
Adanya pendidikan agama di setiap Universitas Islam, kata Amiruddin, diharapkan menjadi alat untuk mencegah radikalisme. “Sedang di Kemenag sendiri, moderasi beragama menjadi proyek jangka panjang. Semoga pemahaman ini menjadi manfaat bagi kita semua,” tutupnya.
Wartawan: Nada Andini (Mg), Randa Bima Asra (Mg)