Oleh: Hary Elta Pratama
Mahasiswa Hukum Ekonomi Syari’ah UIN Imam Bonjol Padang
Penyebaran virus Corona atau yang lebih dikenal dengan istilah Covid-19 sejak tahun 2019 lalu sangat memiliki dampak yang signifikan di dalam berbagai aspek kehidupan. Baik dari segi fisik ataupun luar diri seseorang seperti bidang ekonomi, sosial, agama, politik, dan sebagainya. Dari segi psikologis atau dalam diri seseorang seperti stres, depresi, penurunan kualitas mental, dan lainnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa virus tersebut menuntut kita merubah pola hidup yang selama ini biasa dilakukan menjadi sebuah kebiasaan yang terpaksa dilaksanakan.
Berbagai upaya juga sudah dilakukan oleh pihak pemerintah melalui beberapa kebijakan yang telah diterapkan seperti penerapan 3M (memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak), sosial distancing, sosialisasi akan perubahan di masa pandemi, pola hidup yang direvisi sampai pada akhirnya penerapan PSBB (pembatasan sosial berskala besar) demi pemutusan rantai penularan Covid-19. Terlepas daripada itu vaksinasi juga sudah didistribusikan ke Indonesia dari tanggal 6 Desember 2020 yang mana sampai sekarang masih dalam proses pemberlakuan bagi beberapa pihak terkait yang akan divaksinasi.
Jika dianalisis dalam berbagai data dan melihat akan kebijakan dari pemerintah, agaknya pemberlakuan pembatasan sosial yang diadakan pemerintah nampaknya tidak juga mengalami sebuah perubahan besar sebagai upaya penurunan angka Covid-19 di Indonesia, kenapa? Karena kalau kita amati secara seksama dari awal pemberlakuan PSBB yang dimulai sejak tanggal 10 April 2020 sampai sekarang, penerapan PPKM (pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat) dengan rentetan format kebijakan dari PSBB, PSBB transisi, PSBB ketat, PSBM, PPKM, dan sampailah pada PPKM mikro. Gonta ganti kebijakan terus terjadi tanpa memiliki arah yang jelas akan penanganan virus ini.
Alih-alih dengan banyaknya ide akan penerapan kebijakan penanganan Covid-19 ini, kedisiplinan masyarakat dengan hal tersebut juga sudah tidak terlihat. Bahkan sebagian masyarakat tidak lagi memperdulikan terhadap penyebaran virus ini. Mereka lebih bergerak dan fokus soal perbaikan perekonomian akibat datangnya virus corona beserta penerapan yang dibuat akan kegiatan masyarakat. Masyarakat kita sekarang ini tidak lagi bersungguh-sungguh dan tidak peduli dengan masalah ini walaupun berita terhadap peningkatan angka terjangkit positif Covid-19 semakin menjadi-jadi, akan tetapi masalah tersebut tidak lagi menjadi bahan pembicaraan dan kedisiplinan yang diterapkan.
Ketidakpedulian tersebut juga ditambah dengan berbagai isu tentang politisasi akan semua elemen pembagian kekuasaan dalam pemerintah sehingga virus corona ini hanya dianggap sebagai masalah yang tidak akan berujung penyelesaiannya walaupun secara langsung kita semua sangat kesusahan dan tidak tahan akan kehidupan normal yang semula telah dijalankan. Selanjutnya keegoisan masyarakat serta ketidaktegasan pemerintah menjalankan peraturannya juga sudah membuat berbagai stigmasi bahwa virus corona hanyalah virus yang dirancang, bukanlah virus yang tidak sengaja datang begitu saja.
Berbagai kelonggaran juga sudah dilakukan di berbagai daerah karena melihat dan menganggap bahwa dalam lingkup daerahnya masing-masing virus ini tidak tersebar dan minimnya positif terjangkit Covid-19. Hal demikian terjadi bukan tanpa alasan, pola kebiasaan yang sekarang ini dilakukan harus segera dihentikan demi sebuah perbaikan dan kemajuan kesejahteraan masyarakat. Semua orang juga akan berpikir dan terus produktif demi tujuan yang lebih daripada masih berada di zona yang tidak menguntungkan bahkan tidak menjadi pusat perhatian lagi.
Kontradiksi dan perkara soal pandemi telah melahirkan sebuah kerumitan bagi berbagai pihak dan menciptakan kesenjangan di antara masyarakat. Komplikasi masalah telah bercampur dengan ketidakacuhan yang berboncengan dengan tatanan yang kerap kali gamblang dalam menyelesaikan persoalan. Tidak ada lagi yang bisa diperbuat dan diperkuat selain berdo’a dan menunggu angin reda akan penghilangan virus corona. Kalau dicermati virus mematikan ini bukan saja menghilangkan nyawa seseorang, akan tetapi juga meruntuhkan kekuatan dari sistem politik Indonesia. Ketidakcakapan kebijakan membuat kualitas dari pembuat putusan jadi semakin pudar di mata masyarakat. Masyarakat kita menginginkan pergerakan yang cepat dan tepat dalam kondisi sekarang ini, tetapi harapan seperti itu hanya sebuah paradoks yang tidak akan henti-hentinya mendustakan tekad warga. Bukan soal penguatan aturan akan tetapi perihal transfigurasi yang terarah, sesuai target, dan kemakmuran bersama.
Disaat negara lain lebih dulu mengatasi penyebaran virus Covid-19, kita masih saja terlambat akan penanganan yang dilakukan. Respon yang cepat dan tindakan yang tepat sasaran menjadi poin penting untuk pembelajaran selanjutnya bagi kita bersama. Istilah mencegah lebih baik dari mengobati sepertinya cocok sekali dengan kejadian saat ini bahwa kita sekarang di samping memiliki banyak penduduk yang harus dibenahi, juga harus bertindak akurat dan mengoptimalkan kinerja demi kemajuan dan tujuan bersama. Kokoh dalam konstruktif pengayoman bersama serta antusias akan semangat perubahan menjadi entitas yang harus konfrontasi sekaligus diperjuangkan semua orang. Bukan hanya kritikan dan hujatan kebencian, tetapi ide gagasan yang kreatif juga harus dikembangkan oleh semua kalangan demi kedamaian yang selaras dengan cita-cita bangsa.
Penyebaran virus Corona atau yang lebih dikenal dengan istilah Covid-19 sejak tahun 2019 lalu sangat memiliki dampak yang signifikan di dalam berbagai aspek kehidupan. Baik dari segi fisik atau pun luar diri seseorang seperti bidang ekonomi, sosial, agama, politik, dan sebagainya. Dari segi psikologis atau dalam diri seseorang seperti stres, depresi, penurunan kualitas mental, dan lainnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa virus tersebut menuntut kita merubah pola hidup yang selama ini biasa dilakukan menjadi sebuah kebiasaan yang terpaksa dilaksanakan.
Berbagai upaya juga sudah dilakukan oleh pihak pemerintah melalui beberapa kebijakan yang telah diterapkan seperti penerapan 3M (memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak), sosial distancing, sosialisasi akan perubahan di masa pandemi, pola hidup yang direvisi sampai pada akhirnya penerapan PSBB (pembatasan sosial berskala besar) demi pemutusan rantai penularan Covid-19. Terlepas daripada itu vaksinasi juga sudah didistribusikan ke Indonesia dari tanggal 6 Desember 2020 yang mana sampai sekarang masih dalam proses pemberlakuan bagi beberapa pihak terkait yang akan divaksinasi.
Jika dianalisis dalam berbagai data dan melihat akan kebijakan dari pemerintah, agaknya pemberlakuan pembatasan sosial yang diadakan pemerintah nampaknya tidak juga mengalami sebuah perubahan besar sebagai upaya penurunan angka Covid-19 di Indonesia, kenapa? Karena kalau kita amati secara seksama dari awal pemberlakuan PSBB yang dimulai sejak tanggal 10 April 2020 sampai sekarang, penerapan PPKM (pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat) dengan rentetan format kebijakan dari PSBB, PSBB transisi, PSBB ketat, PSBM, PPKM, dan sampailah pada PPKM mikro. Gonta ganti kebijakan terus terjadi tanpa memiliki arah yang jelas akan penanganan virus ini.
Alih-alih dengan banyaknya ide akan penerapan kebijakan penanganan Covid-19 ini, kedisiplinan masyarakat dengan hal tersebut juga sudah tidak terlihat. Bahkan sebagian masyarakat tidak lagi memperdulikan terhadap penyebaran virus ini. Mereka lebih bergerak dan fokus soal perbaikan perekonomian akibat datangnya virus corona beserta penerapan yang dibuat akan kegiatan masyarakat. Masyarakat kita sekarang ini tidak lagi bersungguh-sungguh dan tidak peduli dengan masalah ini walaupun berita terhadap peningkatan angka terjangkit positif Covid-19 semakin menjadi-jadi, akan tetapi masalah tersebut tidak lagi menjadi bahan pembicaraan dan kedisiplinan yang diterapkan.
Ketidakpedulian tersebut juga ditambah dengan berbagai isu tentang politisasi akan semua elemen pembagian kekuasaan dalam pemerintah sehingga virus corona ini hanya dianggap sebagai masalah yang tidak akan berujung penyelesaiannya walaupun secara langsung kita semua sangat kesusahan dan tidak tahan akan kehidupan normal yang semula telah dijalankan. Selanjutnya keegoisan masyarakat serta ketidaktegasan pemerintah menjalankan peraturannya juga sudah membuat berbagai stigmasi bahwa virus corona hanyalah virus yang dirancang, bukanlah virus yang tidak sengaja datang begitu saja.
Berbagai kelonggaran juga sudah dilakukan di berbagai daerah karena melihat dan menganggap bahwa dalam lingkup daerahnya masing-masing virus ini tidak tersebar dan minimnya positif terjangkit Covid-19. Hal demikian terjadi bukan tanpa alasan, pola kebiasaan yang sekarang ini dilakukan harus segera dihentikan demi sebuah perbaikan dan kemajuan kesejahteraan masyarakat. Semua orang juga akan berpikir dan terus produktif demi tujuan yang lebih daripada masih berada di zona yang tidak menguntungkan bahkan tidak menjadi pusat perhatian lagi.
Kontradiksi dan perkara soal pandemi telah melahirkan sebuah kerumitan bagi berbagai pihak dan menciptakan kesenjangan di antara masyarakat. Komplikasi masalah telah bercampur dengan ketidakacuhan yang berboncengan dengan tatanan yang kerap kali gamblang dalam menyelesaikan persoalan. Tidak ada lagi yang bisa diperbuat dan diperkuat selain berdo’a dan menunggu angin reda akan penghilangan virus corona. Kalau dicermati virus mematikan ini bukan saja menghilangkan nyawa seseorang, akan tetapi juga meruntuhkan kekuatan dari sistem politik Indonesia. Ketidakcakapan kebijakan membuat kualitas dari pembuat putusan jadi semakin pudar di mata masyarakat. Masyarakat kita menginginkan pergerakan yang cepat dan tepat dalam kondisi sekarang ini, tetapi harapan seperti itu hanya sebuah paradoks yang tidak akan henti-hentinya mendustakan tekad warga. Bukan soal penguatan aturan akan tetapi perihal transfigurasi yang terarah, sesuai target, dan kemakmuran bersama.
Disaat negara lain lebih dulu mengatasi penyebaran virus Covid-19, kita masih saja terlambat akan penanganan yang dilakukan. Respon yang cepat dan tindakan yang tepat sasaran menjadi poin penting untuk pembelajaran selanjutnya bagi kita bersama. Istilah mencegah lebih baik dari mengobati sepertinya cocok sekali dengan kejadian saat ini bahwa kita sekarang di samping memiliki banyak penduduk yang harus dibenahi, juga harus bertindak akurat dan mengoptimalkan kinerja demi kemajuan dan tujuan bersama. Kokoh dalam konstruktif pengayoman bersama serta antusias akan semangat perubahan menjadi entitas yang harus konfrontasi sekaligus diperjuangkan semua orang. Bukan hanya kritikan dan hujatan kebencian, tetapi ide gagasan yang kreatif juga harus dikembangkan oleh semua kalangan demi kedamaian yang selaras dengan cita-cita bangsa.