Suarakampus.com- Kasus kekerasan terhadap jurnalis terus meningkat di masa pandemi. Hal tersebut disampaikan oleh ketua umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Sasmito Madrim saat Diskusi Ngabuburit Jurnalistik bersama AJI Kota Padang melalui Zoom Meeting dan Live Streaming YouTube, Senin (19/4).
Sasmito mengatakan contoh tindak kekerasan pada jurnalis saat ini terjadi pada kasus penganiayaan wartawan Tempo, Nurhadi. “Sampai sore ini kami masih menunggu gelar kasus perkara Nurhadi, belum ada kepastian apakah ada pelaku atau tidak,” katanya.
Jurnalis itu dilindungi hukum dan Undang-undang (UU) dalam melakukan profesinya, namun pada faktanya di lapangan saat ini cukup berbeda. “Faktanya di lapangan masih banyak kasus kekerasan terhadap jurnalis,” tambahnya.
Selain itu, Sasmito menyampaikan dari catatan AJI, terdapat delapan kasus pembunuhan jurnalis Indonesia yang masih belum tuntas. “Terhitung sejak tahun 2003 silam terdapat delapan kasus yang masih belum tuntas hingga sekarang, miris lagi pelakunya adalah oknum polisi,” terangnya.
Bergerak dari kasus kekerasan terhadap jurnalis tersebut, AJI memberikan pelatihan kepada jurnalis sebagai upaya menghindari kekerasan di lapangan. “Salah satu upaya yang harus kita lakukan adalah membuat standar operasi prosedur,” tutur Sasmito.
Senada dengan Sasmito, Ketua Bidang Internet AJI, Joni Aswira menuturkan kasus kekerasan terhadap jurnalis mengalami peningkatan pada tahun 2020. “AJI mencatat kasus yang terjadi pada tahun 2020 meningkat sebesar 84 kasus yang sebelumnya hanya 60-an,” katanya.
Lanjutnya, kasus kekerasan yang menimpa jurnalis tahun 2012 lalu bisa menjadi kesadaran bersama. “Tenda-tenda di Bukit Lampu dibongkar, jurnalis dipukul bahkan ditendang, dan akhirnya berhasil menyeret tiga marinir ke Pengadilan Militer Padang,” jelasnya
Selain itu, di masa pandemi ini tindakan represif dan kekerasan terhadap jurnalis juga terjadi di ranah digital. “Sebelum pandemi covid-19, AJI sudah mencatat kasus kekerasan digital dan di masa pandemi ini lebih marak meningkat,” tuturnya.
Pada tahun 2018, AJI pernah mencatat ada tiga kasus persekusi di ranah online yang dipicu oleh doxing, seperti mempublikasikan data pribadi jurnalis untuk menghakimi integritasnya. “Begitu ada berita dari jurnalis yang tidak sesuai dengan mereka, apalagi sudah menyangkut tokoh besar pasti akan disikapi dengan kekerasan,” tutupnya. (rta)
Wartawan: Nada Asa (Mg), Nada Andini (Mg), Tantri (Mg)