Suarakampus.com- Pemilihan Presiden Mahasiswa (Presma) UIN Imam Bonjol Padang melalui Musyawarah Dewan Eksekutif Mahasiswa (Mudema), pada Rabu (30/03) sempat mengalami kericuhan. Pasalnya, perwakilan Senat Mahasiswa (Sema) Fakultas mempertanyakan mekanisme pemilihan Presma yang tidak sesuai dengan regulasi.
Menanggapi hal tersebut Komisi Tiga Bidang Pengawasan Sema-U, Singgar Mantahari Dalimunte mengatakan, pemilihan Presma dilakukan lewat sidang pleno terbuka di Aula Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIK), dan setiap Prodi wajib mengutus satu orang yang dapat menghadiri acara ini.
“Kegiatan ini bertujuan untuk memilih ketua formatur Dema-U, meski hanya satu fakultas yang mengutus kandidat untuk menduduki posisi ini,” katanya, Rabu (30/03).
Sebelumnya, ia menjelaskan bahwa panitia telah mengantarkan surat delegasi kepada semua fakultas dalam penyebaran berita, dan keikutsertaannya dalam persidangan.
Katanya, Mudema sempat mengalami kericuhan karena beberapa kritikan dilayangkan oleh Fakultas Syariah (FS), Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) terhadap aturan yang dibuat oleh Sema-U. “Keributan yang mereka sebabkan terjadi ketika Mudema ini berlangsung,” ucapnya.
“Mereka mengkritik sistem pemilihan Presma UIN IB yang dianggap tidak sesuai dengan aturan yang ada,” tambahnya.
Kemudian, Singgar menuturkan, meski diawal mengalami komunikasi yang bentrok antara Sema-U dengan Sema dari fakultas, namun hal tersebut dapat teratasi dan acara berjalan dengan lancar hingga akhir.
Kemudian, Wakil Ketua Umum Sema-U Mardian Susanto menyampaikan, bahwa konflik yang terjadi ketika Mudema berlangsung tidak menjadi halangan, karena segala hal sudah sesuai regulasi. “Protes ketidaksepakatan Sema fakultas terhadap mekanisme yang dibuat Sema-U, dan protesnya terhadap SK Dirjen tersebut tidak berdasar,” ucapnya.
“Kami memiliki legal standing yang jelas, dengan dikeluarkannya SK oleh Rektor UIN IB,” katanya.
Ia berharap, dengan situasi sekarang pembentukan Dema-U nantinya mampu memberikan hal positif untuk kampus. “Walaupun sempat vakum selama dua tahun, semoga dengan adanya pembentukan kembali dapat memberikan feedback besar kepada kampus,” harapnya.
Sementara itu, Ketua Umum Sema Fakultas Syariah, Khairul Hamdi menolak keras pemilihan Presma. Sebab menurutnya, pemilihan tersebut tidak sesuai regulasi dan memakai sistem yang tidak jelas. Kata dia, pihaknya hanya diundang untuk menghadiri Mudema sehingga otomatis tidak memiliki hak suara.
“Saya pun sebagai perwakilan Sema Fakultas Syariah mendapatkan surat, surat itu ditujukan untuk menghadiri, bukan sebagai peserta sidang. Jadi kami pun tidak bisa berbicara apa-apa,” lanjutnya saat ditemui suarakampus.com, Kamis (31/03).
Dirinya juga turut menyayangkan sikap Sema UIN IB yang memiliki suara untuk memilih, padahal semestinya Sema Universitas tidak memiliki wewenang dalam memilih Presma. “Sema- U itu fungsinya sebagai penyedia wadah, supaya kita dapat bermusyawarah,” tuturnya.
“Sejak kapan Sema-U itu mempunyai hak memilih atau memilih langsung Presma. Tidak masuk akal,” tegasnya.
Selain itu, kata dia, dalam pelaksanaan sidang pleno terbuka langsung menggunakan sidang pleno ke empat, serta masuk sidang pleno ke lima tentang pemilihan calon Presma, dan langsung dipilih oleh Sema UIN IB. “Jadi bagi kita, di mana sih peran mahasiswa untuk langsung memilih dan melihat visi misi dari calon Presma. Bagi saya ini sudah buruk dan sudah menceredai demokrasi,” tuturnya.
Ia menegaskan, pihaknya bersama Sema Fakultas lainnya bakal melakukan penolakan sesuai dengan aturan yang semestinya. “Kalau tidak digubris, kami akan turun ke jalan untuk meminta pemilihan sesuai dengan mekanisme dan regulasi yang jelas,” ucapnya. (ndn)
Wartawan: M. Iqbal, Zulis Marni (Mg) dan Rolla Purnama Sari (Mg)