Suarakampus.com- Dewan Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang (Dema-U) adakan Open Rekrutmen (OR) terhitung dari tanggal 07-08 April 2022 yang bertujuan untuk membentuk kabinet-kabinet dari struktur kepengurusan Dema-U. Namun, hal ini menuai pro dan kontra dari berbagai pihak yang ada.
Selaku Presiden Mahasiswa (Presma) terpilih, Nopalion mengungkapkan alasan dilakukannya OR. Katanya, OR ini didasarkan sebagai bentuk wujud demokratis dalam pemilihan kabinet Dema-U serta menghindari pandangan buruk dari sejumlah mahasiswa UIN IB. “Saya berharap dengan adanya OR ini, seluruh mahasiswa dapat berpartisipasi untuk progres ke depannya,” jelasnya.
Kemudian, pelaksanaan OR dilakukan lewat seleksi berkas sebagai syarat administratif serta wawancara oleh Mide Formatur (MD) terpilih. Ia mengatakan mekanisme OR secara legalitas dan keseluruhan tidak diatur dalam SK Rektor. “Aturan teknis soal OR ini telah disahkan pada tanggal 06 April kemarin oleh Formatur dan Mide Formatur terpilih,” ujarnya kepada wartawan suarakampus.com.
Lanjutnya, Nopalion menilai OR kali ini sangat efektif dilakukan mengingat prosedur terkait OR tidak ditetapkan sebelumnya. Ia mengatakan mekanisme OR kali ini akan berjalan baik karena keterbukaan informasi dan ketetapannya telah dirumuskan oleh Mide Formatur sebelumnya. “Karena ini kemauan dari Mide Formatur sendiri, menurut saya langkah ini akan lebih efektif lagi,” tuturnya.
Sambungnya, ia mengatakan perekrutan kali ini bebas untuk seluruh mahasiswa UIN IB guna mencari anggota yang benar-benar kompeten untuk kepengurusan berikutnya. “Karena ini adalah hal yang baru, kita tidak memakai sistem delegasi tapi semua mahasiswa bebas mendaftarkan dirinya,” ucapnya.
Lalu, Nopalion meyakini mekanisme yang dijalankan saat ini lebih baik karena secara kompetensi akan memberikan perubahan untuk kualitas Ormawa UIN IB ke depannya. “Dengan teknis yang dilakukan ini, saya lebih bisa melihat kompetensi mahasiswa ketimbang dengan sistem rekomendasi saja,” lugasnya.
Menanggapi hal itu, Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama UIN IB, Welhendri Azwar mengatakan kegiatan OR ini merupakan suatu inovasi baru demi kemajuan UIN IB. “Kalau masih memakai sistem lama, kapan kita akan maju karena inovasi itu sangatlah penting,” ujarnya.
Ia berharap, siapapun yang terpilih sebagai kabinet-kabinet Dema-U haruslah mereka yang bertanggungjawab dan amanah dalam menjalankan tugas. “Pilihlah mereka yang terbaik karena seluruh putusan pemilihan diserahkan secara penuh dan bebas kepada Dema-U,” jelasnya.
Berbeda halnya dengan pandangan Ketua Umum Senat Mahasiswa (Sema) Fakultas Syari’ah (FS), Khairul Hamdi mengatakan pelaksanaan OR ini adalah bentuk masalah baru yang prosesnya terlalu dipaksakan. “Masalah lama saja belum usai, ditambah lagi dengan pemilihan kabinet Dema-U, saya kira ini sangat rancu dan tidak sesuai dengan regulasi pemilihan Dema-U,” terang Hamdi.
Kemudian, ia mengungkapkan aturan soal pemilihan kabinet dari Presma telah ada dan diatur sebelumnya tetapi tidak pernah dimunculkan oleh Sema-U. “Sama dengan yang saya diskusikan sebelumnya, mekanisme pemilihan kabinet Presma ada dalam AD/ART atau Peraturan Sema (Persema), tapi Sema-U tidak menggubris hal ini sehingga terjadi kekacauan seperti ini,” ungkapnya.
“Jadi, kawan-kawan Sema-U, tolong jangan membuat buruk lagi demokrasi yang ada di UIN Imam Bonjol Padang ini,” sambung Hamdi.
Ia menilai, pemebentukan kabinet-kabinet Dema-U lewat OR tidak layak dilakukan mengingat regulasi soal ini telah diatur dalam AD/ART yang dibentuk Sema-U. “Kalau orang di luar sana melihat mekanisme seperti ini, yang ada kita malah ditertawakan,” tegasnya.
Hamdi menilai OR ini sangat tidak efektif dilakukan dan jauh dari demokrasi yang ada karena menyalahi aturannya. Kata Hamdi, demokrasi yang benar adalah diperuntukkan untuk Formatur Dema-U (Presma) sedangkan untuk pemilihan kabinet-kabinetnya bisa dirumuskan secara bersama-sama oleh Formatur dan Mide Formatur terpilih.
“Sistem seperti ini sangat bertentangan dengan aturan yang ada, mereka tidak tau alur-alur berorganisasi yang baik dan benar, jadi demokrasi apa yang sebenarnya mereka mau,” ucapnya.
Dibalik itu, Hamdi menginginkan pemilihan Presma diulang kembali dengan regulasi sesuai AD/ART. Akan tetapi pihak Sema-U tidak menggubris hal tersebut. “Kami bersama Sema Ushuluddin, Tarbiyah, Saintek dan Febi meminta Sema-U agar mekanisme pemilihan Presma diulang kembali, nyatanya hal itu tidak digubris dan mereka tetap lanjut OR,” jelasnya.
Ia mengungkapkan pihak Sema-U tidak paham soal prosedur dan regulasi Ormawa UIN IB sehingga mekanismenya sangat bertolak belakang dengan demokrasi di kampus UIN IB. Hamdi menegaskan untuk tidak menyetujui pemilihan Presma kali ini beserta pelaksanaan OR yang dijalankan. “Karena kurangnya pemahaman pihak Sema-U maka demokrasi UIN IB jadi rusak, jangankan pelaksanaan OR, pemilihan Presma saja saya tidak mengakuinya,” tegas Hamdi.
Senada dengan itu, Mahasiswa Hukum Ekonomi Syari’ah, Daga Suryadi mengatakan proses pemilihan Presma tidak berjalan sesuai dengan regulasi dan aturan yang telah ditetapkan. Ia turut prihatin dengan pelaksanaan OR ini, karena merasa sistem yang terpakai saat ini sejak awal telah menyalahi aturan sebenarnya.
“Saya jujur kecewa dengan langkah seperti ini, seharusnya kita sebagai mahasiswa bisa melakukan sistem demokrasi yang baik demi menjaga keharmonisan tiap Ormawa dan kemajuan UIN IB,” ungkapnya. (hry)
Wartawan: Rindang Sabhita Najmi, Ramitha Mawangi (Mg)