Pelanggaran Hukum oleh CV Tahiti Coal, Walhi Sumbar Minta Kejelasan Tindakan Hukum

Kondisi alam di sekitar area pertambangan (Foto: Walhi Sumbar)

Suarakampus.com– Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatra Barat (Sumbar) dan masyarakat Dusun Bukit Sibanta, laporkan pelanggaran hukum yang dilakukan CV Tahiti Coal. Laporan ini ditujukan kepada Gubernur dan Kapolda Sumbar agar secepatnya menyelesaikan kasus tersebut.

Sebelumnya, telah ada laporan masyarakat (sekitar lokasi tambang) di dusun Bukit Sibanta, Kecamatan Talawi Kota Sawahlunto bersama Walhi Sumbar atas aktivitas operasi produksi tambang batubara yang dikhawatirkan dilakukan secara melawan hukum. Komisi IV Bidang pembangunan DPRD Sumbar sejak Tahun 2019 secara maraton menindaklanjuti laporan tersebut.

Setelah itu, pada Senin, (02/12/2019) telah rapat kerja KOMISI IV Bidang Pembangunan DPRD Provinsi Sumbar dengan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia (ESDM) Provinsi Sumbar. Hasil Rapat kerja tersebut menyimpulkan CV Tahiti Coal yang bergerak di bidang tambang batubara Kota Sawahlunto telah dinyatakan melanggar hukum.

Namun, hingga 2021 sejak Ketua DPRD Sumbar mengeluarkan rekomendasi tersebut, hingga saat ini masyarakat Dusun Bukit Sibanta sebagai korban, Walhi Sumbar belum mengetahui sejauh mana tindakan itu dilaksanakan. Hal tersebut menimbulkan tanda tanya apa saja penanganan yang dilakukan.

Sorot Kasus CV. Tahiti Coal dalam UU Minerba

Sebagai Direktur Eksekutif Daerah Walhi Sumbar, Uslaini mengatakan banyak pelanggaran yang dilakukan CV. Tahiti Coal dari bukti-bukti yang ada, seperti melakukan aktivitas batu bara tanpa izin.

“Merujuk Pasal 158 Undang-undang (UU) Mineral Batu Bara (Minerba) Nomor 4 Tahun 2009,pelanggaran yang dilakukan perusahaan tersebut dikenai pidana penjara paling lama lima tahun dan denda maksimal Rp 100 milyar,” kata Uslaini.

Uslaini melanjutkan, lebih jauh lagi pelanggaran juga bisa dijatuhi pidana tambahan. Seperti halnya mencabut izin usaha dan status badan hukum perusahaan.

Hal tersebut diatur pada pasal 163 ayat (1) UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba sebagaimana telah diubah dengan UU 3 Tahun 2020 tentang Perubahan UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba.“Proses ini yang kita dorong oleh penegak hukum Polda Sumbar,” lanjutnya.

Sementara itu, Manager Hukum Lingkungan Eksekutif Nasional Walhi, Ronal M Siahaan mempertanyakan keraguan Polda Sumbar, penyidik dari Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dan Kementerian ESDM Republik Indonesia, untuk menindaklanjuti kasus secara hukum.

“Seharusnya apabila korbannya sudah jelas yaitu lingkungan hidup, maka ini disebut kejahatan lingkungan hidup. Maka pendekatannya adalah multidoor, ini sudah masuk kejahatan luar biasa,” ucapnya.

Sambungnya, masyarakat Dusun Bukit Sibanta dan Walhi Sumbar menyurati Gubernur Sumbar dan Kapolda Sumbar, yaitu: memberikan informasi tentang Pelaksanaan Rekomendasi Ketua DPRD Sumbar sebagaimana termuat di dalam surat tertanggal 06 Januari 2020 dengan Nomor : 162/144/Persid-2020.

Kemudian, melakukan penyelidikan atas dugaan tindak pidana pertambangan yang dilakukan oleh CV Tahiti Coal. Serta, melakukan tindakan-tindakan hukum lainnya kepada perusahaan tambang tersebut jika diperlukan.

“Hal tersebut dilakukan guna adanya penegakan hukum atas kejahatan pertambangan dan melindungi wilayah kelola rakyat di sekitar wilayah pertambangan,” tutupnya. (ulf)

Watawan : Fachri Hamzah

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Post

Lima Kebiasaan yang Tak Disadari Bikin Tubuh Mudah Sakit

Next Post

Teruntuk Januari

Related Posts
Total
0
Share
410 Gone

410 Gone


openresty