Suarakampus.com- Polri memberikan label hoaks atas maraknya pemberitaan suasana mencekam Desa Wadas, di media sosial yang menjadi sorotan media massa dan warganet. Kendati demikian, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menanggapi hal ini dengan melemparkan beberapa kritik, Sabtu (12/02).
Melalui konferensi pers di Jakarta, Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan, semua informasi dan pemberitaan yang menggambarkan keadaan mencekam di Wadas tidak seperti yang digambarkan. “Keadaan di Wadas tenang-tenang saja jadi, kepada masyarakat jangan mudah terprovokasi terhadap berita dan informasi yang tersebar,” katanya, Sabtu (12/02).
Selain itu, siaran informasi Polri juga membenarkan hal tersebut, dalam unggahan humas.polri.go.id yang bertajuk Ulama Purworejo Serukan Warga Menolak Hoax Tentang Situasi Wadas, Polda Jateng Warning Akun Tukang Provokasi.
Menanggapi hal tersebut, AJI Indonesia dalam siaran pers menuliskan, bahwa Polri menegaskan, dalam unggahnya mereka akan menindak pengelola akun-akun yang dinilai provokatif melalui jalur hukum. “Pada kenyataannya warga hanya dapat menyampaikan informasi melalui media sosial terkait peristiwa yang terjadi di Wadas,” katanya.
Tidak hanya itu, AJI juga menyebutkan unggahan twitter @DivHumas_Polri turut melayangkan penyematan stempel hoaks terhadap konten milik Wadas Melawan. Kemudian polisi membuat narasi bahwa ada warga yang membawa senjata tajam, lalu warga tersebut diamankan oleh polisi. “Namun, Tempo melaporkan bahwa senjata tajam yang dibawa warga merupakan alat untuk mencari rumput untuk pakan ternak,” tulis AJI.
Kendati demikian, menurut AJI, ini merupakan upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mendistrosi berita terkait pengamanan berlebihan, kekerasan dan penangkapan yang dilakukan oleh aparat. Puluhan petugas Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang didampingi oleh ratusan aparat gabungan, untuk melakukan pengukuran tanah sebagai bagian dari proyek Bendungan Bener.
AJI menyampaikan, hal ini menjadi sorotan di media massa dan warganet di media sosial terhitung sejak Selasa (08/02) lalu. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta mencatat setidaknya ada 67 warga Desa Wadas, termasuk di antaranya anak dibawah umur ditangkap polisi. “Pada Rabu (09/02) lalu, warga baru dilepaskan oleh pihak polisi,” katanya.
Terkait hal ini, AJI Indonesia menyerukan beberapa hal sebagai berikut:
- AJI menyerukan kepada pemerintah untuk memberhentikan pelabelan hoaks peristiwa Wadas yang sewenang-wenang dan berdasarkan klaim yang dianggap sesuai dengan narasi yang diharapkan aparat. Katanya, untuk memastikan kebenaran dalam Jaringan Pengecekan Fakta Internasional perlu adanya prinsip seperti komitmen non partisipan dan keadilan, komitmen transparansi atas sumber, transparansi metodologi (pengecekan fakta), serta komitmen atas koreksi terbuka dan jujur.
- Pers Nasional harus mampu menjalankan kontrol sosial seperti yang diamanatkan Undang-undang Pers. Termasuk di antaranya pengawasan, kritik, koreksi dan saran terhadap hal yang berkaitan dengan kepentingan umum seperti pembangunan proyek Bendungan Bener yang berdampak kepada warga Desa Wadas.
- Selain itu, Pers Nasional juga harus memberikan suara kepada mereka yang tidak bisa bersuara. Karena hanya pers yang dapat jaminan perlindungan UU Pers, yang dapat menjadi juru bicara publik saat berhadapan dengan pemerintah dan penguasa.
- AJI juga menyerukan kepada jurnalis agar bersikap independen dan menghasilkan berita yang akurat terkait berita yang terjadi di Wadas. (ndn)
Wartawan: Redaksi