Pro Kontra Marketplace: Guru Bukan Barang Dagangan

Ilustrasi (sumber: Ummi/suarakampus.com)

Oleh Nailul Rahmi

(Mahasiswa Tadris Matematika UIN imam Bonjol Padang)

Marketplace guru merupakan salah satu program yang diusulkan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim. Program tersebut bertujuan untuk mengatasi kasus kekurangan guru di Indonesia

Dilansir dari an-nur.ac.id, Marketplace Guru atau Ruang Talenta Guru merupakan pangkalan data yang berisi daftar semua guru layak mengajar dan bisa diakses oleh seluruh institusi pendidikan di Indonesia.

Portal ini juga akan mencakup data tentang calon guru ASN (Aparatur Sipil Negara), guru honorer, dan lulusan dari Program Profesi Pendidikan Guru (PPG) Prajabatan. Sebelum berkomitmen untuk bekerja di sekolah, program ini diyakini dapat meningkatkan kualitas dan kompetensi anggota tenaga pendidikan potensial.

Marketplace (loka pasar) akan digunakan oleh sekolah untuk perekrutan guru. Aturan ini dibuat untuk memastikan bahwa setiap sekolah mempekerjakan guru yang berkualitas. Selain itu, sekolah sekarang akan bertanggung jawab untuk mengatur gaji dan manfaat ASN, yang sebelumnya dikendalikan oleh pemerintah setempat atau Pemerintah Daerah (Pemda).

Nyatanya, program ini tidak disambut dengan cukup baik oleh masyarakat dan para tenaga pendidik di Indonesia. Penggunaan kata marketplace dinilai sangat tidak etis digunakan untuk perekrutan guru.

Hakikatnya, guru bukan barang dagangan yang dapat dijual semena-mena pada platform online dan dapat dipilih sesuka hati. Bahkan Bung Karno pernah mengatakan “Mengajar adalah profesi yang hebat. Menjadi seorang guru melibatkan pelaksanaan mandat Tuhan Yang Maha Esa, selain melayani bangsa dan negara, mendapatkan kehormatan, dan mempertahankan nilai-nilai kemerdekaan.”

Terdapat banyak kritik yang disampaikan masyarakat lewat cuitan-cuitan di media sosial. Seperti cuitan yang dilontarkan oleh pemilik akun @anusekaliya, “Jangan ngomong pendidikan kelas dunia dulu, jika guru dibikin rendah profesinya dengan model marketplace”. Juga cuitan yang disampaikan oleh akun Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) IAIN Ponorogo (@demaiainpng), “Katanya mempermudah formasi penempatan guru dan menyelesaikan masalah guru honorer, tetapi guru ibarat barang dagangan yang sudah hilang marwah dan kemuliaannya”

Dari sini jelas bahwa guru bukanlah barang dagangan yang dapat dengan mudah dikapitalisasi sesuai selera pasar. Hal ini juga diperkirakan bahwa marketplace  tidak akan memecahkan dasar permasalahan pendidikan di Indonesia. Platform ini hanya akan menangani masalah yang disebabkan oleh distribusi guru yang tidak seimbang.

Bahkan, wacana ini sama sekali tidak menjawab persoalan kapan para guru honorer akan diangkat menjadi ASN. Mayoritas guru honorer tidak dapat memenuhi kebutuhan mereka jika tidak menjadi ASN. Hal ini juga yang memicu banyaknya guru honorer yang tidak memiliki kehidupan yang layak sehingga harus mencari tambahan penghasilan lain.

Kendati demikian, jika dilihat dari sisi positif sebenarnya program ini memiliki beberapa manfaat dan keuntungan bagi para tenaga pendidik di Indonesia, di antaranya :

1. Guru memiliki personal branding

Sama halnya dengan jika kita membeli suatu barang pada marketplace, maka kita akan mencari barang dengan rating terbaik dan sudah jelas kualitasnya, maka ini juga dapat diimplementasikan dalam marketplace guru. Di mana setiap guru akan memiliki keunikan dan keunggulan tersendiri dan diharapkan nanti bisa memberikan kesempatan yang lebih luas dan merata. Kepada para calon guru untuk mendapatkan pekerjaan di bidang pendidikan, sesuai dengan talenta yang mereka miliki.

2. Guru punya track record yang dicatat dalam sistem

Guru dapat menggunakan pasar ini untuk menyimpan informasi siswa mereka. Setiap orang yang dapat mengajar dan diundang untuk kebutuhan sekolah dapat ditemukan oleh sekolah. Akibatnya, pihak sekolah  dapat menggunakan marketplace untuk menemukan guru yang mereka butuhkan.

3. Waktu perekrutan dan jadwal mengajar lebih fleksibel

Guru dan siswa dapat dengan mudah dan cepat mengidentifikasi dan menawarkan layanan pengajaran melalui Teacher Marketplace. Guru bebas untuk memilih biaya, jadwal, strategi instruksional, dan sumber daya mereka sendiri. Siswa dapat memilih guru yang paling sesuai dengan kebutuhan, kebutuhan, jadwal, dan keuangan mereka. Melalui fitur chat atau panggilan video platform, keduanya juga dapat berbicara satu sama lain.

4. Para guru akan mendapatkan gaji yang sejahtera dan terstandar

Ini menjadi langkah penting dalam meningkatkan kesejahteraan mereka dan menghilangkan perbedaan gaji. Selain itu, para guru memiliki akses lebih cepat ke peluang pekerjaan yang sesuai dengan keterampilan mereka, mempercepat proses penempatan guru di sekolah yang berbeda.

Mengenai hal ini, terdapat beberapa cuitan di media sosial yang menyebutkan dampak positif dari diberlakukannya program ini. Seperti yang disebutkan salah satu akun Twitter @tina, “Kalau menurutku sih, jangan terjebak pada kata marketplace itu sendiri. Justru ini ruang bagi sekolah / murid mendapatkan guru honorer vice versa. Guru honorer juga bisa mendapat kesempatan mengajar murid jarak jauh sehingga ada pemasukan tambahan yg ia dapat.”

Ada juga akun lain @fajaragung2000 yang menyebutkan, “Di sisi lain, kebijakan marketplace juga mempunyai dampak positif, di antaranya adalah mengurangi jalur orang dalam di dunia pendidikan, karena yg dapat menjadi guru adalah orang yg berkompeten dan profesional”.

Terlepas dari pro kontra program ini, ide ini layak diapresiasi sebagai bagian dari niat dan upaya pemerintah untuk menyelesaikan persoalan perekrutan guru.

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Post

Maraknya penggunaan AI, Cake Resume Ajak Tingkatkan Skill di Era Digital

Next Post

Mengetahui Makna Cinta dengan Buku What’s so Wrong About Your Life

Related Posts
Total
0
Share