Oleh: Kamelia
(Mahasiswa Manajemen Pendidikan Islam UIN Imam Bonjol Padang)
Tak ada aksara yang dapat kurangkai dalam prosa
Semua berjalan layaknya jarum jam
Nan tak pernah berhenti untuk berdenting
Aku hanya terduduk menatap indahnya cakrawala
Cakrawala yang semula cerah berganti dengan rintik hujan
Aku terpaku menatap rintik hujan yang semakin deras
Di antara tetesan hujan yang terus mendarat
Ada aku di sini dengan rindu yang begitu kuat
Di dalam setiap rindu itu aku selalu bertanya
Apakah daku juga hadir dalam hatimu?
Apakah setiap tetesan hujan ini akan menjawabnya?
Apakah ketika cakrawala berubah menjadi cerah akan menjadi jawabannya?
Aku selalu merindukanmu di setiap detak detik jarum jam
Aku merindukanmu bagaikan awan
Nan selalu siap menampung semua uapan
Kemudian uapan yang banyak itu berganti dengan rintik hujan
Karena tidak sanggup lagi menahan banyaknya uapan
Dan pada akhirnya aku hanya menjadi penyair
Yang hanya menjahit luka di setiap diksi
Hingga semua kata-kata pun sudah lelah menjadi saksi.