Oleh: Hary Elta Pratama
(Mahasiswa Hukum Ekonomi Syariah, UIN Imam Bonjol Padang)
Dalam peradaban modernitas sekarang ini, masyarakat kita sebagian besarnya telah dirasuki oleh yang namanya sindrome romantik kesejarahan. Hal itu secara gamblang membuat sebuah kabut yang mengaburkan makna dari setiap peristiwa atupun fenomena yang terjadi dalam rangkaian cerita terhadap roh yang bernama sejarah. Kita yang saat ini berada di zaman kemajuan akan IPTEK hanya cukup memahami sejarah sebagai konsep keilmuwan dan hikmah pembaharuan. Kemampuan untuk kembali ke masa lalu sangatlah mustahil untuk dilakukan tapi untuk menarik kesimpulan yang terjadi dalam masa lalu tersebut tidak menutup kemungkinan untuk kita melakukannya.
Secara eksplisit, dalam pembekalan ilmu sejarah, ada beberapa pertanyaan fundamental yang perlu kita delik secara gamblang dengan analitis yang tajam. Pertanyaannya, apa itu sejarah? Bagaimana dengan sejarah? Untuk apa kita belajar sejarah? Siapa yang menyeret kita untuk mengenal yang namanya sejarah? Lalu, apakah urgensinya sejarah untuk zaman sekarang? Pertanyaan tersebut telah mewakili sebuah pernyataan bahwa dalam sejarah itu memberikan impect yang semua orang tidak menyadarinya, yaitu munculnya sebuah seni romantisme. Apakah seni itu bagus? Yang bisa menjawab hal tersebut hanyalah kita sebagai pelaku romantik sejarah.
Sejarah adalah suatu ilmu pengetahuan yang disusun atas hasil penyelidikan beberapa peristiwa yang dapat dibuktikan dengan bahan kenyataan. Sejarah didefinisikan sebagai catatan tentang masyarakat umum manusia atau peradaban manusia yang terjadi pada watak/sifat masyarakat itu. Sejarah juga dapat mengacu pada bidang akademis yang menggunakan narasi untuk memeriksa dan menganalisis urutan peristiwa masa lalu, dan secara objektif menentukan pola sebab dan akibat yang menentukan mereka. Ahli sejarah terkadang memperdebatkan sifat sejarah dan kegunaannya dengan membahas studi tentang ilmu sejarah sebagai tujuan itu sendiri dan sebagai cara untuk memberikan “pandangan” pada permasalahan masa kini.
Selanjutnya, kondisi ilmu sejarah itu sendiri dalam tatanan keilmuwan apakah sudah kompleks dan relevan dengan kemajuan sekarang? Pembekalan ilmu sejarah sampai sekarang ini masih memiliki kontradiksi dalam syarat keilmuwannya. Pandangan pengkritik sejarah secara keilmuwan, mereka menuturkan bahwa ilmu sejarah tidak sarat akan menjadi sebuah ilmu, dikarenakan terpacu pada sebuah ilmu yang harus bisa dicoba dan dirasakan. Dan sejarah sebagai sebuah ilmu belum akuntabel untuk diberi label keilmuwan tapi hanya sekedar pengetahuan. Jadi, tidak heran kalau Immanuel Kant yang disebut-sebut sebagai bapak sosiologi mengatakan bahwa sejarah adalah “penata batu bata” dari fakta-fakta sosiologis. Walaupun begitu, eksistensi sejarah sampai saat ini tetap berada dalam posisi gemilang dan memiliki sisi daya tarik tersendiri dalam pembelajarannya.
Kita yang sekarang ini sedang memperdalam ilmu pengetahuan tentang sejarah, apakah sadar mau diapakan ilmu sejarah itu sendiri, sejarah tak lain dan tak bukan hanya untuk bahan pembelajaran dan sebagai petikan untuk hikmah moralitas. Dalam perkembangannya, keselarasan akan periodesasi juga mempengaruhi akan tujuan mempelajari ilmu sejarah tadi. Pada awal abad ke-20, telah terjadi pertarungan intelektual, yang mana membahas tentang vitalitas ilmu sejarah dalam kualitas kesarjanaan mahasiswa, sebelum pada akhirnya perang dunia kedua pecah pada tahun tersebut. Hal itu telah membuktikan bahwa sejarah dari zaman dahulunya sudah memiliki musuh untuk menjatuhkan eksistensinya dalam tatanan keilmuwan. Dan siapa yang menyeret kita untuk berada dalam ranah sejarah adalah diri kita sendiri, yang mana sebagai subjek dan juga berperan sebagai objek sejarah itu sendiri.
Urgensi sejarah terhadap analitis keilmuwan sekarang adalah tergantung terhadap acuan dan periodesasi yang kita analisis secara spesifik dan ilmiah. Apakah kita hanya memahami sejarah hanya sebagai konsep edukasi dan hikmah saja, apakah hanya sebagai bekal keilmuwan, dan kita saat ini sebagai kaum millenial hanya bisa terpesona dengan sejarah yang dirangkai melalui proses periodesasi dan fenomena temporal sosial. Menghormati dan menghargai para leluhur kita yang telah bersusah payah merebut kemerdekaan dengan darah dan semangat perjuangan harus kita apresiasi yang sebesar-besarnya dengan hati dan kepercayaan kita masing-masing. Lalu pertanyaannya, apakah hanya sampai itu apresiasi kita, apakah hanya sekedar itu kontribusi kita terhadap perjuangan yang telah mereka buat, dan apakah perjuangan yang mereka lakukan hanya sebagai bahan tontonan menarik yang bisa kita ceritakan dan bisa kita bagikan kepada banyak orang? Kita sendirilah yang bisa menjawab dari pertanyaan rohaniah sejarah itu.
Romantisme pesona sejarah secara gamblang telah menghipnotis pemikiran banyak orang, yang mana mereka telah melupakan makna tersirat dari sejarah itu sendiri. Kita sebagai kaum millenial harus bisa memahami dan mendengarkan bisikan dari para pelaku sejarah tersebut. Coba renungkan dan delik kembali kenapa dengan tempo periodesasi sejarah bisa melahirkan sebuah pengetahuan, padahal kalau kita amati secara seksama, mereka tidak melakukan apa-apa kecuali memperjuangkan hak mereka yang telah direbut oleh sekelompok penjajah dimasanya. Mereka yang sekarang ini berada di dunia yang lain dengan kita seolah-olah membisikkan kepada hati kita bahwa kamu tidak perlu mempelajari sejarah seserius itu, yang perlu kamu lakukan sebagai manusia apresiator sejarah adalah apa yang kamu perbuat dan lakukan terhadap hasil yang kamu peroleh dari sejarah itu.
Leluhur kita pada dasarnya tidak mempedulikan dan memperhitungkan seberapa banyak bekal pengetahuan kita terhadap sejarah, walau pada dasarnya nama mereka terukir disetiap helain buku kesejarahan. Yang mereka harapkan dan inginkan dari kita sebagai pengamat sejarah adalah apakah kita akan meneruskan perjuangan yang telah mereka buat itu, apakah kita berusaha membantu mereka para pejuang untuk menggapai cita-citanya yakni realisasi kehidupan yang adil dan makmur, apakah kita hanya diam tanpa melakukan aksi untuk negara kita sendiri, serta apakah kita hanya akan terpesona dan terlamun dengan riuh picuh yang dibuat oleh peristiwa dan waktu sehingga pada akhirnya terciptalah sebuah sejarah dan peradaban.
Romantisme sejarah kerap kali menggerogoti hati dan pemikiran kita yang semulanya jernih akan ambisi ilmu pengetahuan. Ia agaknya mengaburkan cahaya terang sekaligus membuat kita tidak tahu akan melangkah kemana dari bekal sejarah. Apa yang perlu kita lakukan? Yang perlu kita lakukan adalah melakukan apa yang selama ini tidak orang lakukan. Mereka yang membaca banyak buku tentang semua kesejarahan dunia, dan kita yang akan menciptakan sebuah real point terhadap ilmu sejarah yang kita dapatkan. Berhentilah mengamati sejarah sebagai bahan renungan dan lamunan yang menyurutkan tekad kita untuk menciptakan sejarah dari sejarah yang telah tercipta. Lakukan aksi perubahan bungkus dengan semangat perjuangan dan sadarlah bahwa sejarah dibuat bukan hanya semata-mata pembelajaran, akan tetapi ia diciptakan untuk merubah dan meneruskan apa yang tidak sempat sejarah untuk melakukannya.
Sebagai masyarakat indonesia, banyak sejarah yang bisa kita ambil hikmah dari proses periodik fenomena penciptaan dan pembaharuan tatanan kenegaraan. Masa penjajahan membuat sebuah gelombang besar yang sampai sekarang ini mengubah peradaban. Para pejuang kita telah berhasil merealisasikan makna dari sejarah yang telah mereka pelajari, dengan memperebutkan kemerdekaan yang menjadi hak kebebasannya, mereka secara tidak langsung telah mengambil hikmah sejarah dan bukan hanya itu, mereka juga telah menciptakan sejarah yang mana mereka secara tidak langsung menyadarinya. Dan bagaimana kita! Apa yang telah kita perbuat untuk negara, dan sudah sampai sejauh mana kita menciptakan sejarah untuk negara indonesia. Kita mesti mempelajari, mengambil hikmah dan menerapkannya kedalam semua lapisan kehidupan, sehingga pada akhirnya kita pun juga tidak sadar bahwa kita telah menciptakan sejarah.