Oleh: Firga Ries Afdalia (Mahasiswa UIN Imam Bonjol Padang)
Kabut menyelimuti seluruh perkampungan, matahari tidak lagi berani menampakkan diri, udara pun telah memperkenalkan identitas aslinya. Pagi itu suhu mencapai 7 C, udara yang mampu membekukan sel-sel tulang manusia. Begitulah cara negeri kutub tidak bersalju itu berkenalan dengan setiap pendatang.
Perjalanan pertama penduduk pantai pesisir barat Sumatera menuju daerah pegunungan yang terletak di kaki Gunung Tanang, menyulitkannya menerima perkenalan singkat dengan udara dingin yang membekukan itu. Claudia memilih perkampungan itu sebagai tempat pengabdian, bersama rekan-rekannya dari berbagai daerah tentu juga tidak mempunyai kebiasaan yang serupa.
Detik-detik proklamasi telah berdetak di nadi, bendera suci sudah berkibaran di permukaan bumi. Claudia dan kawan-kawan berinisiatif mengadakan acara dalam rangka mengingat jasa para pahlawan yang telah gugur di medan perang. Mengabdi bukan berarti dapat bertindak sesuka hati, maka mereka harus mengutarakan seluruh keinginan kepada pemuka nagari. Namun, Claudia dan kawan-kawan terlebih dahulu bersitegang sesama mereka, bagaimana cara terbaik untuk menyambut hari yang sakral itu.
“Kita akan bikin acara sesuai dengan kebiasaan warga di sini,” kata Aleks selaku ketua tim. Dia salah satu putra daerah di sana yang tidak mau ditambah apalagi diubah pola pikirnya.
“Tentu, tapi kita juga harus memberikan inovasi baru. Gimana kalau kita lakukan upacara bersama?” kata Claudia.
“Tidak perlu repot-repot! kita hanya tamu,” bantah Aleks.
Hari yang ditunggu-tunggu pun telah datang, persiapan yang dikomandoi Aleks tersebut berada dalam jurang kegagalan. Jika para pahlawan berguguran di medan perang, maka persiapan acara tersebut bagaikan berperang tanpa pedang. Telah terjadi miskomunikasi dengan pemuda, dan warga mengharapkan acara yang meriah. Namun realita tidak sesuai dengan ekspektasi. Segala persiapan dilaksanakan di hari H, menguras tenaga namun tidak mendapatkan hasil yang istimewa.
“Petik saja pelajaran yang mesti diambil,” kata Desti menengahi perdebatan antara Aleks dan Claudia.
Perjalanan dilanjutkan dengan mengembara ke pelosok desa, menemui petani yang tengah memanjakan tanamannya, kicauan burung sebagai hiburan di tengah perjalanan dan sesekali bertemu segerombolan sapi yang menghambat jalan. Jalan terjal sudah menjadi makanan sehari-hari, namun pegunungan nan hijau memanjakan mata sebagai pengobat lelah. Afdal yang berasal dari jurusan pertanian itu begitu apik menyalurkan idenya pada tanam-tanaman yang baru mekar itu. Afdal sangat antusias praktek menanam bawang, kentang, cabe dan padi serta berbagi ilmu dengan masyarakat.
“Di sini daerahnya asri, begitu banyak ilmu baru yang harus digali. Petani di sini mempunyai potensi yang kuat,” puji Afdal di sela-sela istirahat.
“Iya, namun infrastrukturnya tidak memadai. Petani harus melalui jalan yang terjal untuk menjual hasil panennya,” sahut Desi.
Wanita bercadar itu agak sedikit resah dengan jalan sempit dan bebatuan yang membersamai perjalanan selama di desa itu.
“Semoga saja lima tahun yang akan datang infrastruktur di sini sudah jauh lebih bagus,” kata Nca mengakhiri pembicaraan. Nca adalah orang yang selalu berfikir positif dalam setiap kegiatan. Ia selalu bisa melihat kebaikan dalam setiap keburukan.
“Amin,” mereka semua mengaminkan.
Matahari kembali terik, tidak terhitung mereka telah menghabiskan waktu sepekan. Mulai dari menghadiri pesta pernikahan hingga menyaksikan tradisi kematian, yang sedikit banyaknya memberikan gambaran tentang perkembangan adat kebiasaan masyarakat. Pola pernikahan yang masih kental dengan nuansa lama di padukan dengan budaya modern. Kedua mempelai disandingkan dan disuguhkan hiburan orgen tunggal, kemudian penyelenggaraan prosesi kematian masih sangat kental dengan pengaruh ajaran Hindu-Budha, adanya tradisi membilang hari, membakar kemenyan dan lainnya sebagainya.
“Di tempatku tidak ada orgen tunggal, yang ada itu Rabab Pasisia,” komentar Claudia saat menyaksikan acara pernikahan.
“Malam-malam dimeriahkan dengan rabab dan siang ditemani Gandang Sonai,” sambungnya.
“Di setiap daerah itu kan selalu berbeda neng, lain lubuak, lain ikannyo, lain nagari, lain adat kebiasaanyo,” kata Nca menasehati Claudia.
Hari di mana Claudia dan kawan-kawan telah bisa menyesuaikan diri, di detik-detik itulah pertemuan akan berakhir. Tidak terasa waktu terus berjalan dan hanya menyisakan satu pekan pengabdian saja. Mereka telah memasuki detik-detik akhir pengabdian. Namun mereka tetap menikmati hari demi hari baik di tengah masyarakat maupun mempererat hubungan keluarga sesama mereka.
Gema adzan telah memanggil insan yang tengah terlelap dalam buaian mimpi. Dijuluki sebagai kota madinah, sebagai gambaran kuatnya perkembangan Islam di sana. Setiap subuh masjid selalu dibanjiri jamaah yang menyenandungkan doa untuk Allah. Namun, setiap kegiatan selalu dilakukan secara mendadak dan terkesan tergesa-gesa, yang terkadang juga melupakan kata mufakat. Pola pikir masyarakat tidak jauh dari kata maju untuk zaman yang serba canggih, maka menjadi tugas generasi mudalah untuk memperbaiki.
“Kamu kan orang sini Leks, sedikit banyaknya ide dan inspirasimu lebih mudah diterima masyarakat, maka lakukanlah pembaharuan,” kata Claudia mengingatkan.
“Jangan berpikir sempit dan jangan menutup diri dengan perkembangan teknologi,” sambungnya mengingatkan.
“Tidak ada yang menutup diri, tapi ya beginilah desa ini,” bantahnya.
“Adat basandi syara, syara basandi kitabullah,” sesuai dengan falsafah alam Minangkabau.
Di samping kentalnya budaya masyarakat, namun kegemilangan Islam juga tidak kalah pesatnya. Tumbuhnya generasi penghafal al-quran salah satu pertanda kuatnya perkembangan keagamaan di sana. Ikut serta berkecimpung di rumah tahfiz merupakan keindahan tersendiri bagi penikmatnya.
“Bersama mereka hati lebih tenang,” terang Nca di sela perbincangan pagi.
Nca dari dari jurusan Psikologi, kehadirannya untuk membantu penyandang disabilitas dan menjadi konsultan bagi orang sekitar. Itu semua merupakan tugas akhir yang diberikan dosennya.
“Benar sekali, sedikit banyaknya juga memberikan tamparan kepada kita yang kadang lalai terhadap al-quran. Susana ini mengingatkan ku pada suasana pondok empat tahun yang lalu,” ungkap Desi sembari bernostalgia dengan masa lalunya.
Berkumpul dalam satu kesatuan dari berbagai daerah, tentu juga sulit untuk menyatukan pendapat. Setiap kepala mempunyai ide yang berbeda dan juga rasa egois di atas rata-rata. Meski demikian kebersamaan mereka telah tumbuh dan merekah menjadi cinta. Satu dua kali selang pendapat sebagai bumbu bertambah harmonisnya hubungan mereka.
Berada dalam atap yang sama, memakai piring dan gelas yang sama hingga setiap kegiatan kecil pun juga dilakukan secara bersama. Kesepakatan telah di dalam genggaman, bahwa akhir dari perjuangan di negeri kutub yang tidak bersalju tersebut harus menggoreskan kenangan yang indah. Agenda telah dibuat, namun realitanya Desi dan Nca tumbang secara bergantian yang kemudian disusul oleh Afdal. Afdal mahasiswa jurusan pertanian yang membatu irigasi sawah dan meningkatkan hasil panen masyarakat sekitar.
“Acara ini harus sukses,” Claudia memproklamirkan ucapannya dengan lantang.
“jika sungguh-sungguh semuanya kan berjalan lancar sesuai ekspektasi,” imbuhnya memberikan semangat kepada rekan-rekanya.
Suka duka dilalui bersama, yang sakit bekerja dengan rasa sakitnya dan yang sehat bekerja dengan semangat totalitasnya. Semua mengambil peran sesuai dengan background masing-masing. Claudia dengan publik speaking yang baik menghendel pelaksanaan acara, desi menyiapkan makanan, Nca membatu di lapangan serta Afdal dan Aleks menghendel acara bagian laki-laki. Acara dirancang dengan sederhana namun meninggalkan kesan yang istimewa.
“Mainkan peran masing-masing, maka acara ini akan sukses,” Claudia menyemangati. Walaupun dia pribadi juga bimbang akan keputusan yang diambil.
Singkat cerita realita juga tidak sesuai ekspektasi, acara sukses melebihi persiapan yang dilakukan. Seluruhnya telah memainkan peran masing-masing, baik dari peserta maupun panitia.
“Kita harus bersyukur atas kesuksesan acara ini,” ucap Aleks dengan sumringah diakhir kemeriahan acara.
“Alhamdulillah…,” ucap Claudia dan yang lainnya secara serentak. Kegiatan diakhiri dengan acara foto bersama dan menikmati hujan di penghujung cerita.
Claudia dan kawan-kawannya sukses memeriahkan acara perpisahan mereka, bahkan lebih meriah daripada acara kemerdekaan yang telah disusun kepanitiaannya. Meski mempunyai personil banyak tetapi tidak mempunyai tujuan yang sama maka akan percuma. Sesuatu yang sulit akan menjadi mudah diselesaikan jika bersama dengan orang-orang yang satu pemikiran. Ibaratkan lidi jika satu maka tidak berarti, tetapi jika bersatu dan telah menjadi sapu maka mampu menyapu sampah.