Senyum di Balik Luka

Ilustrasi: Isyana/suarakampus.com

Oleh: Kamelia
(Manajemen Pendidikan Islam UIN Imam Bonjol Padang)

Di MAN Ar-Risalah, ada seorang siswa bernama Raflis Adryan yang biasa dipanggil Apis oleh teman-temannya. Apis merupakan siswa kelas XI yang terkenal pintar dan rajin. Ia meraih banyak prestasi, baik akademik maupun nonakademik. Apis adalah siswa berbakat yang sering mengharumkan nama sekolah di setiap lomba yang diikutinya. Namun, di balik semua itu, ia juga dikenal sebagai siswa yang angkuh dan sombong atas kepintaran serta prestasinya.

Suatu hari, di kantin sekolah ada sekelompok anak yang sedang makan, sebut saja mereka Kelompok Genta yang terdiri atas Gilang, Edwin, Nurman, Toni, dan Aldi. Mereka merupakan sekelompok siswa yang sering dibully dan direndahkan oleh teman-temannya di sekolah, termasuk oleh Apis, karena tidak cukup baik dalam pembelajaran.

Saat itu, Apis datang untuk berbelanja. Ketika berpapasan dengan mereka, Apis mendorong salah satu anggota Kelompok Genta, yaitu Toni. Apis dengan sengaja mendorong Toni sambil mengejek, “Ups, maaf, tidak kelihatan karena di sini orang-orang pintar semua.” Setelah mengucapkan itu, Apis tertawa terbahak-bahak sehingga teman-teman yang sedang berbelanja di kantin ikut tertawa. Namun, Toni hanya bisa tersenyum menanggapi perlakuan itu.

Suatu hari, sekolah mengadakan acara lomba dalam rangka HUT ke-70. Banyak cabang lomba yang diadakan oleh sekolah, salah satunya lomba pidato yang diikuti oleh Apis. Yang mengejutkan, Edwin, salah satu anggota Kelompok Genta yang terkenal lemah dalam banyak hal, tiba-tiba ikut lomba tersebut. Ternyata Edwin diminta oleh guru untuk ikut agar bisa belajar. Edwin sempat menolak, tetapi gurunya terus memaksa sehingga ia terpaksa ikut.

Di tempat lomba, Edwin yang ditemani oleh kelompoknya bertemu dengan Apis. “Haha, tidak salah, nih, si tidak bisa apa-apa ikut lomba? Ngapain? Mau mempermalukan diri sendiri dan kelompok bodoh ini? Lebih baik mengundurkan diri mulai sekarang daripada malunya ke ubun-ubun nanti,” ujar Apis sambil tertawa terbahak-bahak, kemudian berlalu meninggalkan Kelompok Genta yang tersenyum penuh makna.

Tibalah saatnya pertandingan lomba dimulai. Saat pertandingan berlangsung, peserta lain tampil dengan sangat baik, begitu pula dengan Apis yang tampil memukau sehingga membuat para penonton bertepuk tangan dan bersorak-sorai. Ketika giliran Edwin tampil, Apis berteriak mengejek, “Lebih baik turun saja daripada mempermalukan diri sendiri!” Kemudian penonton lain pun ikut bersorak, “Huuuu, lebih baik turun saja daripada menghabiskan waktu!” ucap salah satu penonton. “Entahlah, huuuu!” teriak penonton serempak. Moderator pun menenangkan para penonton dan mempersilakan Edwin untuk tampil.

Tibalah saat yang dinanti-nanti, yaitu pengumuman pemenang lomba. “Juara pertama, peserta terbaik di sekolah kita, jatuh kepada Raflis Adryan!” seru MC. Para penonton pun bersorak-sorai serta memberikan tepuk tangan yang meriah.

Seperti yang sudah diduga, pemenangnya adalah Apis. Edwin dan kelompoknya hanya bisa diam memperhatikan dari kejauhan sambil tersenyum penuh arti. Setelah selesai, Edwin dan kelompoknya pergi meninggalkan lokasi perlombaan. Ketika Kelompok Genta duduk di taman, mereka didatangi oleh Apis. “Sudah dibilang dari tadi, lebih baik mengundurkan diri saja daripada mempermalukan diri sendiri. Sudah tahu tidak berbakat masih sok-sokan ikut, malah melawan saya juga. Sudah pasti saya yang menang. Kalian melawan saya seperti sampah, tidak ada apa-apanya,” ujar Apis. “Nih lihat, piala saya bagus, kan? Pernah tidak kalian dapat ini? Eh lupa, kalian kan bodoh, jangankan dapat piala, memegang piala saja belum pernah, ya?” tambah Apis sambil tertawa terbahak-bahak, kemudian pergi meninggalkan mereka berlima. Kelompok Genta hanya bisa bersabar menghadapi semua hinaan itu. Mereka tidak bisa berbuat apa-apa karena Apis adalah anak orang yang cukup berpengaruh di sekolah sehingga tidak ada yang berani melawannya.

Suatu hari, Apis pulang sekolah sendirian dengan berjalan kaki. Ia melewati jalan sepi yang jarang dilalui orang karena sempit untuk kendaraan dan gelap karena banyak pepohonan rimbun sehingga terkesan menyeramkan.

Saat itu, Kelompok Genta juga melewati jalan yang sama sehingga mereka bertemu Apis di tengah jalan sepi tersebut. Edwin, salah satu anggota Kelompok Genta, berpikir untuk membalas penghinaan yang mereka terima di sekolah, terutama dari Apis. “Teman-teman, lihat, si Apis jalan sendirian,” ucap Edwin. “Oh iya, itu si Apis. Tumben sekali dia jalan kaki, biasanya naik sepeda,” ucap Gilang. “Iya ya, tidak tahu, tumben sekali dia lewat jalan ini,” ucap Toni. “Bagaimana kalau kita hajar saja dia sama-sama untuk memberi pelajaran?” ucap Edwin. “Boleh tuh, untuk membalas dendam kita di sekolah,” tambah Nurman. “Boleh, ayo!” jawab Gilang, Toni, dan Aldi serempak.

Akhirnya mereka mendekati dan menghadang Apis yang sedang berjalan sendirian. Apis terkejut dengan kehadiran mereka, tetapi tetap bersikap sombong. “Oh, kalian Kelompok Gonta, Genti, Genta, apa pun itu namanya, yang isinya orang-orang bodoh semua,” ucap Apis sambil tertawa terbahak-bahak. Toni yang tidak tahan dengan hinaan Apis langsung menghajarnya hingga Apis tersungkur di tanah. Kemudian Gilang, Edwin, Nurman, dan Aldi ikut memukuli Apis secara bergantian sampai ia terkulai lemas karena dihajar habis-habisan oleh mereka berlima selama hampir satu jam. Saat itu Apis merasa penglihatannya mulai kabur. Ketika Apis sedang terlena, Toni mendekatinya dan menghantam kuat dengan kakinya hingga Apis benar-benar pingsan.

Tiba-tiba Apis terbangun dengan kaget, keringatnya bercucuran. Ternyata semua itu hanya mimpi. Akhirnya Apis menyadari semua tindakan dan perlakuannya selama ini. Ia pun segera mengambil wudu dan melaksanakan salat.

Keesokan harinya, Apis bergegas menemui Kelompok Genta dan meminta maaf atas perlakuannya selama ini. Mereka pun memaafkan Apis. Pada akhirnya, mereka menjadi teman baik, dan Apis sering mengajarkan banyak hal kepada mereka.

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Post

Hujan

Next Post

Nasi Vs Es Teh

Related Posts

Tenbi Love Story

Oleh: Annisa Juita Muhdi (Mahasiswa Tadris Matematika) Tenbi begitu anak-anak Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Imam…
Selengkapnya
Total
0
Share