Suarakampus.com- Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Fery Rahman menjawab soal polemik harga tes Polymerase Chain Reaction atau PCR. Harga PCR yang semulanya mahal, belakangan mulai turun menimbulkan pertanyaan di kalangan masyarakat.
Fery mengatakan, mulanya harga tes PCR terbilang mahal. Semakin cepat keluar hasilnya, uang yang dikeluarkan juga tinggi. “Bahkan ada yang sampai empat juta, tapi setelah keluar instruksi dari presiden, sekarang harganya turun menjadi Rp250 ribu untuk di Jawa dan Rp300 ribu di luar Jawa,” ungkapnya.
Kata dia, tes PCR merupakan standar internasional yang mesti dipenuhi ketika bepergian. “Hari ini di banyak negara, syarat utama itu adalah PCR,” ungkap Fery.
Ia mengatakan diagnosis positif atau tidaknya seseorang hanya efektif ditentukan melalui tes PCR. “pemeriksaan yang pertama kali di Indonesia adalah anti bodi tetapi karena antibodi tidak efektif maka digantilah dengan menggunakan PCR. Jadi yang tersedia saat ini hanya PCR dan antigen,” kata Fery dalam wbinar bertajuk “Maju Mundur Kebijakan PCR” yang diselenggarakan Faklutas Hukum UII.
Ia mengatakan ada beberapa komponen yang menentukan harga PCR. Komponen tersebut yakni jasa pelayanan, bahan habis pakai, reagen dan biaya administrasi. “Untuk bahan habis pakai, harus menggunakan baju hazmat dan APD. Satu kali hazmat untuk satu orang. Hazmat ini bahan habis pakai,” kata Feri.
Ia mengatakan, yang menyebabkan mahalnya harga PCR karena banyak dikomersialisasikan. Banyak bermunculan laboratorium baru yang menyelenggarakan tes. “Lima komponen harga tadi banyak diatur sehingga memberatkan masyarakat,” kata dia.
Fery menambahkan, walau harga tes PCR hari ini sudah terjangkau, hal itu tidak mengakibatkan turunnya kualitas. “Jangan sampai abal-abal,” katanya.
Namun demikian, ia mengatakan masih ada rumah sakit yang tidak patuh dalam menerapkan harga tes PCR. “Sebaiknya pemerintah kepada masyarakat kurang mampu yang ingin melakukan tes pcr tidak dikenakan biaya dan juga tidak mengurangi kualitas di laboratorium,” harapnya. (Red)
Wartawan: Rahma Nazilah (Mg)