Suarakampus.com– Staf Khusus Menteri Agama (Stafsus Menag), Wibowo Prasetyo sebut jurnalis kampus harus mampu menyuarakan ketidakadilan di lingkungan internal kampus secara komprehensif. Pasalnya, dalam pemberitaan perlu memperhatikan kaidah jurnalistik.
“Berkarya secara profesional, meski saat ini statusnya masih jurnalis kampus,” ujarnya.
Lanjutnya, kerja jurnalistik sesungguhnya adalah mampu bersikap kritis sehingga menjadi pintu masuk perbaikan layanan dan pengajaran. “Namun tetap menaati kode etik saat peliputan,” ungkapnya.
Ia menyampaikan sebagai pengelola pers kampus harus jeli dalam melihat penyimpangan dengan tetap menghormati asas praduga tak bersalah dan menyertakan konfirmasi. “Jangan menyebar hoaks dengan tujuan menyebar kebencian terhadap rektor maupun dosen,” tegas Narasumber Kopi Darat (Kopdar) itu.
Kemudian, kata dia, gunakan kaidah jurnalistik sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers serta Kode Etik Jurnalistik untuk membentuk jurnalis yang bertanggung jawab. “Intinya jangan bungkam melihat ketidakadilan dan patuhi kaidah jurnalistik,” lugasnya.
Wibowo juga menyampaikan untuk tidak membuat kritik yang membabi buta dalam pemberitaan. “Siapkan berita di portal online secara serius dan komitmen,” pungkasnya.
Ia berharap pengelola pers kampus berlatih dengan serius sehingga menghasilkan karya jurnalistik berkualitas. “Pers kampus adalah posisi strategis, berpeluang menjadi jurnalis profesional ataupun konsultan komunikasi,” harap Wibowo.
Menanggapi hal tersebut, salah satu mahasiswa dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Manado, Fitriani mengatakan, ilmu yang paling berharga dalam kegiatan ini yaitu pentingnya pers kampus dalam menyuarakan ketidakadilan atau penyimpangan. “Kita juga dituntut untuk selalu berhati-hati dalam membuat konten,” tutupnya. (wng)
Wartawan: Fajar Hadiansyah