Suarakampus.com- Ustaz Abdul Somad (UAS) ditolak Majelis Ulama Indonesia (MUI) Payakumbuh, Dosen Syariah UIN IB Padang Zelfeni Wimra sebut hal itu terjadi akibat kurangnya komunikasi antara MUI dan pihak penyelenggara. Hal ini disampaikan dalam diskusi yang disiarkan langsung di Youtube Padang TV, Jumat (18/10).
“Seharusnya ada koordinasi yang baik antar lembaga, terutama dalam hal menghargai tokoh agama seperti UAS yang aktif menyebarkan ilmu,” ujarnya.
Zelfeni menambahkan, UAS kerap mendapat sorotan karena dianggap terlalu dekat dengan politik praktis yang membuat beberapa pihak merasa tidak nyaman. “UAS sering dikritik karena dianggap membawa dakwah ke ranah politik praktis,” katanya.
Namun, ia menekankan bahwa UAS berperan penting dalam memberikan inspirasi kepada masyarakat, khususnya generasi muda. “UAS berdakwah untuk mendorong orang-orang terbaik agar berperan dalam membawa perubahan cepat melalui kekuasaan,” tambahnya.
Selain itu, ia juga menyebutkan, UAS sering di salah pahami karena posisinya sebagai ulama yang vokal dalam mengkritik berbagai isu sosial dan politik. “Banyak yang tidak paham UAS sebenarnya sedang menjalankan peran ulama sebagai penggerak sosial,” jelasnya.
Menurutnya, penolakan ini menekankan tidak hanya berdampak pada UAS tetapi juga pada pandangan masyarakat terhadap ulama secara umum. “Penolakan terhadap UAS bisa merusak citra ulama di mata masyarakat, terutama bagi mereka yang melihat ulama sebagai sumber ilmu dan inspirasi,” ungkapnya.
Tambahnya, ulama seperti UAS berperan besar dalam membentuk pemikiran masyarakat dan penolakan ini bisa mempersempit ruang dakwah. “Peran ulama sangat besar, terutama dalam membentuk cara pandang umat. Penolakan ini bisa menghambat penyebaran ilmu yang seharusnya didukung,” tegas Zelfeni.
Zelfeni juga mengkritik lembaga-lembaga yang tidak memberikan dukungan kepada ulama-ulama yang aktif diranah publik. “Seharusnya lembaga seperti MUI berdiri didepan untuk mendukung ulama seperti UAS, bukan malah menghalangi dakwah mereka,” ucapnya.
Ia menutup pernyataannya dengan mengatakan, meskipun MUI memiliki otoritas, keputusan mereka tetap harus mempertimbangkan untuk dampak terhadap umat secara keseluruhan. “MUI memang diberi wewenang oleh negara, tapi keputusan mereka harus mencerminkan kepentingan umat bukan hanya segelintir kelompok,” pungkasnya. (Ira)
Catatan koreksi: Berita ini mengalami perubahan pukul 21.46 WIB pada judul karena ada kesalahan penulisan.
Wartawan: Verlandi Putra