Suarakampus.com- Tradisi perayaan peristiwa Nuzul Quran saat ini banyak dianggap sebagai bid’ah. Bid’ah di sini bukan berarti perbuatan yang berdosa, namun berkenaan dengan hal-hal yang tidak pernah dilaksanakan oleh Rasulullah.
Hal tersebut disampaikan oleh Founder Program Bitul Qur’an Diniyyah Pasia, Zulfadhli Ibnu Tarmidzi. Katanya, perlombaan dalam memperingati peristiwa Nuzul Quran boleh dilakukan, sebab banyak dalil dalam Alquran yang menganjurkan untuk berlomba-lomba dalam kebaikan.
“Tradisi yang awalnya dinilai baik justru dirusak oleh pemuda-pemudi dengan melakukan hal-hal yang tidak sesuai syariat Islam di dalam masjid, bahkan ada di antara mereka yang berpacaran saat acara berlangsung,” tutur Zulfadhli saat webinar Ngopi Ikatan Alumni Diniyyah Pasia (IADP) Kota Padang, Sabtu (30/04).
Lanjutnya, poin terpenting dari Nuzul Quran itu bagaimana sikap mentadaburi peristiwa tersebut, supaya menjadi pribadi yang lebih bertakwa. “Jangan sampai dinodai dengan perbuatan yang tidak baik, terutama bagi remaja yang mengadakan acara,” terangnya.
Zulfadhli mengungkapkan terdapat beragam pendapat ulama yang menjelaskan tentang peristiwa turunnya Alquran. “Pendapat yang kuat mengatakan bahwa Alquran turun pada 17 Ramadan,” ucapnya.
Selain itu, ia juga menerangkan kitab Alquran bukanlah kitab suci yang diturunkan secara terburu-buru, namun bertahap. “Berdasarkan pendapat para ulama, Alquran diturunkan secara perlahan-lahan atau dalam bahasa Arab dikenal dengan Munajjaman,” kata Founder Program Bitul Qur’an Diniyyah Pasia tersebut.
Ada pendapat yang menyebutkan bahwa Alquran turun dengan tujuh huruf yang berbeda. “Pendapat yang kuat mengatakan bahwa tujuh huruf yang dimaksud tersebut merupakan tujuh aksen bahasa Arab yang berbeda-beda,” tutup Zulfadhli. (rta)
Wartawan: Randa Bima Asra (Mg)