Donat Ibu Semangatku

Ilustrasi: Isyana/suarakampus.com

Oleh: Gema Belia
(Mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam UIN Imam Bonjol Padang)

Riana, gadis berhijab biru itu tengah duduk di sudut perpustakaan. Matanya menari-nari, seiring dengan gerakan tangan yang lihai membolak-balikkan lebaran buku. Sesekali dia tersenyum, namun detik berikutnya dia menagis, lalu setelah itu tertawa. Seakan menjadi tokoh utama dalam novel yang ia baca.

“Luar biasa, ini bukunya sangat menakjubkan. Ah, tentu saja peringat nomor satu, best seller di seluruh gramedia,” ujarnya.

Tubuhnya berdiri, dengan langkah kaki yang perlahan menuju rak buku. “Suatu hari nanti, karyaku akan ada di rak ini,” gumamnya dengan senyum yang tak pudar.

“Apa?? karyamu akan jadi best seller? Hahaha MIMPII Rain! Mustahil sekali,” ujar perempuan yang memakai hoodie toska.

Raina tertegun, raut wajahnya menjadi sedih, “Bermimpi boleh, tapi jangan ketinggian,” ucap Riska kemudian berlalu dari hadapan Raina.

Sepulang dari perpustakaan, Raina menutup diri dikamar. Perkataan Riska membuatnya ingin menyerah, “Benar, sepertinya  itu mustahil. Aku gadis bodoh yang bahkan nilai bahasa Indonesia saja 50.”

Ketukan kamar memecahkan lamunannya, “Raina, ini ibu bawakan donat kesukaanmu.”

Bergegas Raina membukakan pintu, di depan sana telah berdiri wanita cantik yang sangat mirip denganya. “Terima kasih ibu,” ucap gadis itu pada ibunya.

“Nak, hidup itu seperti donat. Butuh waktu bagi tepung untuk bisa berubah menjadi donat yang enak.”

Raina menatap ibunya, seolah mendapat energi, dia tersenyum. “Pahamkan maksud ibu?” tanya ibunya pada gadis itu.

Dia mengangguk, “hm, sangat paham ibu. Terima kasih untuk donatnya.”

Berkat ucapan dari sang ibu waktu itu, Raina menjadi lebih bersemangat dan tak mudah putus asa. Cacian dan hinaan dari temannya, tidak lagi membuat gadis itu sedih, justru hal itu menjadi lecutan untuknya dalam mewujudkan mimpi yang telah ia dambakan.

Sekarang, mimpi Raina telah terwujud, menjadi penulis dengan karya yang best seller. Melalui karyanya, Raina bisa mengelilingi dunia. Ibunya sangat bangga terhadap anak semata wayangnya. Meski terlahir dari keluarga kurang mampu, semangat sang anak tidak pernah padam, justru kian membuncah.

“Ibu, terima kasih.” ujar Raina seraya memberikan bunga mawar kepada malaikat tak bersayap itu.

“Sayang, ibu hanya melakukan tugas ibu. Semua ini berkat kamu sendiri, gadis yang tangguh terhadap impiannya.”

Keduanya tersenyum, kemudian berpelukan di tengah senja yang perlahan mulai menghilang. Semua manusia bisa mewujudkan mimpinya, jika raga itu tidak mudah rapuh dengan hinaan. Raina, gadis pendiam yang kerap di bully, bermimpi bisa menjadi penulis, kerap di caci, dihina. Tapi tetap bersemangat dalam meraih impianya.

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Post

Fenomena Jasa Joki Tugas di Kalangan Mahasiswa UIN IB Padang

Next Post

Perasaan yang Tak Beruang untuk Mekar

Related Posts
Total
0
Share