Oleh: Aifanisa Rahman
Pendidikan Bahasa Arab Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang
Alumni Student Literacy Camp (SLC) 2024
Aifanisarahman2303@gmail.com
Di bawah langit biru Kota Padang yang kerap kali disapu mentari terik, berdiri kokoh Kampus II Universitas Islam Negeri Imam Bonjol. Sebuah saksi bisu sejarah panjang pendidikan Islam di ranah Minang. Namun, di balik bangunan-bangunan tua yang menyimpan banyak cerita masa lampau, saat ini tersimpan pula ironi yang mengusik nurani. Fasilitas-fasilitas yang ada seolah hanya bayangan, hadir namun tak memberi kenyamanan. Mereka, dengan segala keanggunan yang tersisa, menjadi cerminan duka yang terpendam di dalamnya.
Menatap Keanggunan yang Memudar
Ketika matahari mulai merayap ke langit Padang yang luas, warna kuning kecokelatan dari gedung-gedung tua di Kampus II UIN Imam Bonjol Padang mulai terlihat. Gedung-gedung itu, seakan menatap ke masa lalu dengan keanggunan yang memudar. Dinding-dinding yang berlumut dan retak menambah kesan usang. Setiap sudut ruang di dalamnya memiliki cerita tersendiri, dari ruang kelas yang pernah penuh dengan semangat belajar hingga lorong-lorong yang kini sunyi tanpa jejak, setiap sentuhan pada gedung tua ini menyiratkan duka yang terpendam. Namun, tidak semua yang terjadi di balik tembok berdinding bata itu bisa terungkap begitu saja.
Cerita Sunyi di Balik Tembok
Bangunan-bangunan tua ini, bagaimanapun adalah saksi bisu perjalanan panjang pendidikan di UIN Imam Bonjol. Mereka berdiri megah di masa lalu, menjadi pusat intelektualitas yang penuh gairah. Namun, seiring berjalannya waktu, mereka tampak diabaikan, dibiarkan merana dengan retakan di dinding dan kursi-kursi dengan tatakan yang sudah tidak simetris dan juga papan tulis yang hanya bermodalkan sanggahan kursi pada kedua sisinya menjadi pemandangan sehari-hari. Kursi-kursi yang usang memaksa mahasiswa untuk duduk dengan tidak nyaman, menghabiskan jam demi jam dengan tubuh yang merintih. Fasilitas-fasilitas ini seharusnya mendukung, bukan menghambat. Namun, realitanya mereka seolah menjadi penghalang dalam mengejar ilmu. Memasuki ruang-ruang kelas di kampus ini, ada rasa sengsara yang tak bisa diabaikan. Kipas angin yang seharusnya berputar membawa kesejukan, hanya berputar dalam kehampaan tanpa angin yang dibawa, berkarat dan berdebu oleh waktu yang telah lama berlalu tanpa pemeliharaan. AC yang terpasang rapi di dinding, hanya menjadi pajangan semata, ada tapi tak terasa kesejukannya. Suasana kelas menjadi pengap dan tak bersahabat, memaksa setiap mahasiswa dan dosen bergulat dengan kegerahan. kondisi ini juga menyangkut kesehatan, panasnya ruangan yang tak tertahankan menambah beban belajar, suasana pengap dan panas bisa membuat tubuh letih, pikiran pun mudah jenuh. Konsentrasi menjadi barang mahal, sementara semangat belajar bisa hilang tergerus oleh kondisi yang tidak mendukung. Padahal, kipas angin dan AC bukanlah barang mewah yang sulit dijangkau, melainkan kebutuhan dasar yang seharusnya dipenuhi.
Panorama ini lebih dari sekadar ketidaknyamanan fisik, ia adalah cerminan dari kepedulian yang hilang. Ketika fasilitas yang ada seolah hanya hadir untuk memenuhi syarat akreditasi, rintihan gedung tua ini semakin nyaring terdengar di hati mereka yang menghuninya.
Sorotan Terhadap Masalah
Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa masalah ini perlu mendapatkan perhatian lebih lanjut. Duka yang dirasakan gedung tua tersebut seakan memanggil untuk diperhatikan. Kondisi fisik yang memprihatinkan dari gedung-gedung tersebut dan fasilitas yang disediakan bukanlah hal yang bisa diabaikan begitu saja. Ini bukan hanya soal kenyamanan belajar mengajar, tetapi juga soal keamanan dan kesejahteraan para penghuninya.
Langkah-langkah perbaikan yang tepat perlu segera diambil. Audit menyeluruh terhadap kondisi gedung-gedung tua, perbaikan fasilitas yang rusak, dan perawatan rutin yang diperlukan adalah langkah awal yang penting. Namun, lebih dari itu, diperlukan juga komitmen dan kerjasama dari seluruh pihak terkait untuk menjaga dan merawat aset berharga ini.
Harapan di Tengah Duka
Dalam kerinduan akan kejayaan yang telah berlalu, mereka merasakan setiap derita yang terjadi di dalamnya, namun tidak dapat berbuat banyak. Keanggunan yang dulu mereka pancarkan, kini telah pudar oleh usia dan kelalaian. Namun, di balik sunyi yang menyelimuti, ada kekuatan yang tak terungkapkan. Mahasiswa dan dosen yang setia menjalani kehidupan di kampus ini, meski terpaksa menghadapi keterbatasan, tetap memiliki semangat yang membara. Mereka mungkin merasa terluka oleh kondisi gedung tua yang tak lagi layak, namun semangat mereka tetap tidak tergoyahkan. Mereka tetap berjuang, mengukir cerita-cerita baru di tengah keadaan yang sulit.
Di balik duka yang menyelimuti, ada harapan yang tetap menyala. Harapan akan masa depan yang lebih baik untuk kampus ini, di mana gedung-gedung tua akan kembali bersinar seperti dulu. Harapan akan ruang kelas yang nyaman dan fasilitas yang memadai untuk semua penghuninya. Harapan akan cerita-cerita baru yang akan tercipta, di tengah kemegahan bangunan-bangunan bersejarah ini.
Duka gedung tua itu, meski tak terungkapkan dengan kata-kata, menjadi panggilan untuk bertindak. Panggilan untuk merawat dan menghargai warisan berharga ini, agar dapat dinikmati oleh generasi mendatang. Gedung-gedung tua ini, dengan segala keanggunannya yang memudar adalah bagian tak terpisahkan dari identitas kampus ini. Dan, dengan bersama-sama kita dapat membuat cerita-cerita baru yang lebih gemilang di masa depan.
Mengakhiri Sunyi dengan Langkah Bersama
Kisah duka gedung tua di Kampus II UIN Imam Bonjol Padang tidaklah berakhir begitu saja. Ini adalah panggilan untuk bersatu dan bertindak, untuk menjaga dan merawat warisan berharga ini. Melalui langkah-langkah nyata dan kerjasama yang solid, kita dapat mengakhiri sunyi yang menyelimuti gedung-gedung tua ini.
Sebuah kampus bukanlah sekadar bangunan-bangunan fisik, tetapi juga merupakan komunitas yang hidup dan bernyawa. Dan dalam komunitas itu, setiap suara memiliki arti yang penting. Mari dengarkan dan merespon dengan bijak, agar kedepannya kampus II UIN Imam Bonjol dapat kembali bersinar. Gedung-gedung tua yang sekarang merintih, suatu hari nanti bisa kembali berdiri megah dengan penuh kebanggaan. Mereka akan menjadi saksi dari kebangkitan baru, di mana setiap mahasiswa dan dosen bisa merasakan kenyamanan dan kebahagiaan dalam menjalani aktivitas akademiknya.
Dengan komitmen bersama, kita bisa merajut cerita baru yang lebih indah, menghapus derita masa lalu, dan menciptakan masa depan yang lebih cerah. Mari kita jadikan kampus II UIN Imam Bonjol Padang sebagai tempat di mana semangat belajar dan mengajar kembali berkobar, di mana gedung-gedung tua bisa kembali tersenyum dalam keanggunan barunya. Ini adalah tanggung jawab kita bersama, untuk memastikan bahwa duka gedung-gedung tua ini tidak akan berlarut-larut, melainkan berubah menjadi simbol kekuatan dan kebersamaan yang tiada tara.