Suara kampus.com- Greenpeace Indonesia adakan diskusi bahas konflik yang terjadi di Rempang, guna untuk menjaga lingkungan dari potensi kerusakan. Kegiatan ini disampaikan dalam Silang Hukum (Siaran Langsung Paham Hukum) melalui Instagram, Kamis (01/02)
Forest Campaigner, Refki Sahputra menyatakan bahwa sebelumnya sempat terjadi pertentangan antara masyarakat Rempang dengan keamanan untuk pengosongan lahan. “Tahun lalu adanya bentrok fisik antara warga dengan aparat negara, pemerintah perkara tanah,” ucapnya.
Ia melanjutkan, bahwa pengosongan lahan akan digunakan untuk pembangunan pabrik industri. “Wilayah itu nantinya akan dijadikan panel surya atau industri kaca serta investasi asing,” lanjutnya.
Ia mengatakan bahwa begitu banyak perlawanan yang muncul dari masyarakat. Semua konflik yang terjadi disebabkan oleh sikap pemerintah yang begitu abai terhadap rakyat dan lingkungan.
“Negara mengabaikan hak atas tanah bagi warga sekitar yang telah tinggal puluhan tahun,” keluhnya.
Selain itu, ia mengungkapkan hendaknya di jelaskan secara rinci keuntungan serta kerugian yang didapatkan kepada masyarakat tentang industri tersebut. “Begitupun sebenarnya tidak perlu melakukan penggusuran atau pengosongan lahan,” sampainya.
Ia mengatakan pemerintah mengabaikan hak atas tanah bagi warga sekitar yang telah tinggal puluhan tahun. “Daerah Rempang cukup luas, seharusnya pemerintah bisa memilih wilayah, sebab luas daratannya sekitar 165 km² dan tidak semua tempatnya itu dihuni,” jelasnya.
Refki juga mengatakan, proses pembangunan tersebut berdampak besar terhadap lingkungan dan masyarakat, maka harus melakukan proses studi. “Untuk mengantisipasi segala kemungkinan yang terjadi, harus dilakukan yang namanya Kajian Lingkungan hidup Strategi (KLS),” tegasnya.
Ia berharap bahwa dari generasi kini hingga selanjutnya mampu menjaga kelestarian keindahan lingkungan. “Jagalah yang ada dan tegakkan keadilan bagi lingkungan,” harapnya. (red)
Wartawan: Ulya Rahma Yanti (Mg)