Penulis: Ifra Wahyuni (Mahasiswa Hukum Ekonomi Syariah UIN Imam Bonjol Padang)
Suarakampus.com- Presiden serahkan draf rancangan RKUHP terbaru pada Rabu, 09 November 2022 pasalnya, dalam rancangan Undang-undang tersebut membahas ancaman terhadap orang yang dengan sengaja menghina lembaga kekuasaan negara seperti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) hingga Kejaksaan, baik itu melalui lisan melalui tulisan.
Rancangan Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) sendiri disusun sebagai bentuk kebutuhan akan pedoman aturan dalam suatu tindakan yang melawan hukum dalam bermasyarakat, berangkat dari persoalan tersebut mengapa RKUHP ini sangat urgent disahkan? Yang mana pada dasarnya setiap aturan yang dibentuk bakal digandengkan dengan perkembangan masyarakat.
Pasal yang masih dipandang oleh beberapa tokoh masyarakat, dan yang paling krusial dari draf RKUHP adalah pasal penghinaan kepada kekuasaan umum. Ancamannya terhitung 18 bulan penjara. Ancaman pidananya bisa diperberat jika penghinaan menyebabkan kerusuhan.
Merujuk kepada Rancangan Undang-undang (RUU) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang berisikan pasal seperti berikut:
Pasal 349 ayat 1
Setiap orang yang di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina kekuasaan umum atau lembaga negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
Namun pada ayat 3 ditegaskan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dituntut berdasarkan aduan pihak yang dihina.
Hukuman akan diperberat lagi bila penghinaan itu dilakukan menggunakan sosial media dengan ancaman 2 tahun penjara. Hal tersebut tertuang dalam pasal 350 ayat 1 yang berbunyi:
Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar atau memperdengarkan rekaman, atau menyebarluaskan melalui sarana teknologi informasi yang berisi penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara. Adapun tujuannya agar isi penghinaan tersebut diketahui atau lebih diketahui oleh umum maka, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
Sementara pada bagian penjelasan, dijelaskan dalam pasal 351 ayat (1) yang membahas mengenai penghinaan DPR, Jaksa, Polisi, hingga Wali Kota.
Ketentuan yang dimaksud tersebut agar kekuasaan umum atau lembaga negara dihormati. Oleh karena itu perbuatan menghina terhadap kekuasaan umum atau lembaga tersebut dipidana berdasarkan ketentuan tersebut.
Yang dimaksud dengan kekuasaan umum atau lembaga negara antara lain adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia, atau Pemerintah Daerah (Pemda).
Tampaknya, hak tersebut bakal memancing amarah masyarakat, pasalnya hal tersebut seolah-olah dirancang untuk membungkam kritikan masyarakat terhadap kelembagaan negara. Pada kenyataan bukankah negara Indonesia adalah demokrasi?Lantas mengapa ada rancangan yang demikian rupa, lalu di mana letak demokrasi tersebut?