Oleh: Elsa Mayora
(Mahasiswa Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam)
Negeri ini, panggung sandiwara
Di mana rakyat kecil berpeluh di atas derita
PPN dua belas persen seakan palu yang memukul
Menggema bagai merobohkan harap yang kerdil
Miskin menangis, perut kosong merintih
Harga melambung, mimpi mereka kian letih
Di balik bilangan yang kaku dan dingin
Tawa orang kaya menggema, merayakan cawan emas yang tak henti terisi
Agama hanya meminta dua setengah persen
Sebentuk cinta untuk mereka yang lapar dan dingin
Namun negara, dengan jubah kuasanya yang mewah
Menuntut dua belas persen, mengurai hidup hingga tak bersisa
Di meja-meja megah penuh prasmanan
Para pemodal mengangkat gelas kebahagiaan
Sementara buruh, petani, dan pedagang kecil
Merunduk dalam gelap, menanti pagi yang mustahil
Ah, negeri ini seperti biduk oleng di samudra
Keadilan adalah ilusi yang tenggelam tanpa suara
Siapa yang akan bicara untuk mereka yang terinjak?
Ketika hukum hanya menari untuk pemilik mahkota dan berkilap
PPN dua belas persen, lebih dari sekadar angka
Ia adalah luka di tubuh bangsa
Adakah malam yang menyisakan doa?
Adakah tangan-tangan pemimpin yang tak lupa pada surga?
Mari kita tanya, pada langit yang membisu
Apakah ini takdir yang harus kita tempuh?
Atau mungkin, di balik jerit dan derai air mata
Ada harapan, meski hanya sebutir cahaya?