Oleh: Nofaldi Rahmanda (Ketua Mapala Alpichanameru UIN Imam Bonjol Padang 2021)
Berbagai fakta penghancuran lingkungan hidup dan ruang hidup rakyat, serta pelanggaran terhadap hak asasi manusia terus terjadi di Indonesia yang diakibatkan oleh paradigma ekonomi dan pembangunan yang eksploratif, dengan atas nama pertumbuhan ekonomi. Kejahatan lingkungan yang mengakibatkan krisis multi dimensi yang harus ditanggung oleh rakyat. Bencana ekologis, kemiskinan, pencabutan ruang hidup rakyat, konflik dan bentuk pelanggaran hak asasi manusia.
Upaya perjuangan mempertahankan lingkungan hidup dan ruang hidup oleh komunitas rakyat dari ancaman kejahatan lingkungan hidup oleh korporasi dan negara, sering kali justru dihadapkan dengan ancaman tindak kekerasan berupa intimidasi, kriminalisasi, maupun kekerasan fisik yang berujung pada hilangnya nyawa.
Situasi tersebut tentu mengkhawatirkan, di tengah Indonesia yang memiliki instrumen hukum dan hak asasi manusia yang seyogyanya dapat memberikan jaminan perlindungan terhadap pejuang lingkungan. UU 32/ 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup menyebutkan bahwa “lingkungan hidup yang bersih dan sehat adalah hak asasi manusia”
Apa yang dimaksud dengan pelanggaran hak atas lingkungan hidup dan hak asasi manusia? Apa saja faktor dan aktor yang sering melakukan pelanggaran terhadap hak asasi maunusia dan lingkungan hidup? Jika mengacu pada UU 32/2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, perusakan lingkungan hidup, perusakan lingkungan hidup adalah tindakan orang yang menimbulkan perubahan fisik dan non fisik, kimia, maupun hayati yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. Serta perusakan lingkungan hidup adalah perubahan secara langsung dan tak langsung terhadap sifat fisik, kimia dan hayati yang melampaui batas kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mendefinisikan kejahatan lingkungan hidup adalah perlakuan atau tindakan perampasan, serta penghilangan atas lingkungan hidup dan sumber-sumber kehidupan rakyat yang dilakukan secara langsung melalui pengaruh kekuasaan, modal, kekuatan politik dan kekuasaan. Walhi menilai bahwa gejala eksplotasi yang masif terhadap sumber daya alam dan secara terbuka, menurut kenyataanya telah mengarah kepada tindakan perusakan lingkungan dan pemusnahan atas ekosistem sumber kehidupan dan lingkungan hidup, atau disebut ecocide.
Kejahatan lingkungan (environmental crime) adalah kejahatan yang dilakukan oleh orang atau kelompok serta badan hukum yang bersifat merusak dan mencemari lingkungan, dalam kacamata kriminologi kejahatan lingkungan memiliki perbedaan dengan kejahatan konvensional, ciri utama dari kejahatan ini adalah dilakukan oleh korporasi dalam menjalankan usaha serta keterlibatan negara didalamnya.
Dalam perkembangannya kejahatan lingkungan semakin masif terjadi dengan dampak yang begitu besar dan luas yang terus berulang kali dilakukan sudah sampai pada kategori kejahatan ekosida. Ekosida dapat kita pahami sebagai sebuah tindakan terencana baik secara langsung, maupun tidak yang bertujuan untuk menghancurkan dan memusnahkan eksistensi sebuah tata kehidupan semua mahkluk hidup di dalamnya, yang dilakukan secara terstruktur dan sistematis.
Sehingga kurun waktu belakangan kita sering mendengar istilah pembela Hak Asasi Manusia (HAM) tetapi jarang terdengar pembela hak asasi lingkungan, karena hak atas lingkungan merupakan bagian dari HAM, oleh karena itu pembela hak atas lingkungan juga dapat disebut sebagai pembela hak-hak asasi manusia.
Pada deklarasi HAM dideklarasi PBB, pembela HAM didefinisikan sebagai orang-orang yang secara individu ataupun bersama orang lain, mengambil tindakan untuk mempromosikan atau melindungi HAM, pembela HAM dikenali dengan menjabarkan tindakan-tindakan dan konteks pekerjaan mereka. Ada juga yang mengartikan pembela HAM adalah penggiat, dalam hal ini adalah orang mempromosikan hak atau melindungi HAM, profesi mereka bisa berupa jurnalis, aktivis lingkungan, pelapor pelanggaran, serikat buruh, pengacara, guru, mahasiswa, masyrakat adat dan sebagainya.
Beranjak dari beberapa rujukan tersebut maka definisi pembela HAM dan lingkungan tidak hanya sebatas pada aktivis saja, tapi semua orang yang secara individu atau bersama-sama memperjuangkan pemenuhan dan terlindunginya hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang bersih dan sehat.
Setelah sedikit banyak menyinggung mengenai hak asasi lingkungan, tentunya dalam sebuah kegiatan mestinya memiliki etika-etika tertentu begitupun etika lingkungan hidup yang merupakan petunjuk atau arah perilaku praktis manusia dalam mengusahakan terwujudnya moral lingkungan hidup, etika lingkungan hidup tidak saja mengimbangi hak dan kewajiban terhadap lingkungan, tetapi juga membatasi tingkah laku serta perilaku dan upaya mengendalikan berbagai aktivitas atau kegiatan dalam batas kewajaran lingkungan hidup.
Etika lingkungan hidup juga berbicara mengenai relasi di antara semua kehidupan di alam semesta, yakni antara manusia dengan manusia atau manusia dengan mahkluk lainnya secara keseluruhan termasuk di dalamnya mengenai kebijakan yang secara langsung dan tidak langsung memiliki dampak terhadap alam. Untuk menuju pada etika lingkungan hidup itu, perlu pemahaman tentang perubahan pandangan terhadap lingkungan hidup itu sendiri, oleh karena itu etika lingkungan hidup adalah kebijaksanaan moral manusia dalam bergaul dan berinteraksi dengan lingkungan hidup. Agar setiap kegiatan yang bersangkutan atau bersinggungan dengan lingkungan hidup dapat dipertimbangkan secara cermat sehingga keseimbangan dapat terwujud.
Ada sebuah diskursus dalam relasi antara HAM dan lingkungan hidup serta sumber daya alam yang mana merupakan satu kesatuan tak dapat dipisahkan satu sama lain, HAM sebagai eksistensi manusia sementara lingkungan hidup sebagai esensi kehidupan.
Hak atas lingkungan hidup harus keluar dari pandangan konvensional bahwa hanyalah unsur instrumental dari hak asasi manusia, karena secara tidak sadar kerusakan terhadap lingkungan hidup akan mempengaruhi penikmatan terhadap kualitas hak asasi manusia, jadi konstruksi dan penegakan hukum berbasis lingkungan hidup tidak semestinya mendegradasikan nilai-nilai hak asasi manusia.
Berbicara mengenai kepentingan lingkungan hidup berarti termasuk di dalamnya eksistensi manusia karena manusia merupakan sub-sistem dari lingkungan hidup itu sendiri, selanjutnya tinggal bagaimana kedaulatan lingkungan hidup yang ditawarkan itu dapat ditransformasikan dalam konteks bernegara, lebih lengkapnya dalam konteks negara hukum.
Konsep negara hukum rule of law menempatkan pengakuan dan perlindungan HAM sebagai titik sentral. Untuk melindungi HAM, yang mana konsep negara hukum berorientasi pada antroposentris, dalam kaitannya dengan etika lingkungan hidup, antroposentrisme adalah teori lingkungan hidup yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta, antropsentrisme juga merupakan sebuah teori filsafat yang mengatakan bahwa prinsip moral hanya berlaku untuk manusia, bahwa kebutuhan dan kepentingan manusia adalah nilai tertinggi dan paling penting, yang bermuara pada pemikiran bahwa segala tuntutan mengenai perlunya kewajiban dan tanggung jawab moral manusia terhadap lingkungan hidup dianggap sebagai tuntutan yang berlebihan, tidak relevan, dan tidak pada tempatnya.
Kewajiban dan tanggung jawab manusia terhadap lingkungan hidup tidak dianggap perwujudan kewajiban dan tanggung jawab moral manusia terhadap alam. Hanya dipandang sebagai instrumen guna pemenuhan kepentingan sesama manusia, tentu sangat tidak bijaksana kalau gagasan antroposentris ini tetap dipertahankan dengan kondisi lingkungan yang mengancam kelangsungan hidup seluruh organisme, tanpa bermaksud untuk mengurangi esensi keistimewaan manusia perlu kesadaran bahwa manusia adalah bagian dari lingkungan hidup itu sendiri.
Alam semesta merupakan suatu sistem ekologi yang utuh dan meyeluruh, pada hakikatnya bumi hanya sub-sistem ekologi. Secara lazim dan populer penggunaan istilah ekologi merujuk kepada sistem ekologi di bumi yang seharusnya menjadi acuan dalam upaya menggeser paradigma antroposentris
Atas usangnya relevansi atroposentris dalam memahami relasi manusia dan lingkungan hidup hadirlah ekosentrisme sebagai alternatif perspektif, teori ekosentrisme berorientasi kepada pemahaman dan pendekatan secara komperhensif atas moral tentang lingkungan hidup yang mana tengah diupayakan untuk dapat disandingkan dengan HAM. Ekosentris ini pada akhirnya akan menimbulkan kesadaran yang ditandai dengan jaminan dalam dimensi hukum, apabila kedaulatan hak lingkungan hidup terakomodasi dalam tingat konstitusi, maka sekuruh aturan perundang undangan serta interaksi pemerintah akan berkesinambungan dengan pengakuan dan perlindungan hak lingkungan hidup.
Kembali kepada pebahasan mengenai ekologi, ekologi adalah studi ilmiah tentang organisme yang mengkaji interaksi antar organisme dengan lingkungan hidup dan tak hidup. Sedangkan ekologi politik merupakan perkembangan dari ilmu pengetahuan ekologi manusia dan sosiologi lingkungan serta ekonomi politik. Isitilah ekologi sendiri sebenarnya konsep yang yang menggambarkan hubungan antar manusia dan lingkungan hidup dengan bentuk ilustrasi-ilustrasi antar manusia dengan mahkluk atau spesies lain.
Berangakat dari ranah studi pembangunan kritis, studi ekologi politik menilai bahwa keputusan pengelolaan sumber daya tidak bisa dipahami hanya dari sudut pandang teknis yang memprioritaskan efisiensi. Kondisi seperti ini sangat krusial ditengah membludaknya ilusi-ilusi ekologi yang dilabelkan oleh ideologi kapitalisme, seperti “ekonomi hijau” atau “kebijakan hijau”. pada dasarnya itu tidak lebih dari sekadar penetralisir dimensi radikal dari masalah ekologi, sekarang yang mungkin saja berpotensi untuk membuka orientasi politik baru diluar kapitalisme.
Penghancuran ekologis atau ecocide akan dipahami sebagai fungsi modal, dengan dorongan tanpa belas kasihan untuk mengakumulasi siklus alami yang rusak dan runtuh serta melampaui batas, pandangan lain yang sangat penting dalam konteks ekologi politik yakni ekologi sosial. Ekologi sosial adalah pendekatan untuk masyarakat yang menganut pandangan ekologis, ideologi ini terlihat untuk merekonstruksi dan mengubah pandangan saat ini tentang masalah sosial dan faktor lingkungan hidup sembari mempromosikan demokrasi langsung.
Kementerian lingkungan hidup dan kehutanan menyebut kerugian negara karena kejahatan lingkungan mencapai RP17,8 triliun,. kerugian ini baru dari sektor kehutanan. Kejahatan lingkungan adalah kejahatan oleh orang atau kelompok atau badan hukum yang bersifat merusak dan mencemari lingkungan hidup, memiliki perbedaan dengan kejahatan konvensional. Dilakukan perusahaan-perusahaan dalam menjalankan usaha serta melalui keterlibatan negara.
Kejadian yang paling sering terjadi, tindakan negara menyimpang sering berada pada titik temu yang sama dengan kejahatan lingkungan hidup korporasi, sehingga menghasilkan tindakan kriminal luar biasa besar terhdap HAM dan lingkungan hidup, dengan demikian kejahatan kejahatan korporasi negara merupakan bentuk signifikan atas kejahatan tertinggi yang kebetulan melibatkan kepentingan dan keuntungan antara kedua kekuatan.
Kejahatan lingkungan hidup yang terjadi beberapa tahun belakangan mendapat perhatian global karena dampak serius dan merusak lingkungan hidup ataupun ekosistem, perdammaian, keamanan dan pembangunan. Tindakan ilegal yang secara langsung membahayakan lingkungan hidup. Di Indonesia, kejahatan lingkungan hidup sejalan dengan kejahatan korporasi dengan kekuasaan negara melalui berbagai regulasi dan perizinan dalam pengolahan Sumber Daya Alam (SDA) atau agraria. Ini dapat kita saksikan dalam rekam jejak perjuangan Walhi bersama dengan rakyat dalam memperjuangkan hak-hak mereka dari ancaman investasi.
Setidaknya kasus-kasus besar dugaan kejahatan lingkungan hidup yang menjadi penanda peristiwa. Dapat kita lihat, di antaranya pada kasus tambang PT Freeport Indonesia, kasus tambang Nikel PT Vale Indonesia, kasus lumpur lapindo, kasu tambang Weda Bay Nickel di Maluku Utara, dan bahkan penghancuran lingkungan hidup yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan milik negara seperti PT Semen Indonesia.
Di perkebunan, dapat kita lihat pada kasus PT Inti Indorayan/Toba Pulp Lestari, pekebunan kelapa sawit dan kebun kayu (hutan tanaman industri) yang telah mengakibatkan kebakaranhutan dan lahan di Sumatera dan Kalimantan dengan melibatkan grup-grup besar perusahaan seperti Wilmar , Sinar Mas, Simerdarby, PTPN, dan marubeni.
Ekosistem serta lingkungan hidup juga dikorbankan atas nama pembangunan infrastruktur skala besar, seperti pembangunan DAM Koto Panjang yang telah menenggelamkan desa dan mengusir paksa gajah yang hidup di sana, bahkan ekosistem esensial berupa kawasan gambut, karst, dan pesisir juga tidak lepas dari industri dan pembangunan, baik pulau besar maupun pulau-pulau kecil tidak luput dari ekspansi pertambangan dan perkebunan tanpa peduli pada tingkat kerentanan bencana dan perubahan iklim.
Kini kejahatan lingkungan hidup menyamarkan dirinya dengan kemasan-kemasan berbalut isu lingkungan hidup itu sendiri, seperti kasus-kasus konservasi atau industri pariwisata yang menempatkan lingkungan hidup tidak lebih dari sekadar komoditas bisnis baru.
Meskipun kewajiban HAM ada di pundak negara, tapi kita juga menyadari bahwa selama ini perlindungan lingkungan hidup justru banyak dilakukan oleh institusi informal, oleh rakyat dan komunitas-komunitas seperti masyarakat adat, petani, nelayan, dan perempuan. Maka, yang dibutuhkan adalah bagaimana negara juga dapat memberikan jaminan perlindungan terhadap komunitas-komunitas rakyat yang menjaga lingkungan hidup dari berbagai ancaman kejahatan.
Mengutip Statuta Walhi bahwa perjuangan untuk merebut dan mempertahankan kedaulatan rakyat atas lingkungan hidup dan sumber-sumber kehidupan rakyat yang merupakan bagian dari upaya mewujudkan tatanan demokrasi, dan kehidupan yang adil harus dilakukan secara arif dan berkelanjutan oleh berbagai kelompok masyarakat yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia.
Saatnya membangun kekuatan rakyat tersebut, guna memastikan terpenuhinya hak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat serta terjaminnya keselamatan rakyat, generasi hari ini, dan generasi yang akan datang.