Oleh: Verlandi Putra
(Mahasiswi Program Studi Tadris Bahasa Inggris)
Pagi buta mata terpicing
Layar pendar menari-nari
Jari lentik penuh tekad
Mengadu nasib nan pilu nian
Jam delapan lonceng berdenting
Semesta gaduh penuh jerit
Jiwa ngana siap bertanding
Meraup kursi berbalut perih
Angka satu terpampang megah
Kata penuh harap mengeja nama
Namun sistem mendadak pasrah
Lemah lunglai tanpa suara
Ngana menggeram menahan pilu
Tab ganda bertumpuk ragu
Mencari kelas yang masih bersisa
Namun ludes sudah seperti hampa
Rengekan memenuhi udara
Timeline gaduh berisik gulana
Keluhan tumpah seperti puisi
Namun sunyi tiada jawaban pasti
Dosen terhormat tersenyum arif
Katanya sabar jangan berisik
Semua pasti dapat tempat
Jika ikhlas menunggu akhir kiamat
Bertanyalah ngana dengan getir
Mengapa sistem seolah satir
Mengapa kursi yang terlalu sedikit
Dibiarkan menjadi sengketa pahit
Jawaban datang bagai petir
“Silakan sabar tetaplah patuh
Sistem ini sudah diatur
Oleh takdir yang kau tak perlu tahu”
Ngana termenung dalam keresahan
Tertahan dalam takdir birokrasi
Menatap masa depan penuh ketakutan
Akankah lulus tepat waktu nan pasti?
Lihatlah kursi nan tersisa
Hanya terbuka bagi yang perkasa
Bagi yang cepat bagi yang kuat
Bagi yang punya koneksi hebat
Yang lemah hanya bisa menangis
Terpinggir dalam batas kasat
Menyusun jadwal yang serba tragis
Hanya sisa kelas di sudut gelap
Sistem ini terus berputar
Bagai roda yang tak berarah
Entah sampai kapan ngana bertahan
Dalam kisah perang tanpa senjata
Mungkin satu hari nanti
Ketika war ini kehilangan daya
Sistem sadar lalu berkata
“Maaf, ternyata ini memang salah”
Namun sampai hari itu tiba
Ngana hanya bisa berkeluh kesah
Menyusun ulang tiap harapan
Dalam kisruh KRS tanpa harapan