Lagu Bayar-Bayar Band Sukatani Picu Kontroversi dan Kritik Publik

Potret Band Sukatani (Sumber: https://images.app.goo.gl/Vq1gWgxWFhVfquH99)

Suarakampus.com– Penarikan lagu “Bayar-Bayar” karya Band Sukatani memicu perdebatan publik terkait kebebasan berekspresi dalam seni musik. Dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Padang Panjang, Yade Surayya, menilai kasus ini menjadi pemicu diskusi tentang batas kebebasan seni di Indonesia.  Minggu (23/02).

Yade Surayya menjelaskan, penarikan lagu tersebut di platform musik dan permohonan maaf dari band menjadi sorotan publik. “Lagu ini justru dipakai sebagai alat protes oleh para pendemo kebijakan pemerintah,” ujarnya. 

Dosen seni musik itu menegaskan, intimidasi terhadap pihak yang terlibat dalam lagu “Bayar-Bayar” merupakan bentuk penyalahgunaan kewenangan. “Ini kesalahan dari perspektif kebebasan berekspresi dan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik,” tegasnya. 

Yade menambahkan, musik tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga sebagai alat perubahan sosial. “Publik harus bersuara dan memberikan dukungan jika ada upaya pembungkaman terhadap musisi,” ucapnya. 

Ia juga menekankan pentingnya regulasi yang lebih kuat untuk melindungi kebebasan berekspresi seniman. “Lembaga legislatif dan organisasi hak asasi manusia harus memastikan musisi tidak dipidana atau ditekan karena lirik lagu mereka,” jelasnya.

Yade menyarankan adanya ruang diskusi sehat antara aparat dan seniman jika terjadi ketidaksesuaian. “Solusi terbaik dari kritik bukanlah intimidasi, melainkan dialog terbuka,” tegasnya.

Ari Pernanda, Ketua Umum UKM Musik UIN Imam Bonjol Padang, menyatakan bahwa lagu “Bayar-Bayar” adalah karya seni yang sah. “Tidak ada yang salah dengan lagu ini karena ia mengkritik melalui medium musik, bukan fiksi,” katanya. 

Ari menekankan pentingnya kebebasan berkarya, terutama di lingkungan kampus. “Kampus seharusnya menjadi tempat bereksperimen dan mengeksplorasi berbagai bentuk seni,” ujarnya. 

Ia menyayangkan kemungkinan adanya pemecatan terhadap Band Sukatani. Ia menambahkan bahwa perlu ada klarifikasi dan diskusi terbuka antara pihak berwenang dan musisi untuk mencari solusi.

Ari berharap kebebasan berkarya di ranah musik tidak dibatasi. “Lingkungan kampus harus menjadi ruang aman untuk bereksperimen dan bereksplorasi,” tegasnya.

Wartawan : Chantika Aulia Riandri (Mg), Muhammad Luzufi (Mg), Irfan Habib (Mg)

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Post

Pelayanan Administrasi Kampus Dapat Sorotan Dari Mahasiswa

Next Post

Bayangan yang Tak Pernah Pergi

Related Posts
Total
0
Share