Misteri Pesan Terakhir Ayah

Oleh: Firga Ries Afdalia

Mahasiswa UIN Imam Bonjol Padang

Oktober akan segera berlalu dan menggoreskan kenangan yang akan jadi masa lalu. November pun sudah di ambang pintu, akankah ia akan melanjutkan serpihan kebahagiaan di bulan lalu?


Mereka seakan menjadi saksi cinta suci kami berdua. Pagi itu kabar kebahagiaan sudah mengaung di penjuru desa. Tepat ketika kami melaksanakan akad nikah. Acara yang sederhana namun memberikan kesan yang istimewa. Istimewa karena diwarnai cinta kami berdua. Setelah tanganmu, berhasil menjabat tangan waliku, dan ucapan “sah” pun sudah bergemuruh. Itu sebagai pertanda bahwa kita sudah menjadi sepasang keluarga baru.
Tidak ada pesta mewah, namun seluruh acara sangat sederhana, karena beberapa minggu yang lalu keluarga kami habis berduka cita. Ayah yang aku cinta, ternyata tidak sempat menyaksikan acara yang telah teragenda dengan sempurna. Beliau lebih dahulu dipanggil sang pencipta. Bahkan kebahagiaan sekarang, tidak sepenuhnya mampu menghapus luka. Luka masih tetap berbenah, namun suka sudah kerap menyapa.


Mulai hari itu, segala suka sudah kembali menyapa realita, yang belakangan terasa hambar bahkan juga pahit terasa di lidah. Mendapatkan pendamping yang sempurna tentu sudah menjadi kebahagian yang tak terhingga. Beberapa kenangan manis sudah mulai ditorehkan di bulan yang sama. Setelah aku dan dia menjadi satu keluarga, kami memutuskan tinggal berdua di istana yang sudah disiapkannya. Alhamdulillah imamku dari orang yang sederhana namun telah mapan berkat kesungguhan dan keuletannya.


Rumah itu cukup besar dihuni oleh sepasang kekasih yang baru nikah. Namun, kami tidak pernah merasa kesepian satu sama lainnya. Riko sangat romantis dan punya banyak ide agar aku tidak merasa kesepian. Dia melakukan segala cara agar aku tidak berlarut pada rasa duka yang beberapa waktu lalu melanda. Riko memang telah menjadi sosok lelaki yang sempurna dan menjadi suami idaman seluruh wanita.


“ Betapa beruntungnya aku punya suami seperti dikau kakanda?” lirih ku ucapkan pada telinga si dia yang tengah terlepap dalam pangkuan cinta.
Minggu tak terasa menjadi bulan. Kebahagiaan seakan selalu mengabarkan kebaikan. Lagi dan lagi Riko memberikan aku kejutan yang tak terkalahkan. Dia menyodorkan sebuah amplop putih yang ternyata berisi paket bulan madu kami berdua.
“ Really?” ucapku seakan tak percaya.
“ Exactly,” ucapnya sambil mengacak-acak rambutku dan mendaratkan ciuman di pipiku.


Aku tak pernah membayangkan realita cinta yang seindah ini. Padahal kami berdua hanya beberapa bulan kenal satu sama lainnya. Kami mengikatkan janji suci setelah tiga bulan kenalan sesuai dengan aturan yang telah dituntun ajaran Islam. Dia memberikan tiket bulan madu ke Paris. Tanpa disengaja ketika hari-hari pertama kami hidup serumah, aku pernah keceplosan kalau aku sangat mengagumi negara yang punya banyak pesona itu. Dan ternyata dia mewujudkannya.
“ Fabiayyiala irabbikuma tukazzibaan,” ucapku lirih dalam dekapannya.
Hari keberangkatan sudah di depan mata. Berita gembira ini juga udah dikabarkan pada seluruh keluarga dan alhamdulillah mereka merestuinya. Segala persiapan pun mulai dipersiapkan, mulai dari kesehatan dan beberapa perlengkapan lainnya. Hingga akhirnya keberangkatan sudah di hari H. Kami berangkat dari Bandara Soekarno Hatta selepas isya.


Segala suka dan cinta telah mewarnai sepasang hati kekasih halalnya. Bahkan seakan bumi ini hanya serasa milik kami berdua. Dan orang yang berada disekitar kami seakan hanya menjadi pemeran pelengkap cinta kami berdua, bahkan tidak berarti apa-apa. Sekarang pesawat sudah mengambil ancang-ancang penerbangannya. Aku pun tidak lupa menggandeng tangannya, dan selalu berada di dalam dekapannya. Maklum penerbangan itu merupakan penerbangan aku pertama kalinya.


Pesawat sudah berada pada posisi ternyamannya, begitupun aku sebaliknya. Perjalanan tengah malam, dengan jarak dan durasi waktu yang tidak sebentar, aku memutuskan untuk segera beristirahat di pangkuan Riko. Waktu itu Riko masih asik menikmati keindahan kota dari luar angkasa. Namun tak berselang waktu yang lama, ternyata Riko juga segera memejamkan matanya. Kami dan mayoritas penumpang telah beristirahat untuk meningkatkan stamina.


Kejadian naas itu tidak dapat lagi di elakkan, seperti deretan agenda yang sudah dituliskan. Tak berselang waktu lama, di saat kami semua lelap dalam mimpi indah satu sama lainnya. Hujan dan petir datang beriringan, hujan yang memberikan kedinginan hingga sambaran petir yang menyontakkan jiwa. Semua terbangun dari tidurnya, seakan telah mengetahui kejadian buruk akan segera terjadi.


Kejadian itu tepat terjadi pada pergantian siang dan malam, aku sempat melihat jam tangan seketika bangun karena guyuran hujan yang amat deras, ditambah dengan gemuruhnya petir yang memekakkan. Malam itu aku sempat bertemu dengan ayah, dan beliau memberikan pesan yang amat berharga.
“Janganlah sesekali kamu merasa bahagia yang tak terhingga nak, karena bersama bahagia itu pastilah ada duka. Maka dari itu berhati-hati dan ambilah jalan tengah,” ucap ayah dalam mimpi tidurku yang hanya beberapa waktu.


Halilintar terakhir itu menyambar ekor pesawat yang kami tumpangi, keadaan tidak lagi terkendali. Kobaran api yang kecil membuat ledakan tidak dapat dielakkan lagi. Pramugari segera memerintahkan untuk memakai set bell dan baju pelampung. Tubuhku sudah menggigil di pangkuan Riko, seakan takut melihat malaikat Israil yang akan datang menjemput. Riko berusaha bersikap tenang untuk menguatkan diriku yang rapuh. Beribu do’a pun segera dipanjatkan pada sang pencipta. Bahkan orang yang tak beragama pun segera percaya atas mukjizat sang pencipta hingga segera memanjatkan do’a.


Aku terbagun dengan kondisi yang terluntang-lantung di tengah lautan. Terlihat serpihan kapal sudah mengitari lautan. Aku paksakan sekuat tenaga untuk berenang ketepian. Aku tidak melihat seorangpun tim sar yang ada di sana. Aku hanya melihat dengan tatapan yang samar-samar bahwa Riko telah menunggu di tepian. Aku perkuat dayungan tangan, agar segera menepi di tepian.
“ Masyaallah, Allah masih menyayangi kita honey,” ucapku sambil mendekapnya dalam pangkuan ku.
“ Iya,” responnya datar.


Riko menarik tanganku dan menuntun aku agar mengikutinya. Aku tidak bertanya dan diapun juga tidak berkata. Dia hanya memerintahkan agar aku menutup mata, dan aku pun menyanggupinya. Langkahnya telah terhenti dan aku pun mengikuti. Hingga ketika aku sudah membuka mata kembali, aku sudah berada di sebuah hotel yang indahnya bagaikan surga. Dia masih tetap bersikap dingin. Aku juga berusaha untuk tidak banyak tanya karena aku pikir dia masih trauma atas insiden yang baru terjadi.


Mentari telah mencuatkan kehangatan dan aku pun segera kembali ke alam sadar setelah semalaman ketiduran. Pagi itu Riko telah menyiapkan seluruhnya, mulai dari segelas susu dan sebilah roti untuk sarapan pagi. Aku bergegas mandi sebelum melahap seluruh sarapan yang telah disediakan. Semenjak kejadian itu Riko menjadi datar, dia jarang bicara dan suka bertingkah misterius. Dia tak mengizinkan aku kemana-mana, dia menginginkan agar aku selalu bersamanya tanpa gangguan apa-apa.
Seminggu berlalu, keadaan yang begitu datar tentu memberikan kejenuhan pada diriku. Aku sudah mulai bertanya banyak hal, namun Riko malah sebaliknya, semakin bersikap cuek dan mulai kasar. Aku harus tetap sabar agar nyawaku tidak tewas mengenaskan. Aku selalu meminta agar kami segera pulang karena aku sangat merindukan seluruh kenangan ketika di sana. Namun lagi dan lagi Riko menolak dengan kasar bahkan tamparan pun mendarat di pipi sebelah kananku.
“ Kamu telah berubah! Kamu bukan Riko yang aku kenal lagi, kamu bukan suamiku yang selalu memuliakanku! Aku rindu dengan dirimu yang dulu,” rintihku di depannya.


“ Hahahaahahha…. Aku memang bukan Riko yang dulu lagi, yang selalu tunduk dengan ucapanmu, sekarang bergantian, harus kamu yang tunduk pada perkataan ku!,’ bentak nya dengan suara yang mengerikan.


Sebagai seorang perempuan yang rapuh hanya tetesan air mata yang dapat menguraikan rasa kepedihan. Siang itu, aku pun terlelap dalam rintihan hati yang mendalam. Aku berjumpa dengan seseorang yang berbadan sangat besar berwarna hitam. Orang itu mengejar-ngejar seakan ingin menikamku. Aku berusaha menyelamatkan diri, namun kejaran tak dapat dielakkan lagi, aku memasuki gang buntu. Tidak ada lagi upaya untuk menyelamatkan diri, hanya ribuan doa yang keluar bertubi-tubi. Ternyata pada masa yang segenting itu pahlawanku hadir memberikan pertolongan. Ya, ayahku hadir dan menyelamatkan aku dari monster jahat itu. Setelah itu ayah datang menghampiriku.


“ Nak, ingatlah pesan ayahmu ini! Jangan sesekali kecintaanmu pada sosok manusia mengalahkan rasa cintamu pada sang pemiliknya,” ayah pergi tanpa menunggu respon jawaban dariku.


Aku terbangun dalam keadaan bermandian keringat dan pernafasan yang tersengal-sengal. Tiba-tiba aku menyadari suatu hal dan kejanggalan yang beberapa waktu terakhir aku rasakan. Aku menyadari atas pesan yang telah berulang kali disampaikan ayah. Bahwa memang rasa cintaku pada Riko melebihi dari rasa cintaku pada sang pencipta. Aku pun segera bertobat dan memperbanyak do’a, walaupun sebelumnya aku juga tidak pernah meninggalkan shalat.


Riko semakin aneh, bahkan sekarang secara diam-diam dia menyadari bahwa aku sudah mencurigainya. Dia semakin keras, dia larang aku sholat, dia tidak lagi menyiapkan keperluanku dan aku pun tidak boleh melakukan itu. Aku benar-benar tertekan. Hingga beberapa minggu kemudian seakan Riko telah sirna ditelan kehidupan. Aku tidak lagi berada di hotel mewah yang sebelumnya aku rasakan. Aku telah terbaring kaku di tandu salah seorang pemburu yang menyelamatkanku.


Pemburu itu bernama pak Anto warga kampung sekitar sana. Beliau menuturkan bahwa aku telah dibawa jin dan berdiam diri di hutan larangan, seakan berada di hotel berbintang. Pak Anto menuturkan kondisi aku seperti orang yang kesurupan. Pak Antolah yang mengobati aku pada salah seorang ustad di perkampungan itu. Setelah keadaan kembali normal, aku menghubungi keluarga dan merekapun menjemputku. Waktu itu aku juga harus segera menerima kenyataan, bahwa Riko tidak selamat dari kejadian naas itu. Hanya terhitung minggu kebahagiaan itu aku rasakan. Minggu berganti bulan dan keadaan pun beralih kelam…

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Post

Mahasiswa Langgar Prokes, UIN IB Belum Keluarkan Sanksi

Next Post

UIN IB Berlakukan Perpanjangan Pembayaran UKT

Related Posts
Total
0
Share