Suarakampus.com- Ombudsman Perwakilan Wilayah Sumbar terima aduan dari masyarakat Lima Puluh Kota yang tergabung dalam Forum Masyarakat Terdampak Jalan Tol 50 Kota. Pengaduan ini terkait tanah warga di lima nagari yang terdampak akibat pembangunan Jalan Tol Trans Sumatra itu, Kamis (28/01).
Lima nagari yang terdampak pembangunan tersebut yaitu Kenagarian Lubuak Batingkok, Koto Tangah Simalanggang, Koto Tinggi Simalanggang, Taeh Baruah dan Nagari Gurun.
Sekretaris Forum Masyarakat Terdampak Jalan Tol 50 Kota, Ezi Fitriana mengatakan bahwa laporan dari masyarakat terdampak jalan tol ini telah diberikan kepada Ombudsman.”Setelah diselidiki dalam proses pembangunan jalan tol ini, kami berkesimpulan adanya maladministrasi,” katanya.
Lanjutnya, masyarakat sudah menyurati terkait penolakan pembangunan jalan tol 50 kota kepada pemerintah daerah dan sudah bertemu dengan DPRD Sumbar.
“Namun, sampai saat ini pengaduan masyarakat belum berdampak. Hal ini terlihat masih aktifnya pembangunan jalan tol, dari pengukuran lahan dan lainnya,” paparnya.
Ezi menegaskan masyarakat menolak pembangunan jalan tol di tanahnya dan menginginkan proses pembangunan dihentikan. “Jika ini dilanjutkan, bayangkan sebanyak 539 titik rumah yang tergusur. Bahkan, ada dua kepala keluarga dalam satu rumah,” tegasnya.
Ezi berharap Ombudsman dapat menelusuri maladministrasi dan memfasilitasi masyarakat bertemu Gubernur Sumbar. “Semoga secepatnya kita dipertemukan dengan gubernur, untuk menyampaikan aspirasi masyarakat ini,” harapnya.
Menanggapi laporan masyarakat Lima Puluh Kota, Kepala Ombudsman Perwakilan Wilayah Sumbar, Yefri Heiriani menuturkan Ombudsman telah menerima laporan dari masyarakat.
“Kami mengapresiasi mereka karena mereka berhak menjadi bagian dari pembangunan ini dan sebelumnya mereka mengadukan kasus lahan tol 50 kota ini via whatsapp, lalu hari ini mereka akhirnya datang ke sini menyampaikannya secara langsung,” tuturnya.
Yefri menjelaskan pihak Ombudsman saat ini masih menunggu kelengkapan berkas dokumen dari masyarakat, untuk dijadikan syarat menjadi sebuah laporan di Ombudsman. “Setelah pemeriksaan dokumen, kita akan melakukan rapat di kantor perwakilan apakah laporan ini diproses lebih lanjut atau tidak,” jelasnya.
Ia menyebutkan sejatinya masyarakat tidak pernah menolak adanya pembangunan. Namun, karena dampak sosial ke depannya akan membuat terpisahnya satu kampung. Hal ini akan membuat terpecahnya suatu kekauman.
“Tidak bisa dipungkiri, hal ini juga berdampak kepada ekonomi masyarakat secara signifikan. Karena di sana lah sumber penghidupan mereka,” tambahnya.
Menimbang semua dampak yang akan terjadi, Yefri mengimbau agar pimpinan daerah mendengarkan aspirasi masyarakat. “Satu suara sangat penting untuk pembangunan setiap daerah, apalagi jika dalam jumlah banyak,” tutupnya. (ulf)
Wartawan: Fachri Hamzah