Suarakampus.com- Kontestasi Pemilihan Rektor (Pilrek) UIN Imam Bonjol Padang saat ini telah memasuki tahapan verifikasi berkas pencalonan oleh Panitia Penjaringan. Ketua Panitia Penjaringan Sarwan menyebutkan, hasil verifikasi berkas pencalonan Rektor akan diserahkan kepada Senat Universitas pada Kamis (06/05) mendatang.
Hingga saat ini, Panitia Penjaringan maupun Senat urung mengumumkan secara resmi identitas kandidat calon Rektor UIN IB untuk periode 2021-2025 itu. Padahal, publik UIN IB sudah telanjur tahu nama-nama bakal calon rektor yang akan memimpin UIN IB dalam empat tahun ke depan.
Kepada suarakampus.com, Sarwan mengatakan, hanya ada dua nama bakal calon rektor yang telah dikantongi panitia. “Saat ini panitia belum berhak mempublikasikan identitas yang maju menjadi bakal calon rektor tersebut,” katanya, Sabtu (24/04) lalu.
Ia menjanjikan bahwa identitas bakal calon Rektor akan dipublikasikan secara resmi pada Senin (26/04). Namun, hingga berita ini diturunkan, civitas akademik UIN IB belum menerima pengumuman resmi dari panitia penjaringan.
Jalan Mulus Petahana
Berdasarkan penelusuran suarakampus.com, dua nama yang akan memperebutkan kursi nomor satu di UIN IB itu adalah Rektor saat ini, Eka Putra Wirman dan Direktur Pascasarjana, Martin Kustati. Dua nama tersebut—merujuk kepada Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 68 Tahun 2015—memenuhi persyaratan batas usia yang ditentukan, yaitu maksimal 60 tahun.
Hal tersebut dibenarkan oleh Ketua Senat Universitas, Asasriwarni, kendati ia enggan mendetail identitas dua bakal calon rektor tersebut, hanya dua guru besar yang memenuhi ketentuan. “Hanya dua dari 14 guru besar di UIN IB yang bisa maju dalam Pilrek kali ini,” katanya. Selain itu, tak ada nama lain yang disodorkan oleh 41 PTKIN yang berhak ikut serta pada Pilrek UIN IB.
Baca Juga: Sunyi Senyap Pilrek UIN IB
Menurut mahasiswa jurusan Hukum Tata Negara Fakultas Syariah Daniel Osckardo, Pilrek kali ini hanyalah formalitas bahwa UIN IB telah menunaikan PMA 68/2015. Ia berpendapat, dengan majunya Eka Putra Wirman sebagai incumbent, telah mutlak memberikan peluang besar untuk Guru Besar Ilmu Kalam itu agar kembali menduduki kursi rektor UIN IB.
Daniel mengatakan, posisi Martin Kustati di Pilrek terkesan sebagai calon pelengkap agar Pilrek tidak memunculkan calon tunggal. “Barangkali Buk Martin kurang mempunyai kapasitas dan modal politik. Hal itu berbanding terbalik dengan Pak Eka yang, mungkin, telah melakukan lobi-lobi di Kemenag selama ia menjabat jadi Rektor. Dia juga telah melihatkan hasil kerja selama masa transisi dari IAIN menjadi UIN, dan itu adalah modal politik yang besar,” katanya.
Untuk itu, ia berkesimpulan bahwa Pilrek kali ini tidak akan menciptakan ruang terbuka adu gagasan visi dan misi kandidat. “Ya untuk apalagi, calon cuma ada dua, dan keputusan siapa yang bakal jadi rektor ada di Menag,” kata Daniel. Menurutnya, regulasi dan kondisi semacam ini telah membunuh demokrasi di kampus, yang selama ini diibaratkan sebagai miniatur negara.
“Ini berbahaya untuk pendidikan demokrasi kampus jika ketentuan semacam ini terus dipertahankan. Kampus sejatinya harus bebas dari intervensi kekuasaan. Tendensi yang sangat buruk jika Menag punya peran mutlak dalam menentukan pimpinan universitas dan sangat rentan dipolitisasi,” kata Daniel.
Saat ditanyai tentang pencalonan dirinya, Martin Kustati tidak merespon pesan singkat suarakampus.com. yang hanya menunjukan centang biru. Sementara itu, Eka Putra Wirman enggan memberikan tanggapan saat ditanyai mengenai pencalonan dirinya di Pilrek kali ini. Ia beralasan tidak memiliki waktu untuk dimintai wawancara lantaran sedang berada di luar kota.
“Bapak lagi sibuk di Jakarta,” balas Eka singkat.
Rentan Dipolitisasi
Berdasarkan Pasal 5 ayat (2) PMA Nomor 68 Tahun 2015, senat tidak mempunyai wewenang selain memberikan pertimbangan kualitatif yang meliputi aspek moralitas, kepemimpinan, manajerial, kompetensi akademik, dan jaringan kerja sama. Untuk penunjukan Rektor sendiri, sebagaimana diatur dalam Pasal (6), hasil pertimbangan kualitatif oleh senat diserahkan kepada Menag melalui Rektor untuk selanjutnya ditetapkan melalui Komisi Seleksi yang dibentuk oleh Menag.
Baca Juga: Pendaftaran Ditutup, Panitia Pilrek Terima Dua Nama Kandidat
Ketua Senat Asasriwarini mengatakan bahwa senat akan menjalankan tugas dan fungsi sesuai ketentuan PMA. “Pada Pilrek kali ini, keputusan ada di Menag secara mutlak,” kata Guru Besar Fakultas Syariah itu kepada suarakampus.com, via telepon, Kamis (29/04).
Selain itu Asas menyebut, civitas akademika UIN IB tidak mempunyai peran dalam pelaksanaan Pilrek. “Mahasiswa dan dosen hanya boleh mengetahui bakal calon rektor setelah berkas diverifikasi, lalu mengawasi jalannya Pilrek yang dilakukan senat, namun tetap keputusan ada di tangan Menag,” ucapnya.
Sebelum PMA ini terbit, Pimpinan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) langsung dipilih oleh senat secara voting, lalu disahkan langsung oleh Menag. Selanjutnya, Kemenag melihat mekanisme seperti ini tidak produktif. Sebab setiap calon rektor akan berusaha melakukan pendekatan pada senat kampus.
Menanggapi hal itu, Ketua Komunitas Kajian Literasi Mahasiswa (KALaM) Konstitusi Farid Anshar Alghifari menilai, pemerintah telah merenggut independensi lembaga pendidikan tinggi dalam menentukan pemimpinnya.
Farid menilai, seharusnya senat memiliki peran aktif dalam Pilrek. Walau dalam praktiknya Pilrek kental dengan politik yang bising dalam Senat saat pemilihan, Farid mengatakan itu adalah hal yang wajar dalam iklim demokrasi kampus
“Situasinya akan lebih gawat jika permainan politik pemilihan Rektor terjadi di Kemenag secara tertutup dibandingkan gesekan politik yang terbuka di lingkungan kampus,” kata Farid.
Selain itu, ia menjelaskan bahwa PMA No 68 Tahun 2015 sangat rentan dipolitisasi dan membuka peluang terciptanya pasar “jual beli” jabatan di Kemenag. “Ini bahkan sangat rentan sekali dipolitisasi karena Menag dalam hal ini pejabat pembuat komitmen (PPK) punya wewenang luas dalam Pilrek,” kata Mahasiswa Hukum Tata Negara itu.
“Terlepas dari minimnya bakal calon Rektor UIN IB kali ini, penting untuk diperhatikan agar kampus punya keleluasaan untuk memilih rektor,” tandasnya.
Sinyal kuat dugaan lelang jabatan rektor di kampus Islam negeri sebelumnya pernah mencuat setelah mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD membeberkan dengan jelas adanya kejanggalan dalam beberapa kesempatan pemilihan rektor di Kemenag. Aroma kongkalikong, kolusi dan nepotisme diutarakan Mahfud saat live di acara ILC TV One Selasa (19/3/2019) silam, menyikapi terkuaknya kasus jual beli jabatan di Kantor Kementerian Agama di sejumlah daerah.
Tidak Demokratis
Sementara itu, Rektor UIN IB periode 2001-2005 Maidir Harun mengatakan, kontestasi politik dalam pelaksanaan Pilrek kali ini jauh dari kata demokratis. “Biasanya seluruh warga kampus berhak mengetahui dan ikut serta dalam pemilihan Rektor, ada penyampaian visi dan misi, namun sekarang hal itu tidak dilaksanakan lagi,” katanya.
Menurutnya, regulasi ini bisa saja direvisi jika ada kesepakatan dari PTKIN se-Indonesia. “Pemilihan Rektor harusnya melibatkan seluruh civitas akademika,” katanya.
Kendati demikian, Maidir berharap agar Pilrek kali ini dapat berjalan dengan lancar, dan melahirkan pemimpin yang terbaik.
“Seluruh kandidat merupakan orang yang baik, namun kita butuh pemimpin yang terbaik,” harap Guru Besar Fakultas Adab dan Humaniora UIN IB itu.
Wartawan: Nandito Putra, Firga Ries Afdalia