Suarakampus.com- Institute for Inter Faith Dialogue in Indonesia (Interfidei) gelar webinar refleksi awal tahun bertajuk Menjadi Manusia yang Mencintai Sesama, Alam Semesta dan Seluruh Ciptaan-Nya. Kegiatan tersebut dilangsungkan secara virtual via Zoom Meeting, Sabtu (15/1).
Selaku Direktur Utama Interfidei Elga Sapurung mengatakan, bahwa webinar kali ini adalah upaya menumbuhkan kesadaran peran manusia untuk memperbaiki alam yang telah rusak oleh manusia itu sendiri. “Sebagai ciptaan Tuhan yang diberikan akal budi, hendaknya kita menjaga alam dan bukan malah merusaknya,” ujarnya.
Selaku Direktur Greenpeace Indonesia, Leonard Simanjuntak menegaskan bahwa manusia harus bertindak secara masif dan radikal terhadap lingkungan yang semakin memburuk. “Alam sedang menuju kepunahannya yang keenam kalinya,” katanya.
Lanjutnya, dunia alami krisis iklim darurat sejak revolusi industri dan akan terus memburuk karena emisi karbon meningkat pesat. “Emisi karbon penyebab efek rumah kaca tersebut sempat berkurang 0,4 persen saat landemi 2020 kemarin, namun kembali meningkat di tahun 2021 karena pembatasan sosial sudah berakhir,” jelasnya.
Leonard menekankan bahwa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Covid-19 beberapa waktu lalu miliki dampak baik untuk kurangi emisi karbon.
“Kala itu, pembebasan emisi karbon ke atmosfer berkurang karena adanya instruksi work from home dari pemerintah hingga bumi sedikit membaik,” jelasnya.
Ia menyebutkan, manusia tidak bisa sepenuhnya bergantung pada PSBB Covid-19 untuk perbaiki bumi. “Perlu kesadaran untuk menjaga bumi bisa dimulai dengan mengurangi penggunaan plastik dan mulai beralih ke biogas,” pungkasnya.
Sementara itu, Selaku Dosen Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Suhadi Cholil mengatakan krisis alam tidak lepas dari kesalahpahaman terhadap doktrin agama yang menyatakan manusia adalah makhluk tertinggi. “Doktrin tersebut membuat manusia merasa superior sehingga berbuat sesukanya terhadap bumi,” ucapnya.
Ia beranggapan ada perbedaan masyarakat adat dan modern dalam menjaga alam. “Daerah yang dihuni oleh masyarakat adat lebih asri karena mereka menganggap semuanya memiliki roh dan tidak boleh diperlakukan sembarangan,” katanya.
“Sementara daerah yang dihuni masyarakat modern beragama dengan sesukanya mengeruk gunung dan menebang pepohonan,” tambahnya.
Suhadi menegaskan bahwa peran agama terhadap perubahan lingkungan haruslah mulai digerakkan. “Melakukan ibadah ekologi dan menyebarkan paham mencintai lingkungan salah satu dedikasi yang penting,” tutupnya. (nsa)
Wartawan : Idhar (Mg), Zaitun ul-Husna (Mg)