Suarakampus.com– Dugaan penyiksaan terhadap Syafrial salah satu narapidana yang mati di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II B Lubuk Basung, Kabupaten Agam tuai kecurigaan pihak keluarga. Dugaan ini perkuat banyaknya luka-luka lebam ditubuh korban, seperti dahi, tangan, kaki, dan kepala.
Hal ini membuat pihak keluarga meminta pendampingan hukum kepada Koalisi Anti Penyiksaan Sumatera Barat (Sumbar), sebab kematian korban yang diklaim gantung diri di Lapas.
Melalui siaran pers Koalisi Anti Penyiksaan Sumatera Barat (Sumbar) yang terdiri dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, Perkumpulan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Sumbar, Lembaga Bantuan Hukum Pergerakan dan Rumah Bantuan Hukum (RBH) resmi menjadi kuasa hukum dari istri dan kakak korban setelah pengaduan yang disampaikan oleh istri dan kakak korban pada, Selasa (18/01).
Informasi yang diterima dari keluarga, diduga korban Syafrial alias Poron 43 tahun ini mendapatkan kekerasan fisik sebelum meninggal dunia di Lapas tersebut. Dugaan adanya tindak kekerasan sebelum korban meninggal diperkuat dengan banyak pihak mendesak keluarga untuk menandatangani surat pernyataan untuk tidak diautopsi saat hendak mengambil jenazah.
Pasca pelaporan yang dilakukan ke Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) Sumbar, koalisi sebagai pendamping hukum berkoordinasi dengan Kanit Reskrim Polres Agam untuk memproses hukum kasus ini agar menemui titik temu apa terjadi terhadap korban.
“Polisi mesti mampu membongkar kasus ini, apakah benar kasus ini murni gantung diri atau malah ada kejadian melanggar hukum lainnya,” kata Adrizal perwakilan dari koalisi dalam siaran pers tersebut.
Lanjutnya, ia mengungkapkan dugaan ini tidak dapatkan bantahan dari pihak Lapas, dikarenakan adanya bukti sejumlah luka lebam di tubuh korban. “Kecurigaan ini tak terbantahkan karena banyaknya bukti luka lebam yang ada di tubuh korban,” ungkapnya.
Adanya tanggapan baik dari pihak Kepolisian, di mana telah menaikkan status pengaduan menjadi laporan Polisi melalui Surat Tanda Laporan Polisi dengan Nomor: STTL/13.a/I/2022/spkt Res Agam tertanggal 25 Januari 2022. “Tentu kami sebagai pendamping hukum mengapresiasi langkah tersebut,” apresiasinya pada pihak kepolisian.
Tidak hanya itu, katanya kepolisian juga telah melakukan pembuatan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) terhadap dua saksi yang diajukan oleh keluarga korban. “Ke depan nya kepolisian berjanji akan melakukan proses autopsi, yang akan di koordinasikan dengan pihak RSUP M Djamil Padang yang melibatkan dokter forensik,” jelasnya.
Menurut Adrizal, pihak koalisi ingin ada autopsi sesegera mungkin. Sehingga dapat membuktikan secara ilmiah alasan kematian korban. “Belajar dari banyak kasus penyiksaan yang berujung kematian patut diduga gantung diri, dijadikan kamuflase dalam mengaburkan alasan kematian,” katanya.
Kemudian, dari beberapa keterangan yang didapatkan, ada tali yang digunakan untuk mengantung diri dan diduga korban tergantung dalam keadaan duduk. “Situasi ini masih kami pelajari lebih lanjut karena masih janggal dan aneh,” tegas Adrizal.
Selanjutnya, selaku perwakilan koalisi hukum, Adrizal akan selalu mengawasi proses penegakan hukum kasus ini hingga keadilan didapatkan. “Kami akan memantau dan mengawasi proses penegakan hukum atas kasus ini agar korban dan keluarga mendapatkan keadilan yang haknya,” harap koalisi hukum Sumbar.
Mengenai pernyataan KAP Sumbar tersebut, dibenarkan oleh Kepala Unit (Kanit) Reserse Kriminal (Reskrim) Kepolisian Resort (Polres) Agam, Qudri mengatakan pihak KAP sudah mengkonfirmasi hal ini dengan pihak Polres Agam. “Kita sama pihak LBH sudah berkoordinasi dengan baik,” ungkapnya.
Kemudian, pada saat ini perihal kasus itu masih dalam tahap pemeriksaan saksi. “Kasus ini masih dalam pemeriksaan saksi-saksi,” katanya saat diwawancarai oleh wartawan suarakampus.com.
Wartawan: Redaksi