Suarakampus.com– Tingginya fenomena pemaksaan jilbab sebagai seragam sekolah, dinilai tidak memberi ruang terhadap agama lain. Hal tersebut disampaikan langsung oleh Psikolog Klinis Forensik, Kasandra Putranto dalam webinar Mahameru Consulting. (09/08)
“Indonesia punya lima agama resmi, tetapi peraturan seakan hanya untuk agama Islam,” tuturnya.
Lanjutnya, ini disebutkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 50 Tahun 2022 Pasal 8 tentang Model dan Warna Pakaian Seragam Khas Sekolah. “Setiap sekolah perlu memperhatikan hak peserta didik dalam menganut kepercayaannya masing-masing,” jelasnya.
Ia menyebutkan banyak dampak negatif apabila pemaksaan jilbab sebagai seragam sekolah, di antaranya kesejahteraan psikologis rendah (low psychological well-being). “Korban biasanya akan merasa takut, minder, dan menarik diri dari lingkungan hingga tidak ingin bersekolah,” ungkapnya.
“Bahkan saat ini juga sudah tersebar buku radikalisme di kalangan pelajar sehingga pemerintah berupaya menarik buku-buku tersebut,” sambungnya.
Kemudian, kata dia, bukan hanya dikalangan siswa jilbab ini wajib tetapi hal ini juga berlaku dalam beberapa acara. “Seperti acara kesehatan yang pernah saya hadiri, di sana mereka bertanya mengapa saya tidak menggunakan jilbab,” ujarnya.
Ia berharap setiap orang dapat menilai orang lain bukan hanya dari satu sisi namun berbagai sisi. “Belum tentu sisi yang kamu lihat adalah benar,” tutupnya. (wng)
Wartawan : Rifda Fadhilah Dzikra