SuaraKampus.com- Tidak adanya Pergerakan dari organisasi kemahasiswaan (ORMAWA) terhadap kasus pelecehan seksual yang sedang terjadi. Belasan Mahasiswa Hukum Tata Negara (HTN) Lakukan Demonstrasi di depan Rektorat Kampus III.
Kordinator aksi Aulia Eka putra mengatakan, tujuan dari aksi tersebut agar kasus pelecehan seksual cepat selesai. “kami melihat kampus terkesan abai dan satgas PPKS sangat lalai,” sebutnya.Adapun yang terlibat dalam aksi tersebut adalah mahasiswa hukum tata negara (HTN).”Sekitar 15 hingga 20 orang,”katanya.
Sambungnya, aksi ini merupakan inisiatif dari mahasiswa HTN. “Karena tidak ada pergerakan dari Dewan Ekskutif Mahasiswa Universitas (DEMA U ) Dewan Ekskutif Mahasiswa Fakultas (Dema F) serta Senat Mahasiswa Universitas (SEMA U) maupun Senat Mahasiswa Fakultas (SEMA F),”jelasnya. Pada tanggal 29 Juli lalu kami sudah menghubungi Dema F melalui via WhatsApp untuk melakukan aksi. “Tidak ada yang menolak mereka responsif tapi nanti-nanti saja, oke-oke saja, dengan berdalih diselesaikan sama dekan,”paparnya.
Ini juga sudah dikonfirmasi ke Ormawa tidak ada tindakan lanjutan hanya pantau-pantau dan tunggu menunggu. “kami tidak ingin ada lagi korban berikutnya atau orang terdekat yang menjadi korban baru mau peduli,”tegasnya.
Kendati demikian, Asri Suandi, selaku PJ SEMA FS, mengaku tidak ada ajakan dari kawan-kawan tersebut, melainkan hanya desakan di grup ormawa fakultas syariah.”Saya sebagai PJ baru mengambil langkah”.
Ia menjelaskan, alasan belum mengambil tindakan sebab sudah menerima laporan bahwasanya sudah ada audiensi antara pihak rektorat dengan ormawa.”Otomatis sudah ada tindakan dari ormawa di tingkat universitas,” katanya.
Lanjutnya, jika tetap dilakukan audiensi tingkat fakultas maka itu akan bentrok dengan yang di atas.”Tentu saya tahan dulu untuk melakukan desakan dari para ketum HMP,” tambahnya.
Namun, setelah aksi tadi, diketahui pihak ormawa universitas belum melakukan audiensi.”Jika saya tau dari awal tentu akan lakukan tindakan yang berbeda,” tuturnya.
Sementara itu, Wangseto Widy salah satu mahasiswa yang ikut dalam aksi, mengungkapkan alasannya, sebab keresahan yang terjadi saat ini.”Jika kita biarkan akan semakin banyak korban dan trauma bagi korban,” katanya.
Lanjutnya, aksi tadi adalah bentuk simpatis dan antusias mahasiswa HTN terhadap kasus pelecahan yang ada di kampus.”Kalau tidak ada aksi tidak akan ada kejelasan apa lagi cuma koar di media,” tuturnya
Adapun isi tuntutannya diantaranya :
1. Mendesak Rektor dan satgas pencegahan penanganan kekerasan seksual (PPKS) agar mempercepat pengusutan dugaan pelecehan seksual yang terjadi di universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol Padang.
2.Meminta rektor dan satgas PPKS untuk transparan dan proaktif informasi perjalanan penyelidikan kasus kekerasan di UIN Imam Bonjol Padang 3.Mengultimatum semua pihak (kampus dan ormawa) agar tidak mencoba ikut-ikutan melindungi pelaku.
4.meminta rektor memecat pelaku pelecehan seksual di UIN Imam Bonjol Padang.
5.Mengultimatum semua pihak agar jangan menjadikan momen ini untuk ajang mencari panggung/eksistensi.
6.Menegaskan kepada semua pihak agar jangan coba-coba melakukan kekerasan seksual terhadap mahasiswa.
7.Meminta kampus agar tidak intimidatif dan memastikan perlindungan bagi pelapor, saksi dan korban kekerasan seksual di kampus.
Wakil rektor I (wr) Yasrul Huda menemui para aksi, bahwa tim PPKS sudah bekerja memanggil dosen termasuk beberapa mahasiswa yang sudah diwawancarai dan saudara yang tertuduh dari fakultas syariah.”Para pihak udah dipanggil,” tegasnya.
Adapun hasil PPKS itu sudah disampaikan kepada rektor perhari Senin, 29/07.
Lalu, sudah ditindaklanjuti oleh rektor, saya beserta WR dan Biro.”Kami membentuk tim penegakan disiplin dan ketuanya saya,” sebutnya.
Udo mengatakan, Menurut regulasi itu pejabat penegak kepegawaian (PPK) yaitu ada lima orang. “Besok sudah mulai bekerja,” katanya.
“Para pihak akan dipanggil dengan masa kerja selama 7 hari,” tambahnya.
Selanjutnya, hasil tim ini akan disampaikan pada tim biro kepegawaian di Jakarta.”Menentukan sanksi untuk tersangka itu biro kepegawaian bukan kita karena kita tidak punya kewenangan dalam menentukan hal itu,” jelasnya.
Untuk korban tetap dilindungi jika butuh pendampingan psikologi juga sudah ada.”Kita punya unit layanan psikologi (ULP),” ungkapnya.
Terkait dosen ini, Dekan sudah memutuskan pengalihan bimbingan dan PA pertanggal 12 Juli 2024.”sudah ada SK nya,” katanya.
Udo mengungkapkan, dosen ini kemungkinan akan dinonaktifkan untuk mata kulia,”Akan tetapi, tetap datang untuk ambil absen ngantor dan hak-haknya tetap dilindungi,” sebutnya WR I pada saat audiensi.
Kemudian, sesuai ketentuan akademik, harus melakukan konsultasi akademik di kampus dimana fakultas itu berada dan sesuai jam kerja termasuk dosen tidak boleh minta traktian mahasiswa. “Misalkan syariah ini haruslah dikampus lll tidak boleh di luar kampus maupun di kampus ll ataupun dicafe,” tutupnya.(Mif)
Wartwan: Januarica Amora Putri