Komunikasi Jadi Kunci Kerukunan

Pembinaan Orientasi Kapasitas Pemgurus FKUB, di Grand Malindo Hotel, Bukittinggi/foto: Istimewa

Dipaparkan dalam diskusi bersama Forum Kerukunan Ummat Beragama (FKUB)

Suarakampus.com- Akademisi Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Imam Bonjol Abdullah Khusairi bahas soal Komunikasi Lintas Agama sebagai Upaya Memperkuat Kerukunan. Hal tersebut disampaikan dalam agenda Peningkatan Kapasitas Pengurus Forum Ummat Beragama (FKUB), di Grand Malindo Hotel, Bukittinggi, Kamis (18/03).

Dalam materinya, Khusairi mengungkapkan, saat ini banyak penduduk Indonesia yang terjebak dalam kubangan informasi yang beragam. Hal itu secara bersamaan, membuka celah terjadinya sengkarut antara misinformasi dan disinformasi yang dikonsumsi publik hari ini.

Berdasarkan survei yang dilakukan Poling Indonesia, pengguna internet di Indonesia mencapai 171,17 juta jiwa dari total 246,16 populasi (2018). Berkaca pada kenyataan tersebut, Khusairi menilai, maraknya disinformasi dan miskomunikasi disebabkan literasi masyarakat yang tidak memadai.

“Penetrasi internet yang tinggi di Indonesia tidak diimbangi dengan kemampuan bersikap kritis terhadap informasi yang beredar di internet,” papar Khusairi, yang juga merupakan Pakar New Media tersebut.

Penulis Buku Teologi Informasi ini mengatakan, tingginya penetrasi di media baru (new media) berbasis internet juga telah mendisrupsi media massa mainstream (koran, TV, dan radio). Menurutnya, hal itu telah mengubah laku masyarakat menjadi komunikator aktif di ranah new media.

“Laku hidup masyarakat berubah dari penikmat, pemirsa, penonton, pembaca menjadi pengolah informasi di ranah new media,” kata Khusairi. “Kita adalah bagian yang hidup di suasana gemuruh informasi, bersilewerannya hoaks dan fake news,” ia melanjutkan.

Laporan terbaru, yang dirilis dalam survei bertajuk Digitality Civilit Indeks (DCI) oleh Microsoft mengungkap bahwa pengguna new media (netizen) Indonesia tidak sopan di ranah dunia maya. Indonesia menempati posisi 29 dari 33 negara yang diteliti. Terburuk di kawasan Asia Tenggara.

Survei tersebut merinci, risiko netizen indonesia adalah terpapar hoax dan penipuan yang naik 47%, ujaran kebencian 27% dan diskriminasi 13%. Khusairi mengatakan, hal itu terjadi lantaran tidak ada etika yang mengatur orang dalam menggunakan internet, dan diperparah karena mayoritas penduduk Indonesia terbilang baru dalam mengenal internet.

Berangkat dari pernyataan di atas, Khusairi mengatakan perlunya peran dan keberadaan kelompok lintas agama dalam menciptakan komunikasi untuk memperkuat kerukunan.

Khusairi menyarankan, peran komunikasi lintas agama harus mampu menciptakan suasana teduh dalam komunikasi di new media. Seperti komunikasi yang terbuka dan membangun kesadaran pentingya perdamaian antar sesama.

“Komunikasi menjadi kunci penyelesian, hanya meja perundingan melalui komunikasi yang intens bisa mencapai negosiasi dari persoalan sosial masyarakat,” kata Khusairi.

Ketika “kebohongan” telah menyebar ke seluruh penjuru dunia, “kebenaran” baru saja memakai celana, kata Khusairi mengutip Bill Kovach dalam Blur: Bagaimana Mengetahui Kebenaran di Era Banjir Informasi (2012).

Wartawan: Nandito Putra

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Post

Penelitian Kampus Belum Bisa Menandingi Lembaga Industri Penelitian

Next Post

Rektor Apresiasi Kedatangan Gubernur Sumbar ke UIN IB

Related Posts
Total
0
Share
Checking your browser before accessing...