Suarakampus.com-Jarinya begitu lihai menari-nari di atas smartphone 4,5 inci. Bila kebanyakan mahasiswa memiringkan smartphone (mode lanscap) saat bermain game online, tidak demikian dengan Daniel Osckardo. Dengan hp yang reot, sebagian layarnya retak-retak dan cassing yang terkelupas, ia saat ini tengah mengerjakan dua buku sekaligus. Novel dan prosa. “Mudah-mudah bisa tembus dan diterbitkan,” kata Daniel saat bercakap-cakap dengan Suara Kampus, dua pekan lalu.
Tidak banyak mahasiswa hari ini yang bisa menulis dengan baik. Apalagi menggunakan smartphone. Daniel, begitu ia akrab disapa, bukan tidak bisa menggunakan laptop. Keadaan memaksanya untuk tetap menulis, walau menggunakan perangkat seadanya. ”Biarlah orang pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian,” kata Daniel mengutip Pramoedya Ananta Toer, saat bercakap-cakap soal kepenulisan, kepada wartawan Suara Kampus.
Pria asal Pangkalan, Kabupaten Lima Puluh Kota ini merasa malu jika ia menyalahkan keadaan yang serba sulit. Ia banyak belajar dari Pramoedya Ananta Toer, sastrawan besar Indonesia, yang tetap menulis meski dalam keadaan yang sulit. “Bahkan saya ini tidak ada apa-apanya dengan Pram, ia menulis di kertas semen, di daun lontar, di bungkus rokok,” kata Daniel. Sehingga, ia berprinsip bahwa alangkah tidak bijaknya jika takluk terhadap keterbatasan.
Daniel tak lupa dengan kewajibannya sebagai seorang mahasiswa. Kini ia tengah mengerjakan skripsi. Ditulis dengan smartphone, dan sesekali dipinjami laptop oleh kawannya. “Samartphone ini adalah barang berharga satu-satunya, karena saya menulis skripsi, opini, puisi dengan ini. Dengan ram 1 GB di tahun 2021” kata Daniel sambil terkekeh. “Prinsip saya kalau seandainya menunggu fasilitas dulu baru berkarya, kapan kita mendapatkan hasil yang bagus, kapan kita tunggu,”.
Beberapa tulisannya pernah dimuat di berbagai media, baik nasional maupun lokal. Bahkan, Daniel adalah satu-satunya dari 14 ribuan mahasiswa UIN Imam Bonjol Padang, yang berhasil menembus mojok.co, media opini bergengsi tempat penulis-penulis beken menertawakan republik. Sebut saja seperti Phutut EA, Agus Mulyadi, Zainal Arifin Mochtar, Ahmad Khadafi, Khalis Mardiasih dsb.
Sosok Daniel, di mata kawan-kawanya adalah orang yang bersahaja dengan pemikiran kiri yang liar, tetapi, tidak seperti anggapan orang-orang soal penikmat buku-buku kiri yang tidak beragama atau apalah namanya, Daniel justru hapal beberapa juz Al-Qur’an. Soal ibadah, kata dia, urusan manusia dengan tuhannya.
“Hal yang bisa dicontoh yaitu pemikirannya yang sulit saya temui orang seperti dia, dan juga yang saya kagumi itu membacanya mantap sekali. Di mana pun, kapan pun ia duduk membaca, hari-harinya pun membaca, ia juga bisa bahasa inggris dan arab,” kata Harun Ar-Rasyid, sahabat Daniel Osckardo., kepada Suara Kampus.
Daniel, seketika membuat terobosan baru di jurusan Hukum Tata Negara. Pasalnya pria yang periang ini menulis skripsi dengan permasalahan pelarangan atau razia buku kiri. Ketika mahasiswa lain berkutat soal skripsi yang membosankan, semisal tentang efektivitas penerapan undang-undang, strategi pemenangan caleg, strategi kampanye, dan hal-hal yang tidak relevan dengan kondisi hari ini, Daniel muncul dengan gaya baru. Skripsi yang tengah ia garap bertemakan “Konstitusionalitas Pelarangan Buku Kiri”.
“Saat angka literasi menurun, saat negara malas membaca kenapa buku dirazia. Indeks membaca menurut data 2016, indonesia itu nomor 60 dari 61 negara dalam hal membaca. Tingkat literasi hanya 0,001 persen, jadi saat krisis literasi kenapa buku diraziakan,” kata Daniel.
“intinya saya gak suka buku diraziakan soalnya alasannya pada pasal 28 UUD 1945 tentang ham, buku itu temasuk hak asasi untuk sumber informasi, pembelajaran, kalau bukunya di razia berarti pemerintah mengajarkan rakyat itu bodoh,” kata Daniel.
Daniel Osckardo. Lahir di Koto Tangah, Kecamatan Kapur IX Kab. Lima Puluh Kota, 04 Februari 1999. Sekretarais Bidang Riset dan Keilmuan PC IMM Padang dan berkegiatan di KALaM Konstitusi sebagai Kepala Divisi Hukum dan HAM.
Wartawan: Dini Harianti dan Wildan Yusro Bintang
Editor: Nandito Putra