Pacu Jawi, Alek Anak Nagari Tanah Datar

Beberapa sapi yang digunakan untuk pacu Jawi (Sumber: Maisy/suarakampus.com)

Suarakampus.com- Masyarakat Kecamatan Lintau Buo, Kabupaten Tanah Datar, Sumatra Barat miliki tradisi unik “Pacu Jawi” sebagai alek anak nagari atas rasa syukur terhadap hasil panen yang diperoleh. Kegiatan ini dihadiri seluruh masyarakat setempat dan wisatawan.

Pacu jawi atau balapan sapi merupakan perlombaan tradisional berupa sepasang sapi berlari pada lintasan sawah berlumpur, dengan jarak sekitar 60–250 meter. Sementara seorang pengendara pacu jawi berdiri di atas sebuah alat bajak dari kayu di belakang kedua sapi tersebut. 

Ketua Panitia Perlombaan, Surya mengatakan tradisi pacu jawi bagi masyarakat bertujuan mengingatkan generasi muda untuk tidak melupakan tradisi daerahnya sendiri. “Kegiatan ini dapat menjalin solidaritas antar sesama dan memperkaya salah satu pengetahuan budaya Minangkabau,” katanya, Minggu (16/01).

Untuk perlombaan, kata Surya, kegiatan sudah berjalan dengan baik meskipun pihaknya hanya memiliki waktu persiapan sekitar seminggu. “Persiapan dari panitia kali ini, saya nilai sudah sangat baik,” ucapnya.

Ia menjelaskan mekanisme permainan rakyat tersebut dilakukan secara individu, dengan syarat penunggang sapi harus orang dewasa dan sehat. “Paling penting bisa mengendalikan sapi,” jelasnya.

Lanjutnya, perlombaan ini awalnya diadakan dua kali dalam setahun, akan tetapi saat ini dilakukan hingga tiga kali dalam setahun, sesuai kapan warga mendapati hasil panen.

Surya mengungkapkan meskipun tradisi tersebut mengandung makna balapan, namun tidak ada pemenang secara resmi. Katanya,  tiap pasang sapi berlari secara bergiliran, sementara penonton menilai sapi-sapi yang bertanding berdasarkan kecepatan dan kemampuan berjalan lurus.

Pemuka Adat, Darman menuturkan hadirnya tradisi ini bisa mengingatkan masyarakat akan pentingnya bajalan luruih atau bersikap jujur dan selalu bergotong-royong.

Darman berpesan tradisi pacu jawi mesti dilestarikan, untuk menghargai budaya turun temurun yang telah ada bertahun-tahun lamanya. “Kegiatan ini harus dilestarikan karena sudah menjadi tradisi dari nenek moyang kita dahulu,” ucapnya. (ulf)

Wartawan: Maisy Dwi Safitri (Mg)

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Post

Reporter Olahraga Liputan6.com: Judul Berita jangan Click Bait

Next Post

Menulis Puisi perlu Bermain Rasa

Related Posts
Total
0
Share